tiga belas

191 32 4
                                    

Tiga belas

Wulan menatap takjub bangunan dua lantai yang melebar ke sisi kanan kiri. Tidak semegah dan sebesar tempat yang terakhir mereka datangi, namun kesan nyaman juga aman serasa Wulan dapatkan.

"Ini tidak masuk dalam list, kan, ya?" pastinya kembali memeriksa tiga list tempat yang akan mereka kunjungi.

Rudi memberikan anggukan pelan sebelum akhirnya membantunya melepas seatbelt.

"Seharusnya yang tadi kan, ya?"

Sebelum bertolak ke sini, Rudi membawanya ke tempat kursus yang sejak awal menarik perhatiannya. Pun, tadi dia dibuat tak berkata saat hendak memasuki gerbang masuk namun Rudi begitu saja mengurungkan niatnya memasuki tempat kursus tadi.

Tatapan Rudi begitu gamang hingga ia kesulitan mengartikan. Tapi tak apa, Wulan tidak akan memprotes pun merasa kecewa karena nyatanya begitu memasuki tempat ini, dia juga dibuat jatuh hati.

"Kita bisa belajar basic-nya dulu. Meski terkadang memakan waktu lama untuk bisa menguasai segala teknik dan bisa sepenuhnya lepas dari pantauan kami," jelas Devi, pemilik tempat kursus yang keduanya datangi.

"Biasanya berapa lama, Mbak?" Rudi menimpali, pria ini begitu teliti bertanya tentang apa yang dibutuhkan Wulan. Sedangkan Wulan? Perempuan itu diam-diam semakin memupuk kekaguman untuk pria yang mengusahakan banyak hal untuknya.

"Tergantung pesertanya. Kalau orangnya cepat menangkap materi, mudah menguasai teknik dan lainnya, kurang dari tiga bulan juga sudah bisa. Sebelum benar-benar kami lepas, nantinya ada ujian khusus untuk peserta. Misal ingin membuka tempat menjahit atau bekerja di sebuah perusahaan misalnya, kami memastikan terlebih dahulu apalah kemampuan mereka sudah layak, sudah sesuai yang diinginkan konsumen atau belum. Karena nyatanya, saat benar-benar terjun di lapangan nanti, peserta akan dihadapkan pada banyak watak dan sifat juga keinginan aneh-aneh konsumen. Kami mengantisipasinya dengan memberikan ujian yang kemungkinan akan dihadapi nanti."

Rudi pun Wulan mengangguk paham mendengar penjelasan panjang Devi yang begitu telaten menjawab setiap detil pertanyaan yang Rudi ajukan. Perempuan itu juga mengajak keduanya berkeliling melihat ruangan apa saja yang kini tampak ramai dengan segala aktivitas.

"Ini ruangan belajar pola. Biasanya, sebelum memulai belajar pola, peserta akan diajarkan dasar-dasar matematika. Karena memang pola tidak asal dibuatnya. Ada pattern tersendiri, dan setiap orang pun beda ukuran. Beda model, bahkan beda bahan, semuanya membutuhkan ketelitian."

Ketiganya kembali berjalan ke sisi ruangan. Suara musik yang dioperasikan, arahan yang terdengar samar, pun wajah fokus orang-orang yang didapati mengundang atensi. Jantung Wulan berdetak kencang seolah merasakan ketegangan yang kini dirasakan beberapa peserta yang konon tengah melaksanakan Ujian.

Hanya melihat dari luar, Devi membawa Rudi juga Wulan kembali melihat ruangan lainnya.

"Kebetulan kami juga menjadi tempat pelatihan untuk disalurkan ke dunia kerja. Kami bekerja sama dengan beberapa perusahaan besar untuk nantinya peserta akan dites di sana, dan kalau lolos akan langsung bekerja di perusahaan tersebut. Standar yang kami gunakan pun sesuai dengan setiap perusahaan tetapkan."

"Semacam BLK?" tanya Rudi memastikan yang diangguki Devi dengan senyum lebar.

"Benar. Setiap tahun kebetulan kami mendapatkan kepercayaan untuk menunjang kreativitas orang-orang yang mungkin kebingungan akan memulai kursus namun terkendala biaya. Pemerintah menggratiskan program ini, bahkan peserta juga ditunjang untuk alat-alat juga buku materi. Plus, peserta mendapatkan konsumsi gratis setiap harinya."

"Wow..." Hanya itu respon yang bisa Rudi keluarkan saat mengetahui hal yang dia pikir mustahil didapatkan. Karena baginya ini sangat membantu orang-orang yang memiliki keterbatasan biaya, minim keterampilan dan pengalaman, namun menginginkan pekerjaan. "Ibaratnya mereka hanya perlu menyiapkan kesiapan untuk kesungguhan belajar ya."

Retas dalam HempasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang