23

138 29 9
                                    


Dua puluh tiga

Wulan mengetahui sebab-akibat itu ada. Wulan juga paham, kinerja hal tersebut bagaimana. Namun yang tidak dia pahami, bagaimana seseorang bisa menyalahkan orang lain untuk sesuatu yang konon disebabkan --yang dia yakini--  secara tidak langsung, tanpa kontribusi sepenuhnya, lalu meminta pertanggungjawaban setelah melakukan hal yang sama sekali --sekali lagi dia yakini-- tidak dilakukan?

Bagaimana kinerjanya?

Maksud Wulan, dia yakin Rudi tidak melakukan hal itu --bukan semata karena suaminya, hanya saja, dikarenakan Rudi tidak melanjutkan perkenalan, lalu entah pada siapa Kirana berhubungan begitu ada hasil, masa Rudi yang ditodong pertanggung jawaban? Membawa alasan 'penyebabnya Rudi' pula. Wulan sampai sekarang belum bisa menghubungkannya.

"Aku tidak mengerti."

Sore hari, di depan TV yang menyalakan acara yang tidak sepenuhnya didengarkan mereka. Diterpa hangatnya cahaya matahari yang hendak kembali ke peraduannya. Keduanya berbaring sembari berpelukan dalam diam. Mencerna apa yang terjadi tadi siang.

Acara makan siang di rumah Vera berakhir kacau begitu jeritan Kinara akan pengakuan adiknya. Pun Vera yang tak menyangka dan hendak menodong Rudi dengan berbagai pertanyaan yang langsung Wulan hentikan dengan alasan ingin berbicara lebih dulu pada suaminya.

Mereka masih tak menyangka tentu saja. Terlebih Kinara yang menyeru seperti orang kesetanan karena sama sekali tidak mengetahui apa-apa.

"Kenapa?" tanya Rudi pelan. Memiringkan tubuh agar lebih jelas memperhatikan raut wajah Wulan yang sejak pulang hanya diam tanpa mengeluarkan sepatah perkataan. Perempuan itu dengan cepat membersihkan diri, melaksanakan solat yang cukup lama, lalu menidurkan diri di depan televisi yang menyala. Masih tanpa sepatah kata, saat terbangun Wulan kembali mengulang hal serupa dan lantas menghampirinya yang lebih dulu duduk di depan televisi yang menyala.

"Alasan mbak Kirana bertindak demikian apa," ujarnya berterus terang. Karena sampai sekarang, setelah memikirkannya berulang-ulang masih tetap tidak dia temukan alasan mendasar.

Masa orang hamil di luar nikah gak malu koar-koar? Meminta pertanggungjawaban suami orang pula.

"Aku juga heran. Sejak pulang kamu hanya diam tanpa mengkonfrontasiku, menodongku dengan banyak pertanyaan apalagi pembenaran. Kamu diam, beribadah, lalu berdoa lama, terus mandi. Dua kali pula. Kenapa kamu tidak melakukannya?" tanya Rudi pelan menatap teduh perempuan yang perlahan namun pasti sudah memenuhi hatinya kini. Demi apapun dia sudah menyiapkan banyak pembuktian untuk dia paparkan kalau-kalau Wulan percaya dengan bualan yang Kirana lontarkan.

Dia juga siap membela diri mati-matian saat dituding melakukan tindakan tercela yang bahkan seumur hidupnya dia bertindak sehati-hati mungkin agar tidak melakukannya. Lalu, saat ada yang baik dan benar untuk menyalurkan hasratnya, mengapa pula dia harus menodai prinsip yang sudah puluhan tahun dipegangnya hanya untuk Kirana?

Sama saja Kirana memandangnya rendah tak memiliki harga diri sudah mencampuri perempuan yang bukan haknya.

"Karena aku percaya, Mas gak akan melakukannya."

Rudi terdiam. Jawaban penuh keyakinan tentu membawa keharuan yang membuncah di dadanya. Sebegitu percayanya Wulan yang tanpa perlu diyakinkan sudah meyakini jika dia tak mungkin melakukan tindakan serendah itu.

Wulan mendongak. Memberikan atensi penuh pada pria yang begitu berharga di hidupnya. Entah sejak kapan, yang pasti rasa untuk memiliki Rudi sepenuhnya untuknya perlahan menghinggapi pikiran juga hatinya. Bilang saja dia serakah juga tamak karena tidak akan membiarkan siapapun merusak harapannya itu, termasuk kakak kandung Rudi sendiri.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 6 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Retas dalam HempasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang