sembilan

181 27 9
                                    


"Mas! Apa yang kamu lakukan!!!" Wulan berseru kencang, kepalanya menoleh ke kanan dan kiri berharap ada seseorang yang melintasi jalan di tengah ladang ini.

"Halah, jangan munafik lah, Lan. Kamu pasti sudah pernah kan sama tunangan kotamu itu?"

Wulan, yang masih terkejut dengan semua yang terjadi, sekuat tenaga menyeret kakinya agar terus menjauh dari jangkauan lelaki yang kini masih terus mengejarnya. Dia meyakini seratus persen bila lelaki itu saat ini tengah dikuasai minuman beralkohol.

"Mas! Sadar!" Masih sambil terus berlari, Wulan berseru dengan suara serak ketakutan.

"Lan!"

Wulan masih terus berlari, hingga akhirnya dia sampai pada pinggiran sungai yang airnya mengalir begitu derasnya. Meski hidup di desa, Wulan benar-benar tidak tahu bagaimana caranya berenang. Perempuan ini memilih mencuci pakaian alih-alih menghabiskan waktu bermain air dengan kawan-kawan. Pikirannya buyar, di belakang, lelaki itu masih terus mengejarnya dan dari suara yang terdengar lebih keras, sudah pasti dia sudah mendekat.

Dengan air mata berderai, Wulan menangisi nasibnya yang begitu menyedihkan ini. Bagaimana ini? Melemparkan diri pada aliran sungai dan kemungkinan besar dia tak selamat, atau...

Wulan menggeleng. Tak sudi tubuhnya dijamah barang seinci pun oleh tangan kotor lelaki itu.

Ya Tuhan...bagaimana bisa seperti ini?

Wulan masih terus menangis, ia kebingungan, berharap ada seseorang yang bisa menolongnya saat ini meski itu sebuah kemustahilan. Siapa gerangan yang berani melewati ladang di waktu hampir petang?

"Mau lari kemana, ha? Sudahlah, Lan, sudah saatnya kamu praktekan apa yang sudah kamu lakukan sama lelaki kota itu."

"Gila kamu, Mas!!!"

Wulan berjalan mundur, tangannya meraba-raba ranting pohon agar dia tidak terpeleset masuk ke sungai. Di kesempatan itu, lelaki yang matanya tampak memerah pun dengan wajahnya yang tak kalah merahnya, masih terus merangsek seperti layaknya serigala mengintimidasi mangsanya.

"Siapa yang mulai, ha? Siapa yang bikin aku gila seperti ini!!! Kamu, Wulan!!!"

"MAS!!!"

Wulan berseru ketakutan menyembunyikan tangannya yang hampir tersentuh oleh gapaian tangan si lelaki yang terus mendekati.

"Mas... Sadar, aku ini adikmu!!!" Wulan berseru disisa suaranya yang tercekat.

"Persetan!!! Gak pernah sekalipun aku melihatmu sebagaimana kakak pada adiknya!!!"

"Gila kamu, Mas!"

Sakit. Hati Wulan kian terasa sakit melihat orang terdekatnya--meski tak pernah berlaku baik padanya-- melakukan hal segila dan sebejat ini. Tak apa bila dia dibenci, tapi apakah pantas diperlakukan seperti ini?

Ditatap sedemikian nafsunya, lebih baik dia mendapat tatapan kebencian yang selalu dilayangkan. Dia lebih bisa menerimanya daripada seperti sekarang.

"Ingat, Mas, aku adikmu suka tidak suka, kenyatannya kita bersaudara!!!"

Sudah. Belakangnya saat ini benar-benar aliran sungai yang airnya berkecipak menandakan berapa deras dan banyaknya debit air yang dialirkan. Ya Tuhan...untuk kali ini saja, dia membutuhkan pertolongan. Saat ini saja, Tuhan...

Wulan masih terus berusaha menghindar sembari merapalkan doa meminta keajaiban datang kepadanya. Meski lagi-lagi dia skeptis akankah kali ini doanya didengarkan atau tidak. Pasalnya tak ada satupun dari doa yang dilangitkan mendapatkan wujud kenyataan. Semuanya berkebalikan.

Retas dalam HempasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang