"Kridhaning ati ora bisa mbedhah kuthaning phesti."
ꦩꦱ꧀ꦤꦠꦭꦤ꧀ꦏꦸꦠꦺꦴꦠꦸꦧꦤ꧀Deru napas cowok bersnelli lengan pendek itu tersenggal-senggal tepat setelah matanya terbuka. Badannya terasa panas dingin, serta jantungnya yang juga berdegup kencang.
Bayangan tentang kematian dirinya sendiri serta kesedihan orang-orang yang menyayanginya masih sangat terngiang di kepala cowok itu. Seperti, semua baru saja terjadi.
"Nata, sadar le!"
"Istighfar, Le..."
Suara orang-orang disekitar Nata, pelan-pelan mulai menusuk indera pendengarannya. Membuat cowok itu perlahan tersadar dengan kondisinya saat ini.
"Sadar opo masih kesurupan kui?" tanya Haesa. Cowok yang memang sudah sejak tadi berada di samping Nata itu terus memperhatikan semua gerak-gerik sahabatnya.
Tadi, sekitar pukul enam pagi tepat setelah mengantar Lestari pulang. Mbok Sri, asisten rumah tangga Nata tiba-tiba menghubungi Haesa. Mbok Sri awalnya hanya mengatakan jika Nata sakit, dan meminta untuk dijemput di rumah sakit. Namun, sesampainya di rumah, kondisi Nata malah semakin aneh. Cowok itu menggerang, berteriak tidak jelas, tertawa seperti kunti, bahkan mengesot seperti suster ngesot. Mbok Sri dan Haesa yang bingung harus berbuat apa, akhirnya memutuskan untuk meminta bantuan sepuluh dukun serta sepuluh Ustadz yang berada di desa setempat.
Seorang dukun dengan batu akik di lima jarinya, kembali menyentuh dahi Nata setelah melihat pergerakan yang ditunjukkan oleh Nata. Mantra demi mantra kembali dirinya ucapkan, berharap semoga Nata segera sadar. Saat ini, orang-orang menduga Nata tengah kesurupan.
Nata yang kesadarannya telah kembali pun tampak kebingungan melihat tingkah sang dukun. Saat hendak menyingkirkan tangan dukun tersebut dari dahinya, dua Ustadz tiba-tiba mendekat, dan langsung memegangi kedua tangan Nata. Membuat cowok itu kesulitan bergerak.
"Memberontak lagi, Pak!" ucap Haesa, yang dengan sigap langsung membantu memegangi kedua kaki Nata. Wajah cowok itu terlihat sangat panik juga khawatir. Untuk pertama kalinya, Haesa melihat seorang Nata seperti ini.
Nata memejamkan kedua matanya saat kepalanya terasa sakit karena kencangnya pegangan dukun tersebut pada dahinya. Cowok itu ingin melawan, namun tenaganya tidak cukup kuat untuk menghadapi banyaknya orang yang memeganginya.
Seorang dukun berambut panjang, tiba-tiba menerobos masuk ke kamar Nata. Dukun itu membawa beberapa tangkai daun kelor.
Daun kelor adalah jenis tanaman tropis yang sangat mudah dikenali dari ukuran daunnya yang kecil. Tidak hanya itu, pohon kelor juga sangat mudah bertumbuh pada tanah yang bisa dikatakan tidak terlalu subur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mas Nata lan Kuto Tuban
Teen Fiction"Mas Nata mileh kuntilanak opo aku?" teriak Ivena. Perempuan dengan daster abu-abu itu berdiri berkacak pinggang di depan makam. Menunggu suaminya memunculkan batang hidungnya. Gimana sih rasanya punya suami yang suka cari setan? bukan nyembah setan...