***
"Ck! Tidak Ibu, tidak anak, kenapa kalian suka sekali menguji kesabaranku?!"
Melihat istrinya datang, Arwan mendorong jalang yang berjongkok dengan kewanitaan jalang itu tepat di depan wajahnya, dia juga mendorong jalang yang sejak tadi bergerak memuaskan miliknya. Dengan tubuh telanjang, Arwan berjalan mendekati Lethia yang ingin mendekati anak sulungnya. "Berhenti di sana, Lethia! Jangan sesekali kau mendekati jalang kecil itu!"
Lethia ketakutan, dia tak berani bergerak sedikit pun jika Arwan sudah mengancam. Dia hanya bisa menatap putri sulungnya dengan penuh rasa bersalah, "Arwan, jangan sakiti, Audrey. Ingat! Dia anak kita!"
Arwan meludah, "Aku tak pernah memiliki anak yang suka memberontak!" Pria itu mencengkeram dagu Audrey tepat di depan mata Lethia yang menggeleng dengan air mata semakin deras turun. Dengan kasar, Arwan menarik vibrator yang dia jadikan hukuman karena putrinya berani memberontak.
Melempar alat itu tepat ke depan kaki Lethia yang tubuhnya kian gemetar hebat, "Jangan, Arwan! Jangan lakukan apa pun pada putriku!!" Jerit Lethia histeris, saat Arwan mulai melakukan hal bejat pada putrinya sendiri.
Dari luar, mendengar jeritan Lethia, Asraea mengerutkan kening. Bergegas dia menaiki tangga, masuk ke dalam sebuah kamar dengan mata memelotot saat melihat Arwan dengan bangsatnya, menyetubuhi anak kandungnya sendiri. Asraea kira, hanya sekedar kasar seperti suka menampar atau menjambak, tak menyangka jika Arwan juga bersikap bangsat pada anaknya sendiri.
Tak ingin aksinya membuat seseorang yang tak bersalah trauma, Asraea memukul tengkuk leher Lethia hingga jatuh pingsan. Melihat istrinya pingsan, Arwan tak peduli sama sekali, dia juga tidak peduli aksinya di tonton pelayan baru. Tapi Asraea tak berhenti sampai di sana, dia mendapat kesempatan saat sadar jika Audrey telah pingsan sejak sebelum melihat Ibunya jatuh pingsan.
Kasihan sekali, gadis belia itu pasti mengalami trauma besar sampai pingsan dengan mudah.
Jengkel sebab Arwan tak kunjung berhenti menggagahi meski anaknya sudah pingsan, Asraea pun memukul tengkuknya hingga jatuh pingsan. Tatapannya beralih pada dua jalang yang gemetar ketakutan, "Aku tak pernah melukai sesama wanita. Pergi!"
Kedua jalang itu terbirit-birit pergi, takut membuat masalah dengan Asraea yang terlihat bengis. Asraea sendiri menekan sekali penyuara di telinganya, "Jacob, bawa targetku kali ini ke pelataran gedung Eye Plucker."
"Saya langsung ke atas, Nona."
Asraea menarik rambut palsu, melepas segala aksesoris sebelum keluar kamar bertepatan dengan kedatangan Jacob. Jacob dengan anak buah Asraea yang lainnya, selalu siaga di sekeliling tempat liburan sang Nona untuk antisipasi panggilan darurat seperti saat ini. "Jacob, di kamar lain ada bayi, bawa bayi itu, wanita ini, dan gadis belia itu ke rumah sakit."
"Baik, Nona!"
Kakinya melangkah pergi tapi kembali berhenti, "Bawa pelayan atas nama Erecta ke rumah sakit. Berikan ketiganya pengobatan medis fisik juga mental,"
"Akan saya lakukan, Nona."
Asraea mengangguk puas, gadis itu pun pergi meninggalkan kamar. Sebelum keluar pintu utama, Esmee bersama pengacara Higo membantunya dengan tugas masing-masing. Esmee memakaikan baju hangat ditubuhnya, pengacara Higo memasangkan topi juga memberikan kaca mata hitam.
Setelah aman, barulah Asraea keluar rumah dan masuk ke dalam mobil mewah yang sudah menunggu. Mobil-mobil mewah itu melaju meninggalkan tempat liburan sang Nona yang teramat langka. Di mana-mana, liburan ke pantai atau ke tempat wisata yang indah, Asraea malah uji adrenalin.
Dalam perjalanan, Asraea mengatakan. "Bakar rumah itu, katakan karena korsleting listrik, belikan rumah baru yang sama besar, katakan juga rumah itu kompensasi dari pemadam kebakaran yang terlambat datang."
"Baik, akan saya lakukan, Nona."
"Ingat, Esmee, jangan membawa namaku."
"Akan saya lakukan, Nona."
***
"Putriku! Putriku!"
Dokter dan perawat ditugaskan secara khusus untuk menjaga 24 jam di ruangan ketiga pasien yang di bawa orang-orang yang bekerja untuk keluarga Asvaldr terutama sang Nona muda, mereka berjalan mendekat, berbagi tugas ada yang memeriksa infus dan lain sebagainya.
"Bu Lethia, harap tenang, putri Anda baik-baik saja dan dalam masa perawatan Dokter spesialis kesehatan mental."
Lethia menatap Dokter, matanya memerah mengingat apa yang Ashvin lakukan pada putri mereka. "Anak saya, Dok. Anak saya,"
"Anda harus tenang, anak Anda akan baik-baik saja jika Ibunya bisa melawan trauma. Setelah ini, akan ada Dokter kejiwaan yang membantu Anda sehat kembali."
"Dok, saya mau melihat anak saya."
"Nanti ya, Bu."
Di ruangan lain, Audrey menatap kosong langit-langit ruang rawatnya. Dia tak angkat suara sedikit pun saat semua Dokter mencoba mengajaknya bicara, pada akhirnya, Audrey di tinggal sendiri, memberi kesempatan untuk gadis belia itu merenungi segalanya. Tetap di awasi dari kamera pengawas, takut jika Audrey berakhir nekat.
"Papa jahat," Audrey menyentuhnya lengannya yang banyak bekas gigitan tapi kini di perban. Audrey selalu menggigit tangannya sendiri, menahan segala suara kesakitan atau suara sialan yang memaksa dia ucapakan. Semua hal bejat yang Arwan lakukan padanya terjadi sejak Lethia di penjara.
"Aku sakit, Mama tolong." Dia melirih, sampai pandangannya beralih ke arah pintu yang terbuka. Melihat siapa yang datang, tubuhnya gemetar hebat. "O-om,"
Pria yang baru datang itu menyeringai ke arah Audrey yang memaksakan diri untuk duduk, dia ketakutan. "Tolong─" belum selesai berteriak, mulutnya sudah lebih dulu di bekap dengan tangan pria itu.
"Jangan banyak berteriak, kau nakal sekali, apa kau tahu? Karena kenakalanmu, rumah yang harusnya menjadi memilikku sekarang hangus terbakar!! Jangan berteriak!"
Audrey yang takut hanya bisa mengangguk, perempuan itu menatap sang Paman dengan air mata yang kembali menetes. "O-om, jangan lakukan apa pun padaku ...."
"Kau percaya aku datang dan tak melakukan apa pun?"
Wajah Audrey berubah pias, "O-om?"
"Basuh wajahmu! Jangan pasang wajah buruk itu! Ikut aku dan katakan pada semua pihak medis jika kau sendiri yang ingin pulang bersamaku!"
Audrey gemetar ketakutan, tak ada pilihan lain selain mengangguk dan ikut sang Paman meninggalkan rumah sakit. Dalam hati dia menangis, ingin sekali bertemu dengan Ibunya dan mengajak Ibunya untuk meninggalkan negara penuh kenangan buruk ini saja. Audrey sungguh tak sanggup.
Dihadapkan dengan Papanya dan sekarang dengan Pamannya, Audrey ingin mati saja rasanya.
Mama, tolong Audrey.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Asraea Thalassa
RomantikMengubah status sebagai simpanan sang pewaris membuat hidup Asraea yang penuh liburan semakin tak beraturan. Alih-alih melanjutkan hobi sebagai Eye Plucker─ Pembunuh berdarah dingin yang hanya mencabut mata korbannya, dia malah mencoba hobi samping...