#AllopediaOneDayOneChapter day 8
<><><>"Rumah gak selalu berbentuk bangunan, karena gak semua orang bisa ngerasain kenyamanan dan kebahagiaan dalam sebuah bangunan yang sering disebut sebagai tempat pulang itu."
<><><>
Lian pulang dengan keadaan kacau. Bukan hanya penampilannya saja yang kacau, pikiran dan suasana hatinya juga ikut berantakan membuat remaja berusia tujuh belas tahun itu semakin mengacak rambutnya frustasi.
Baru saja beberapa waktu lalu ia mendapat kabar dari rumah sakit jiwa bahwa Brian, sang sahabat semakin menjadi. Lalu ia mendapat kabar tak mengenakkan lagi dari gadisnya dan saat ia pulang ke rumah pun ia semakin dibuat tak karuan oleh sikap sang ayah yang dengan seenaknya membawa seorang wanita yang sama sekali tak ia kenali.
Saat berpapasan dengan sang ayah juga wanita itu, Lian tak bersuara hanya saja ia menatap keduanya dengan tatapan merendahkan.
Ditatap seperti itu sang wanita terlihat sedikit risih dan tak suka.
"Siapa dia mas?"
Lian menggertakkan giginya kuat, ingin sekali ia berteriak tepat ditelinga wanita itu bahwa Lian adalah bagian dari penghuni rumah tak seperti dirinya yang entah siapa dan apa perannya. Entah sebagai tamu atau justru pengganggu. Tapi Lian masih memiliki etika dan sopan santun terhadap orang yang lebih tua darinya dan ia juga masih menghargai sang ayah, jadi ia mengurungkan niatnya untuk berkata demikian. Sehingga ia memilih untuk tak berkomentar atau berkata sepatah katapun dan melewati keduanya dengan tatapan dingin.
"Dia putraku, maaf jika sikap dinginnya membuatmu kurang nyaman." Jawab Primus dengan ekspresi yang dibuat-buat.
Selama meniti tangga Lian tersenyum sumir, bagaimana ia tak bersikap dingin jika ayahnya membawa wanita lain ke rumah yang jelas-jelas hal itu sangat Lian benci.
Lian benci pada lelaki yang berstatus sebagai ayahnya itu, selain telah banyak memberinya luka dan trauma, Lian juga takut sifat brengsek sang ayah akan menurun padanya. Membuat ia semakin khawatir pada nasib gadisnya nanti, gadis itu sangat butuh banyak perhatian dan kasih sayang. Tapi jika sifat sang ayah sampai menurun padanya, otomatis perhatian dan kasih sayangnya akan terbagi dan terpecah tak hanya untuk satu orang saja.
Lian menggeleng pelan, hal itu tak boleh sampai terjadi. Ia harus tetap menjadi lelaki baik yang selalu ada untuk Belva dan tak boleh mengecewakan gadisnya.
Lian menatap pantulan wajahnya dari cermin, wajah datar dengan mata tajam dan sinisnya sangat tak kontras dengan suasana hatinya.
Ia kembali memikirkan nasib Belva, kenapa gadis itu harus mengalami hal serupa dengannya. Walaupun beribu kali gadis itu mengatakan dirinya baik-baik saja, tapi Lian tahu betul. Perselisihan orang tua akan selalu membuat anak merasa trauma dan tak punya ruang untuk mengekspresikan diri serta berbicara yang sesungguh tentang apa yang ia rasakan, apalagi sebuah perceraian akan membuat anak semakin terluka dan kehilangan kepercayaan. Bukan hanya pada orang lain, tapi pada dirinya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Far From Home [END] ✓
Teen Fiction"Kenapa ya, kok aku ngerasa kita semakin jauh dari rumah." "Terus kamu anggap aku ini apa?" "Kamu manusia, Li. Bukan bangunan, jadi mana bisa aku anggap kamu sebagai rumah." "Rumah gak selalu berbentuk bangunan, Bel. Buktinya aja aku udah anggap kam...