[End] 16. Ending For A Chance

6 2 0
                                    


Nathan, Aria, Dierga, dan Rachel duduk di daerah kanan pengadilan. Menunggu sidang ini akan dimulai. Para hakim datang, semua orang bangkit menyambut para hakim tiba. Apalagi Aria yang sangat senang melihat para politik dan hukum disini. Impiannya adalah menjadi jaksa.

"Terdakwa! Apa anda mengakui semua tuduhan?" tanya hakim tersebut.

"Tidak Yang Mulia." bantah Frans menatap sinis mereka bertiga yang sedang tersenyum licik kearahnya.

"Apa anda yakin membantah hal tersebut terdakwa? Sudah terdapat banyak bukti anda melakukan hal tercela. Bagi para korban itu adalah mimpi buruk mereka." jelas jaksa tersebut mencaci maki Frans.

"Saya—"

"Izin menyanggah Yang Mulia. Terdakwa memiliki penyakit psikologis. Dia di rumah selalu disuruh oleh Ayahnya untuk menjadi nomer 1 diseluruh pelajaran. Karena ia selalu kalah dari Nathan. Maka dari itu Frans melampiaskan amarahnya ke Nathan. Terdakwa juga terkena kekerasan yang dilakukan oleh Abraham" jelas pengacara Frans.

"Gila. Bokap dan anak saling menyerang" ujar Aria tidak menyangka. "Mereka semua udah putus asa itu" sahut Rachel melipat kedua tangannya.

"Dengan ini, terdakwa Frans Al Sisbasico dipidana Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan, melakukan kekerasan terhadap orang, serta mengancam orang dengan pidana paling lama 7 tahun atau pidana denda paling banyak 700 juta rupiah"

Semua orang bertepuk tangan karena ini sesuai yang diinginkan oleh mereka. Istirahat pun tiba, semua orang keluar dari ruang pengadilan untuk mencari makan.

"WOHOO!!" semua orang yang menonton sidang bersama-sama warga lainnya di billboard gedung Walikota Jakarta. Sungguh melegakan keadilan di Indonesia kembali meningkat.

"Silahkan duduk."

"Apakah anda mengakui jika anda sudah membunuh Nicholas dan Lisa?" tanya sang jaksa menatap Abraham.

"Apakah anda mempunyai buktinya?"

"Yang Mulia. Izinkan saya memanggil saksi" pinta jaksa tersebut. "Ya silahkan,"

"Saya Nathan" ujar Nathan memperkenalkan diri.

"Apa hubungan anda dengan terdakwa?"

"Orang tua saya adalah karyawannya terdakwa." jelas Nathan membuat Abraham menyeringai.

"Mengapa anda sangat yakin bahwa terdakwa yang sudah membunuh orang tua anda?"

"Waktu itu, memang saya dirawat di rumah sakit. Tetapi pihak rumah sakit memberitahukan kepada Hugo. Karena Hugo yang menjaga saya ketika saya sakit. Disaat itu, terdakwa mempunyai rencana. Terdakwa menelfon Ayah saya, bilang kalau saya sekarat dan lagi di operasi. Dari situ memang orang tua saya langsung panik dan mengebut menuju rumah sakit. Ternyata terdakwa pergi menghampiri orang tua saya, dan menabraknya dengan mobil pribadi terdakwa. Setelah saya mengetahui kebenaran ini, saya mencari tahu lebih dalam alasan terdakwa ingin membunuh orang tua saya."

"Terdakwa melakukan penggelapan uang, orang tua saya yang mengetahui itu langsung mengasih nasihat kepada terdakwa untuk mengembalikan uang-uang tersebut kepada pihak yang terkait, karena orang tua saya masih peduli dengan terdakwa. Keesokan harinya, terdakwa semakin menjadi-jadi. Ia memiliki strategi baru untuk menaikkan pendapatan perusahaan. Disaat itu orang tua saya menentang hebat, tetapi semua karyawan terpaksa menyetujui ide terdakwa. Jika tidak, mereka semua akan dipecat."

"Saksi. Tentang gagasan anda yang mereka semua akan dipecat. Bukankah itu lebih baik? Terdakwa yang akan sengsara karena sifat buruknya akan dibongkar oleh mantan karyawan tersebut?" tanya sang pengacara.

"Itu masuk akal. Tetapi saya menemukan hal lain lagi. Bahwa terdakwa mengancam keluarga mereka, jika tidak terdakwa akan mempersulit masa depan anak mereka atau suami bahkan istri yang sedanh bekerja di tempat lain" jelas Nathan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 13 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

A ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang