Aku double up!
"Papa capek banget ya? Bian aja yang nyetir pa," usul Bian ketika keluar dari sebuah restoran setelah ia membawa dua orang yang ia kagumi dan cintai itu ke tempat mereka mengawali kehidupan bersama.
Ia sempat mencari lokasi ini sebelumnya setelah melihat album keluarga di kamar mamanya.
"Gak usah Bi, kamu kan yang punya acara masa papa suruh nyetir."
"Biar papa mama enak-enak berduaan di belakang."
"Ya udah, mama aja yang duduk di depan," sahut Zeyna membuat Bian mendelik.
"Loh, kok gitu sih?!"
"Ya kan biar enak berduaan, udah ah, ayo masuk."
Bian menghela napas memilih mengalah, ia duduk dibangku tengah. Reigan ikut masuk dibelakang kemudi, jas navy-nya ia sampirkan di belakang.
Mobil yang dikendarai Reigan menembus jalanan kota yang masih ramai dengan pengendara lain, Bian menatap gedung-gedung tinggi dengan lampu menyilaukan membuat malam dingin terlihat lebih gemerlap.
"Udah nemu Bi?" Tanya Reigan memecah keheningan.
Mengerti arah pembicaraan, Bian menggeleng, "belum pa, terakhir ditolak lagi gara-gara kuota rekrutment-nya udah penuh, terus ngapain taruh web loker kalo gitu," jawabnya bersungut-sungut.
Zeyna tertawa, "mama kemarin sempat bicara sama om kamu, katanya dia lagi butuh karyawan tuh, kamu mau?"
"Om Rakha?" Zeyna mengangguk.
Bian menghela napas, "nanti Bian coba tanya lagi deh."
Reigan tersenyum, "inget ya, kamu harus jaga diri kamu sendiri, jangan sampai memforsir tubuh yang bisa menyebabkan stres."
"Bian udah stres pa, jadi aman kontrolnya."
"Hus, omongannya gak pernah difilter," sela Zeyna.
"Intinya, berusaha keras itu boleh, boleh banget malah. Yang gak boleh itu saat memaksakan sesuatu, karena hal itu gak bakal jadi hal baik buat kamu. Inget nih, berusaha keras sama memaksakan sesuatu itu beda tipis," sambungnya.
"Biarin usaha kamu itu juga dirasakan sama saudara yang lain, itu gunanya saudara, yang dinamakan susah senang bersama. Jangan pernah dipendem sendiri, karena selain menyebabkan kamu menyakiti diri sendiri, kamu tanpa sadar juga menyakiti lingkungan kamu."
Bian terdiam, selama ini ia hanya menunjukkan sifat menjengkelkan pada saudaranya, tapi tidak pernah mengeluhkan suatu hal pada mereka, karena ia hanya melakukannya pada kedua orangtuanya. Bukan bermaksud tidak percaya, tapi memang iya.
Tidak, tidak, ia bahkan sangat memercayai mereka semua, hanya saja ia tidak ingin menambah beban kakaknya ataupun adiknya. Ia pikir lebih baik bercerita pada kedua orangtuanya, terutama pada Zeyna.
Namun tentu saja semua cerita menyedihkan di hidupnya tidak akan diceritakan, ia bercerita jika sudah merasa pikirannya benar-benar terasa akan meledak saat memikirkan suatu masalah.
Ia kembali menatap luar jendela, memandang seberapa sibuk kota ini meski hari sudah malam.
Lampu berwarna merah menyala di depan sana, tapi mobil Reigan tetap tidak menurunkan kecepatan mobil membuat Zeyna yang di sebelahnya menoleh.
"Mas?"
Reigan terlihat kesulitan menghentikan mobil, namun nihil, ia terus melaju membuat mobil lainnya menekan klakson keras, berpikir orang yang di dalam mobil sangat tidak tahu aturan.
Bian yang menyadari mobilnya terus melaju melihat ke arah papanya yang masih berusaha memberhentikan mobil, ia melihat ke belakang, orang-orang di jalur lalu lintas mulai mengendarai kendaraan dengan teratur.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALGARENDRAS
FanfictionMau mampir?? Monggo Bercerita tentang keseharian keluarga Reigan Algarendra dan Zeyna dengan kelima anak mereka yang selalu membuat keduanya mengelus dada, sabar. Butuh beribu-ribu kesabaran bagi mereka mendidik anak yang sudah dewasa namun bersikap...