Serangan tiba-tiba

72 12 2
                                    

Sudah hampir satu bulan salju terus turun, membuat apapun disekitarnya diselimuti salju dan membeku. Hanya ada sedikit aktivitas diluar, sebagian besar orang-orang memilih untuk tetap didalam rumah.

Cuaca yang semakin dingin setiap menitnya membuat banyak pekerjaan diluar terhenti. Kemungkinan besar adalah gagalnya pertanian atau bahkan perkebunan.

Belum ada cara untuk melakukan sesuatu, mencegah adanya kelaparan masal disaat seperti ini. Jikapun keluar dan meminta pada negara tetangga, kemungkinan sangat kecil.

Saat ini Anne tengah berada di balkon, bukan menikmati salju tapi tengah berpikir cara untuk membuat salju ini berhenti turun, jika tidak maka kehidupan akan mati.

Rasa cemas dan khawatir mengingat orang-orang diluar sana yang pasti sangat kesulitan untuk melakukan sesuatu hal, baik pekerjaan ataupun aktivitas lainnya.

"Siapa yang membuat salju ini sebenarnya, musim dingin masih lama. Jika ini ulah Jadis, maka seharusnya ia telah menunjukkan dirinya sendiri, begitupun pengikutnya" gumam Anne.

Edmund datang menghampiri Anne yang terlihat melamun memikirkan suatu hal. Ia lantas menepuk pundak Anne, membuat si empu terkejut.

"Aish Edmund!" kesalnya.

Edmund terkekeh melihat bagaimana reaksi sang kakak ipar. Anne melayangkan sedikit cubitan pada lengan Edmund atas rasa kesalnya.

"Ah maaf mengejutkanmu Anne, dan tolong berhenti mencubitku" pinta Edmund pada Anne.

Anne melepaskan cubitannya dan menatap Edmund penasaran.

"Ada apa kamu kemari?" tanyanya.

"Entah, aku juga tak tahu" jawabnya.

"Ish, kamu buat kesal saja Ed" ucap Anne dengan nada kesal.

Tatapan Anne kembali pada salju-salju yang menyelimuti halaman kastil Telmarine.

"Aku tahu kamu khawatir, aku juga begitu Anne. Berharap bahwa Jadis benar-benar takkan bangkit dan ini bukan ulahnya" kata Edmund.

Anne menoleh ke arah Edmund yang tengah menatap tumpukan salju. Mendengar kata Jadis, membuat bulu kuduknya berdiri. Masih tak percaya bahwa jika ini perbuatannya.

"Kamu masih trauma Ed?" tanya Anne mengingat betapa Edmund dulu sangat membencinya, bahkan membuatnya tak bisa berhenti menyalahkan dirinya sendiri.

"Tidak Anne, seharusnya kamu sudah tahu hal itu. Jika diingat memang akan sakit, tapi itu masa lalu. Yang perlu kita pikirkan adalah masa depan seperti sekarang" ucap Edmund diiringi senyum manisnya.

Anne membalas senyuman Edmund, dia benar yang perlu kita pikirkan adalah masa depan dan apa yang telah terjadi saat ini.

"Bagaimana rasanya bisa kembali lagi ke Narnia Ed? Apa kamu senang?" tanya Anne random.

"Tentu saja senang, begitupun dengan kamu juga kan? Hanya saja aku tak menyangka akan seperti ini" ucap Edmund menunduk.

"Seolah Aslan memang membiarkan kita kembali ke sini untuk melakukan suatu hal yang penting" lanjut Anne.

Edmund dan Anne saling menatap seolah tahu apa yang akan terjadi.

"Perang baru akan dimulai" ucapnya secara bersamaaan.

Tiba-tiba saja Peter datang kehadapan keduanya yang tengah berbicara serius. Pria itu menatap tak suka pada keduanya karena terlihat saling menatap satu sama lain.

"Ekhem"

Baik Anne ataupun Edmund menoleh ke arah sumber suara. Melihat Peter dengan lirikan tajamnya pada keduanya. Cemburu Raja Agung itu agak beda, takut bila adik adalah maut baginya.

It was Love❤ Peter Pevensie Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang