Siapa Sebenarnya Dia?

67 11 3
                                    

Pertarungan antar adik dan kakak hanya demi memperebutkan sebuah tahta yang hanya akan bertahan sementara.

Darah yang bercucuran di dahinya dan bagaimana pengikutnya tewas dihadapannya, memberikan rasa sakit dan perasaan bersalah.

Sebuah cahaya putih terang yang sangat menyilaukan pandangan, sebuah uluran tangan yang ia terima.

Tahu bahwa hidupnya sudah tak lama lagi, harapan yang ia impikan harus terkubur dalam kematiannya.

"Maafkan aku, maafkan diriku yang tak bisa menjaga dan melindungi kalian dengan baik. Maafkan aku karena sudah membuat kalian semua merasa kecewa padaku, tolong....aku sungguh meminta maaf, dan selamat tinggal dunia yang indah... "

Matanya tertutup rapat saat ia menggapai tangan tersebut. Ia tahu bahwa orang tersebut adalah malaikat mautnya yang akan membawanya ke pintu alam barzah.

Dunia indah yang ia lihat kini harus ia lihat dengan kehancuran yang telah diperbuat oleh adiknya sendiri. Tak bisa ia selamatkan banyak orang bahkan dirinya sendiri, tak bisa ia menyadarkan adiknya sendiri dari kegelapan yang menyelimutinya.

"Bangunlah nak, bangunlah"

Dia membuka matanya dan terbangun dihamparan rumput hijau yang asri dan tenang, hanya ada rasa tenang dan kedamaian.

Ia melihat seekor singa yang begitu bedar dihadapannya, menatapnya dengan perasaan bangga. Sang singa tahu bahwa yang dihadapannya telah berusaha keras untuk menjaga dan melindungi rakyatnya sendiri.

"Bangunlah nak, kau telah bekerja sangat keras"

Ia menatap sang singa kebingungan, tak mengerti apa yang dimaksud olehnya. Ia berdiri dan menatapnya secara seksama dan kemudian ia menampilkan raut wajah terkejut.

"As.. Aslan?"

Sang singa terkekeh saat melihat raut wajahnya, tahu betul bahwa ia akan terkejut saat melihatnya.

"Apakah...itu artinya aku berada di negerimu?" tanyanya penasaran.

"Kau benar nak, kamu sekarang berada di negeriku. Aku sudah melihat semuanya, kau sudah bekerja sangat keras dan kau pantas untuk berada di negeriku ini" ucap sang singa Aslan.

Raut wajahnya mulai memancarkan kesedihan, tahu bahwa dirinya sudah mati. Ia tak bisa melindungi para rakyatnya dengan baik, tak bisa berbuat apa-apa untuk mengembalikan semuanya. Tak bisa menyadarkan sang adik dari tipu daya kegelapan dan kejahatan.

Ia merasa sangat gagal.

"Aku tahu apa yang kau rasakan saat ini. Aku akan memberimu satu buah kesempatan lagi" ucap Aslan.

"Kesempatan?" tanyanya.

"Aku akan memberimu satu kali kesempatan untuk hidup dan kembali ke sana, bimbinglah para Raja dan Ratu Narnia untuk menuntaskan ramalan, mencegah yang buruk terjadi pada dunia itu. Dan lindungilah para rakyat yang tidak bersalah, berikan lebih banyak kebaikan dan cinta" ucap sang singa padanya.

Ia terlihat berpikir sebentar atas sebuah kesempatan yang akan diberikan kepadanya. Ia hanya harus membimbing Raja dan Ratu Narnia, tapi ia tidak tahu siapa Raja dan Ratu Narnia ini. Apakah yang datang dari masa lalu ataukah yang datang dari masa depan nanti.

Jika dipikir kembali, ia bisa membuat sang adik kembali padanya, memberi apa yang diinginkannya dan mungkin menghentikan perang terjadi.

"Apakah aku benar-benar akan kembali ke sana, Aslan?"

It was Love❤ Peter Pevensie Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang