Part 3

526 47 2
                                    

Rui memasuki rumah dengan langkah lebar, matanya memerah dengan air mata yang mengalir membasahi wajahnya. Di belakangnya ada Hongyi yang mengikuti sambil menenteng barang-barang bawaan Rui.

Mama yang baru saja keluar dari arah dapur kebingungan melihat putranya menangis. Wanita itu langsung berlari dan meraih tangan Rui.

"Rui, kamu kenapa sayang?" tanyanya khawatir.

Rui memeluk sang mama dan berkata, "Rui gak suka sama mereka, ada teman papa yang bilang kalau Rui gak guna dan ngehina hubungan Rui sama Hongyi. Terus sebelum Papa datang mereka ketawain Rui yang dateng sama Hongyi."

Anak itu bercerita sambil menangis, Mama mengelus punggung putranya dengan lembut. Dia paham apa yang Rui rasakan. Anaknya yang ini memang sangat mudah menangis jika ada yang menghina sesuatu yang sedang dia lakukan atau jalani.

"Ssstt udah tenang ya, mama paham apa yang kamu rasain. Nanti mama bilang ke papa buat gak nyuruh Rui ketemu orang-orang tadi lagi."

Mama melonggarkan sedikit pelukannya, kemudian menghapus air mata yang masih mengalir di wajah anak tengahnya itu.

"Ini udah jam 3, kamu istirahat dulu ya sama Hongyi."

Rui menoleh pada Hongyi dan memberi isyarat untuk mengikutinya naik ke lantai atas. Hongyi menurut dan berjalan menuju tangga. Tapi dia terlebih dahulu berhenti karena Mama menahan tangannya.

"Rui emang gitu, dia bakalan selalu nangis kalau habis di katain sama orang. Mama harap kamu gak terganggu ya sama hal ini." ucap Mama tak enak, takut-takut Hongyi tidak nyaman dengan sifat anaknya yang gampang menangis di waktu-waktu tertentu.

Hongyi menggeleng sambil tersenyum, "nggak kok ma, tenang aja. Hongyi bakalan jagain Rui dari mulut jahat orang-orang."

Mama menepuk-nepuk pundak Hongyi, "mama senang dengarnya, mama titip anak mama itu ya."

"Iya ma, kalau gitu Hongyi na -"

"LI HHONGYIIII HURRY UP!"

Suara teriakan Rui memotong ucapan Hongyi, dari lantai atas dia menatap Hongyi dengan tajam. Hongyi segera berlari menaiki tangga menuju Rui yang sudah menunggunya di ujung tangga.

Saat sampai di ujung tangga, Rui menarik barang-barang miliknya dari tangan Hongyi. Lalu berlari masuk ke dalam kamarnya, lagi-lagi meninggalkan Hongyi.

Hongyi segera menyusul Rui masuk kamar. Matanya menelusuri kamar berwarna terang itu, kamarnya luas dengan ranjang besar yang ada di tengah-tengah. Ada juga rak buku yang ada di dekat ranjang, kemudian sofa di dekat pintu balkon, meja kerja dan sebuah nakas. Hongyi juga melihat dua pintu lain yang kemungkinan kamar mandi dan ruang ganti sekaligus lemari barang-barang.

"Hongyi, lo jangan ketawain gue yang nangis barusan. Gue emang gini dari dulu, gue gak suka sama orang yang remehin gue dan ketawain gue."

Kini Hongyi memusatkan perhatiannya pada Rui yang duduk di meja kerjanya sambil menatapnya. Matanya masih terlihat memerah efek menangis.

Hongyi berjalan mendekat pada Rui, dan mengurung tubuh Rui di antara lengannya yang bertumpu di kedua sisi kursi. Rui mengerjapkan matanya penuh keterkejutan karena gerakan Hongyi yang tiba-tiba.

"Gue gak akan biarin siapapun ketawain lo lagi, gue gak akan biarin orang-orang buat lo nangis karena perkataan mereka." ucap Hongyi lalu menunduk dan mengecup keningnya lama.

Rui terdiam kaku dengan wajah yang perlahan memerah, hingga telinganya juga ikut memerah. Bahkan saat Hongyi menjauhkan wajahnya dia masih terdiam.

"Gemes banget sih?" Hongyi kembali memberikan kecupan, kali ini di pipi Rui. Yang semakin membuat si pemilik wajah memerah di tempatnya.

Tiba-tiba NikahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang