Part 6

405 40 2
                                    

"Hari ini pulang jam berapa, kak?"

Aimi mengangkat kepalanya dan menengok pada Rui di kursi depan, "pulangnya jam stengah 6 om. Aku ada ekskul PMR makanya pulang lebih lama."

Sekarang mereka tengah dalam perjalanan menuju sekolah Aimi. Dengan Hongyi yang menyetir dan Rui duduk di sampingnya.

"Okay, nanti dijemput lagi ya kaya kemarin. Kalau udah selesai langsung telepon."

"Siap om, nanti aku telepon kalau udah mau selesai."

Hongyi membelokkan mobilnya dan berhenti tepat di depan pintu gerbang. Pria itu keluar bersamaan dengan Rui dan menunggu Aimi keluar. Rui meraih tas kecil berisi makanan yang telah dia siapkan subuh tadi untuk Aimi.

Aimi keluar dari mobil dan memeluk Rui sebelum meraih tas yang Rui berikan. Anak itu memberikan senyuman terbaiknya pada dua orang yang sudah menjaganya selama seminggu ini. Mereka benar-benar perhatian padanya, bahkan rela bolak-balik demi mengantar-jemput tiap hari.

"Makasih bekalnya ya om, aku pasti habisin."

Rui mengusap pipi Aimi dan melirik Hongyi, "om masaknya di bantuin om yiyi, pasti enak."

"Kalau gitu aku masuk dulu ya, byeee semangat kerjanya!"

Aimi berjalan masuk ke dalam sekolah, anak itu berhenti dan membalikan badannya lalu melambaikan tangannya. Rui rasanya gemas melihat keponakannya yang sudah SMA itu. Semakin gemas dengan balutan jaket yang dikenakannya.

Tapi Rui dibuat keheranan saat melihat seseorang menahan Aimi dan menarik tasnya dengan kasar. Rui hendak melangkah masuk tapi dihentikan oleh deringan ponselnya.

Sebuah pesan dari Lin yang memberitahukan bahwa rapat akan dimulai dalam sejam lagi. Rui mengurungkan niatnya untuk masuk, mengabaikan perasaannya yang khawatir pada Aimi.

"Rui, ayo kita berangkat sekarang."

Hongyi meraih tangan Rui dan membawanya masuk ke dalam mobil. Setelah itu mereka meninggalkan area sekolah Aimi. Perasaan Rui semakin tak tenang karena memikirkan kejadian di depan matanya tadi.

Bahkan ketika sampai di kantor pun dia masih tetap memikirkan Aimi. Saat memasuki ruang rapat, dia nyaris saja menabrak seorang karyawan.

Lin mendekat pada Rui dan membantunya untuk duduk, "ada apa, kak?" bisiknya pelan.

"Gapapa cuman kepikiran Aimi."

Gadis itu menepuk-nepuk pundak bosnya, "sekarang fokus dulu ya kak, nanti selesai rapat baru telepon Aimi."

Tak lama rapat dimulai, dan selama rapat Rui berusaha fokus pada apa yang menjadi pembahasan mereka hari ini. Meskipun kadang-kadang dia tidak bisa berhenti memikirkan Aimi.

2 jam kemudian Rui akhirnya bisa sedikit bernafas lega karena dapat telah selesai. Dia buru-buru keluar dari ruangan menuju lift untuk kembali ke ruangannya. Rui lupa membawa ponselnya dan benda itu berada di atas meja di ruangannya.

Lin setia mengekorinya sampai di dalam ruangannya. Rui meraih ponselnya dan mengerutkan kening saat melihat ada beberapa panggilan tak terjawab dari Aimi.

Jantungnya seketika berdetak kencang, Rui langsung menghubungi Aimi kembali. Dengan cemas ia menunggu jawaban dari keponakannya. Namun ketika di angkat, bukan suara Aimi yang terdengar.

"Halo selamat siang, benar dengan wali Aimi?"

"Iya, saya walinya. Ada apa ya Bu? Ini kenapa HP Aimi ada di ibu?"

"Begini pak, kami meminta bapak untuk datang ke sekolah karena Aimi menjadi korban perundungan hari ini."

Rui tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya, dia langsung bergegas keluar dari dalam ruangannya. Dia masih mendengarkan penjelasan dari guru Aimi tentang kejadian di sekolah.

Tiba-tiba NikahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang