Part 10

7 3 0
                                    

"Alken, jangan lupa hari ini les bahasa inggrisnya!"

"Iya, Bu. Bentar lagi Al berangkat. Lagi nyelesain beberapa tugas dari sekolah!" sahut pria itu dari dalam kamarnya.

"Bang, Al. Vello mau main basket, ikut gak?" tawar Vello yang baru berusia enam belas tahun. Sedangkan Alken sendiri berusia delapan belas tahun dan sedang duduk di kelas dua belas semester akhir. Pria itu tetap fokus menulis di bukunya hingga tidak mendengar apa yang dikatakan Vello dari depan pintu.

"Bang, ikut gak?" tanya Vello. Kini Vello sudah berada disamping abangnya itu. Alken tersenyum melihat adiknya tetapi, tetap fokus pada tugasnya.

"Bang Alken. Vello nanya abang mau ikut main basket gak?" Kali ini Vello menekan setiap kata dari pertanyaannya. Wajahnya mulai terlihat kesal. Kebiasaan dari abang satu-satunya ini, ketika sudah fokus maka sulit merespon orang lain.

"Eh. Abang gak bisa ikut, Vel. Tugas abang banyak banget ini. Nanti juga mau pergi les. Gak sempat ikut kamu main," ujar Alken tanpa mengalihkan pandangnya dari buku yang ada di hadapannya saat ini. "Duh, salah hitung lagi," gumam Alken menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Bang. Kamu terlalu fokus belajar. Bawa santai, dong. Aku gak pernah liat kamu ngumpul sama teman kamu. Dihari libur saja masih fokus ngerjain soal-soal, gak pusing apa?" Vello duduk di tepi ranjang milik Alken. Semangatnya untuk bermain tadi kini hilang.

Dari kecil Vello selalu melihat Alken hanya berkutat dengan buku. Ibunya hanya memperbolehkan dia membaca buku yang berhubungan dengan pelajaran. Bahkan buku dongeng kesukaan Vello saja sampai disobek karena ketahuan dibaca oleh Alken. Padahal Vello memang sengaja meminjamkannya karena buku itu menurutnya sangat lucu.

"Nanti malam Azea datang mau belajar bareng, gak papa?"

"Iya gak papa. Azea sangat mudah diajarin, gak kayak kamu banyak ngeluhnya."

"Yee. Itu karena soalnya yang memang sulit."

"Gak ada yang sulit kalau kamu mau berusaha," ujar Alken sembari tersenyum pada adiknya itu. "Abang mau mandi dulu, kebetulan tugasnya udah kelar," lanjut Alken sembari menyusun beberapa buku yang berserak di meja belajarnya.

"Beneran gak mau main?" tanya Vello lagi. Alken terdiam sebentar kemudian menggelengkan kepalanya. Vello yang melihat itu hanya bisa melangkahkan kaki keluar kamar abangnya.

Vello memutuskan untuk bermain bersama beberapa teman sekitar rumahnya yang sudah berada di taman. Jika hanya diam di rumah  akan sangat membosankan. Belum lagi kalau ibunya melihat dia yang hanya bermain game nasihat yang panjang dengan membanding-bandingkan dirinya dengan kakaknya akan kembali ia dengar.

"Vel, bang Alken gak ikut?"

"Sibuk belajar dia, mau ujian," jelas Vello.

"Tapi dia gak pernah keliatan, loh. Kakakku yang satu sekolah saja dengan dia heran dengan abangmu," sambung seorang lagi yang memakai kacamata.

"Orang pintar gak usah heran, deh. Makanan sehari-harinya ya buku sama soal-soal. Aku aja bosan melihat dia yang hampir setiap saat ada di depan meja belajar," terang Vello. Tangannya asik memantulkan bola basket yang ia pegang ke lantai. Kedua temannya tadi hanya saling memberi kode bingung dengan pernyataan Vello.

"Tapi ... akhir-akhir ini dia terlihat terlalu memaksakan diri. Ibu juga semakin menekannya," lirih Vello.

Temannya yang memakai kacamata itu merangkul pundak Vello. Vello sejak kecil senang bercerita mengenai kakaknya. Bagaimana dia sangat bangga dan sayang dengan abangnya? Disisi lain juga dia pernah membahas Alken yang sepertinya sakit tetapi, memaksakan diri untuk tetap pergi ke sekolah dan tempat les.

"Aku gak pinter ngasih semangat ke orang-orang, sih. Kau tau sendiri aku orangnya cukup tidak peka."

"Santai, Ki. Aku juga sering gak peka ke kalian yang capek bermain tapi aku tetap mau main," ujar Vello nyengir.

"Geri, hantamkan," ujar pria yang berkacamata itu bercanda.

"Gak ada yang traktir kita lagi nanti," balas pria yang bernama Geri itu.

"Risky kau ku aduin mbak Rika, ya?"

"Santi, bro. Jangan bawa-bawa nenek sihir itu. Bisa-bisa disangka serius aku," ujar Risky sembari membenarkan letak kacamatanya.

"Dia terlalu serius padahal gak ada yang mau seriusin," ujar Vello disambung tawa oleh kedua temannya itu.

"Kemarin ada cowok yang nawarin dia jadi pacarnya, buset kalian tau?"

"Gimana mau tau, belum kau kasih tau," kesal Geri karena terlalu sering di kerjain oleh temannya ini.

"Gak jadi, deh. Dosa nanti aku ke kakakku," ujar Risky yang langsung mendapat pukulan dari kedua temannya itu. Vello melemparkan bola basket ke arah Risky membuat temannya itu meminta ampun.

"Dasar kau ini, kebiasaan sekali. Padahal kami udah kepo banget," kesal Geri. Rizky hanya tertawa melihat dua temannya itu kesal.

Hari sudah mulai gelap. Vello dan kedua temannya mengakhiri bermain mereka dan kembali ke rumah masing-masing. Vello mengedarkan pandangan ke ruang kamar Alken, tidak ada orang yang dia cari. "Belum pulang? Tumben telat."

"Bu! Bang Alken belum pulang," ujar Vello kepada ibunya yang baru saja pulang dari tempat kerja.

"Biarkan saja. Paling ada tes tambahan dari guru lesnya. Kamu seharusnya mencontoh abang kamu, rajin belajar, gak keluyuran dan nilainya selalu bagus. Alken itu contoh kebanggaan keluarga asal kamu tahu," ujar Ibunya.

"Tapi bang Alken pasti capek. Dia gak pernah main sama teman-temannya lagi. Padahal minggu depan ada festival di taman, kami mau ikut menjadi pengisi kegiatan dengan menampilkan permainan bola basket, tapi ia gak bisa ikut latihan karena ibu paksa les setiap hari," ujar Vello marah. Matanya berkaca-kaca menatap ibunya yang tidak peduli.

"Yang ibu mau, kalian berdua jadi orang yang pintar biar gak disepelekan orang lain!" tegas ibunya kemudian berlalu meninggalkan putranya yang terdiam karena merasa bersalah.

"Maaf, Bu."

"Sudahlah, ibu mau istirahat."

Sudah hampir jam delapan malam, namun Alken belum juga pulang. Vello berkali-kali mencoba menghubungi nomor Alken. Tidak ada sahutan sama sekali. Azea yang sudah sejak dua jam lalu datang ke rumahnya kini tengah asik menikmati vidio game baru milik Vello.

"Belum pulang juga?" tanya Azea mendekat pada Vello yang sedang mengetik di ponselnya. "Kenapa kau spam? Nanti handphone bang Alken rusak," ujar Azea berusaha menghentikan Vello.

"Dia gak pernah pulang selarut ini. Jam pulang di lesnya aja pukul enam, kalaupun dia terkena macet paling jam tujuh udah sampai rumah. Tapi ini hampir jam sembilan, telatnya terlalu lama," ujar Vello.

"Bilang tante, yok. Takutnya bang Alken diculik."

Azea dan Vello menghampiri kamar milik ibunya Vello. Mereka mengetuk beberapa kali sampai pemilik kamar itu keluar.

"Ada apa sih, Vello? Kamu juga Azea, kenapa berisik sekali?" tanya wanita itu yang tampaknya habis terbangun karena ketukan pintu dari kamarnya.

"Bu, bang Alken belum pulang," ujar Vello melaporkan.

"Paling juga masih belajar, jangan ganggu ibu. Ibu mau istirahat, kamu juga istirahat. Azea nanti di jemput papa kamu, kan? Bereskan barang kamu. Jangan ada yang tertinggal, tante gak suka berantakan." Azea hanya menganggukkan kepalanya.

"Bang Alken belum pulang! Ibu dengar gak sih yang Vello ucapkan?!" teriak Vello membuat Azea dan wanita itu terkejut.

Plak

..... Bersambung

/Apa yang kamu tunggu dari waktu ke waktu? Temu? Jangan termakan janji semesta yang merayumu dengan temu yang semu. 🤡

HALAMAN TERAKHIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang