Part 14

6 2 4
                                    

Vello menatap Metha dengan wajah menahan kekesalan. Poninya yang menutupi dahinya kemarin berhasil tersingkirkan berkat permainan yang mereka lakukan sejak beberapa waktu yang lalu. Azea menahan tawanya, Cira dan Kiara sudah tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi Vello yang tertekan.

"Nah, lebih rapi," ujar Metha manata rambut Vello.

"Jametnya udah gak keliatan banget," ujar Cira dengan ekpresi serius yang justru membuat kembarannya tertawa lagi.

"Lagian rambutmu kenapa lebih sering keliatan lepek? Tiap hari keramas?" tanya Kiara dengan memperhatikan rambut Vello secara detail. Rambutnya termasuk lurus, tidak berketombe tetapi, kenapa poninya jatuh banget kayak lemes gitu?

"Ya, buat nutupi dahi," ujar Vello singkat sembari merapikan rambutnya. Dia bercermin pada kaca kecil yang biasa di bawa Metha. Tidak terlalu buruk hasilnya, walau potongan poninya justru gak rapi.

"Berisik sekali kalian," ujar Gita yang tengah berkutat dengan buku pelajarannya. Sejak tadi ia berusaha menahan diri untuk menegur Azea dan teman-temannya yang terlalu heboh saat bermain truth or dare.

"Kenapa Gita? Mau main juga? Sini-sini dekat abang Vello." Metha yang mendengar kalimat Vello reflek menepuk jidat Vello dengan bungkusan makanan ringan yang ia pegang sampai pecah.

"Bikin kaget aja," kesal Vello.

"Sengaja, maaf." Metha nyengir kuda pada Vello yang hanya bisa menahan diri agar terus sabar. Ia memang sering menjadi bahan lelucon permainan oleh teman-temannya.

"Maaf, Git. Tapi ini jam istirahat. Kalau gak mau berisik sebaiknya kamu ke perpustakaan." Gita memutar bola matanya malas mendengar ucapan Kiara.

Saat ingin menoleh, matanya dan Azea tidak sengaja saling bertatap. Gita berusaha memberi kode ingin berbicara dengan Azea, sayangnya Azea langsung mengalihkan pandangnya ke handphonel yang saat ini sedang ia pegang.

"Aku mau beli makanan dulu, ya. Masih sempat ke kantin nih," ujar Kiara beranjak dari kursinya.

"Pasti kamu mau kabur, kan? Mentang-mentang aku udah kken, kenapa kalian jadi pada ke kantin?" protes Vello pada Metha, Kiara dan Cira yang sudah berdiri saling bergandengan. Mereka hanya tersenyum menanggapi ucapan Vello tanpa rasa bersalah kemudian menghilang dengan cepat dari pandangan pria itu.

"Tau gini aku gak mau ambil dare," ujar Vello masih memperhatikan rambutnya di cermin kecil.

Vello merasa ada yang menatap ke arahnya sejak tadi. Karena merasa terganggu, ia menoleh kebelakang untuk melihat mata siapa yang berani-beraninya menetapkan pandangan ke arahnya tanpa izin. Cara berpikir Vello ini memang terkadang sangat dramatis. Mata Vello dan Gita saling bertemu, paham dengan apa yang dimaksud Gita, akhir Vello memutuskan untuk keluar kelas dengan alasan ingin menemukan kapten basketnya. Azea hanya menganggukkan kepalanya. Ia tetap fokus melihat gambar-gambar yang memiliki balon-balon percakapan di handphonenya.

"Udah ada yang digital?" tanya Vello sebelum keluar.

"Ya, lebih mudah dibawa daripada komik fisik," ujar Azea.

"Oke, kalau gitu aku keluar bentar ya. Nanti kalau yang lain nyariin, bilang aja Vello sedang mencari jati dirinya," ujar Vello sembari mengedipkan sebelah matanya. Melihat tidak ada respon dari Azea, Vello langsung menarik kembali senyum lebarnya. Wajahnya langsung memasang aura masam karena kesal di cuekin.

"Zea," panggil Gita yang langsung mendekat ke meja Azea ketika Vello keluar dari kelas. Azea melirik sekilas, kemudian kembali fokus pada bacaannya.

"Ze, dengerin aku dulu. Kita kayaknya perlu ngobrol, deh." Gita mencoba memegang tangan Azea yang kemudian langsung ditepis dengan kasar. Mata Azea menatap Gita dengan sangat tajam, tertumpuk aura kebencian yang mendalam untuk gadis itu. Gita yang merasa cukup takut dengan tatapan temannya itu tidak ingin mundur. Karena selama ini ia kesulitan untuk berbicara berdua saja dengan Azea.

"Azea, ku kasih tahu aku apa yang bikin kamu benci aku? Bilang sama aku kenapa kamu tiba-tiba mengasingkan aku sendiri? Kenapa kamu membuatku seakan-akan harus tersiksa dengan kesendirian?" tanya Gita frustasi.

"Banyak tanya, ya? Jangankan bicara, ngeliat muka kamu saja aku udah muak. Sangking muaknya aku gak mampu berbicara atau bahkan melampiaskan rasa kesal dan benciku.

" Tapi kenapa kamu benci banget sama aku? Memangnya aku salah apa? Aku bahkan gak pernah mengabaikan kamu." Gita menatap Azea dengan kesal. Gadis yang sejak tadi ia ajak bicara hanya menghela nafas berulang kali.

"Menurut kamu kenapa aku benci kamu?"

"Kalau aku tahu, aku gak akan nanya ke kamu untuk tahu dimana letak kesalahanku."

Azea tertawa kecil, menarik sebelah sudut bibirnya menyepelekan anak. Gita yang tidak tahan dengan sikap  yang ditunjukkan oleh Azea akhirnya menggebrak meja mereka dengan cukup keras. Membuat beberapa teman mereka yang masih ada di kelas terkejut.

"Aku gak nyangka, ya. Kamu bersikap seperti ini hanya karena masalah sepele yang aku lakuin dulu," ujar Gita kini air matanya hampir turun.

"Aku? Memangnya aku kenapa?"

"Kamu tuh ...  Ngeselin banget tau gak?!" teriak Gita.

Metha, Cira dan Kiara yang baru saja kembali dari kantin terkejut mendengar teriakan Gita seorang diri. Metha bergegas mendekati meja miliknya karena melihat Gita berasal disana.

"Kamu ngapain, sih?" tanya Metha sembari menarik tangan Gita agar menjauh dari Azea.

"Aku? Kamu yang kenapa? Kalian semua berteman baik dengan Azea karena ada mauya, kan?"

"Maksud kamu apa?" Metha menarik kerah baju Gita membuat  Cira dan Kiara menatap Gita dengan tatapan tidak senang. Gita yang menyadari hal itu memutuskan untuk kembali ke kursinya.

"Dasar tu anak. Tadi dia ngapain?"  tanya Metha yang tidak mendapatkan respon apapun. Vello yang sejak tadi berdiri di luar tidak ingin ikut campur dalam urusan Gita dan Azea. Sedikit banyaknya Vello sendiri tahu apa yang terjadi pada keduanya. Masalahnya apa yang membuat Azea  begitu tidak sukanya dengan Gita sejak setahun belakangan ini.

"Hmm, kami balik ke kursi kami ya. Azea kalau ada yang mau diceritakan bilang aja, mungkin kami bisa bantu melegakan sedikit perasaan kamu," ujar Cira.

"Terima kasih. Aku gak papa kok," Azea tersenyum tipis membuat mereka sedikit kaget.

Aku tidak bisa dengan mudah memaafkan apa yang kamu lakukan padaku. Entah kamu sadar atau tidak tetapi, berkatmu dan ibumu keluargaku jadi hancur. Aku kehilangan semua yang dulu ku anggap sempurna. Aku kehilangan waktu bersama ibuku, aku kehilangan kesempatan bersama ayahku dan aku kehilangan kepercayaan untuk berteman dengan siapapun . Bagiku semua yang dilakukan orang-orang hanyalah kepalsuan untuk merusak kehidupan orang lain yang terlalu baik dari dalam. Entah bagaimana caraku bisa kembali bermain denganmu seperti dulu, untuk saat ini aku benar-benar sangat membencimu, Gita.

...... Bersambung

Tidak ada kesempurnaan dalam ikatan yang terjalin dari seuntai benang yang sangat tipis.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 19 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HALAMAN TERAKHIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang