Pagi ini suasana siswa kelas sepuluh dan sebelas terbilang bahagia. Bagaimana tidak? Masing-masing dari wali kelas mereka mengumumkan perihal libur beberapa hari ke depan. Hal ini di karenakan ujian nasional yang akan dilaksanakan oleh siswa kelas dua belas selama tiga hari.
"Zea, mau makan apa?"
"Hmm, kamu mau makan apa, Git?"
"Ayo makan bakso mang Jarwo itu," ajak Metha menyarankan. Sejak tadi mereka sibuk merundingkan makan apa siang ini. Secara jika pergi ke kantin, maka mereka harus mengantri cukup lama karena kantin pasti sudah sangat ramai.
"Aku tim ngikut," ujar Kiara dibarengi anggukan Cira.
"Kalau gitu kita makan bakso aja," ujar Gita.
Gadis-gadis lugu itu berjalan perlahan di koridor. Kepala mereka tertunduk menghindari tatapan kakak kelas mereka, kecuali Metha yang justru berjalan dengan sangat santai. Langan bajunya bahkan ia gulung sedikit seperti preman.
"Jalan yang bener, dong. Cupu banget jalannya. kayak anak baru, tau gak?!" kesal Metha melihat teman-temannya itu.
"Yang sopan, Tha. Kamu disinisin sama kakak itu," ujar Gita. Tangannya memegang lengan Azea erat.
"Gak usah takut, selama kita sopan mereka juga bakal segan. Metha biasa aja jalannya, jangan bikin ulah, ya."
Metha menuruti perkataan Azea dan berjalan dengan perlahan. Sesekali mereka tersenyum pada kakak kelas yang tak sengaja saling bertemu tatapan matanya.
"Kak, Alken!" teriak Metha melihat pria tinggi, kulit sawo matang, dan pemilik senyum berlesung pipi itu.
"Metha, jangan teriak-teriak," kesal Gita yang menutup kedua telinganya akibat teriakan temannya itu.
Pria yang dipanggil Alken itu menoleh dan tersenyum kepada mereka. Melihat senyum itu, Metha memegang dadanya, "Aku mau pingsan woy, gila manis banget calon masa depanku," ujar Metha.
Teman-temannya hanya menggelengkan kepala pasrah. Karena ini bukan pertama kalinya dia bersikap seperti itu. Metha orang yang mudah tertarik pada pria yang terbilang tampan, dia tidak akan segan-segan mengajak kenalan, apalagi sekedar menyapa di tengah jalan.
"Kak, mau kemana?" tanya Metha berlagak malu-malu.
"Mau ke perpustakaan, ada buku yang harus dikembalikan," ujar Pria itu. Melihat Azea yang menatapnya kemudian tersenyum, Alken kembali membalas dengan senyuman. Bahkan tangannya mengelus lembut kepala Azea membuat teman-temannya kaget.
"Wah, Metha punya saingan," celetuk Kiara.
"Bahaya banget ternyata mengenalkan cowok ke temen sendiri," balas Cira.
Alken yang mendengar ucapan adik-adik kelasnya itu hanya tertawa. Tawa pria itu sangat manis. Benar-benar membuat candu. Mereka yang melihatnya saja enggan berkedip. Takut ada moment yang terlewatkan.
"Kak, udah punya pacar belum?" tanya Gita yang langsung membuat Alken semakin tertawa cukup kerasa.
"Apa yang lucu sih, kak?" tanya Metha bingung.
"Pertama kalinya dalam hidup, Bang Alken mendapatkan pertanyaan kayak gini," ujar Azea menjelaskan.
"Kok kamu tau?" Metha menyipitkan matanya, meminta penjelasan kepada Azea.
"Ya, tau. Orang sering bareng dia main. Bahkan aku pernah ke rumahnya. Aku dan bang Alken ini sangaaaaat dekat," ujar Azea menggoda Metha yang terbakar api cemburu.
"Beneran, Kak?" tanya Metha memastikan.
Alken hanya tersenyum melihat keusilan Azea kepada teman-temannya. Tanpa memberikan penjelasan pada Metha, Alken pamit kepada mereka karena harus segera mengembalikan buku yang ia pegang saat ini.
Metha terus-terusan menatap Azea. Bahkan bakso yang ia pesan sejak beberapa menit yang lalu tidak tersentuh. Mata Metha terus menatap dengan tatapan yang penuh tanya.
"Kenapa sih? Ganggu konsentrasilu makan," ujar Azea mulai kesal dengan sikap Metha.
"Mending kamu makan, Tha. Kalau gak mau biar aku yang makan," tawar Gita yang sudah menyelesaikan makannya sejak tadi.
"Gita lapar apa doyan?" celetuk Kiara.
"Hehe. Keduanya sih." Mereka tertawa mendengar jawaban dan cengiran Gita.
"Metha! Makan sekarang atau kami tinggal?!" teriak Cira mulai kesal dengan tingkah Metha yang hanya menatap Azea.
"Udahlah, Tha. Mereka cuma saling kenal, bukan berarti jadian," ujar Kiara lagi.
"Bener, tuh. Aku cuma kenal bukan jadian. Entah kalau besok," ujar Azea lagi.
"Zeaaaa!" Mereka serempak menyebut namanya itu membuat Azea tertawa renyah menanggapi ekspresi teman-temannya itu.
"Maaf, maaf. Makan sebelum kami tinggal."
Dengan perasaan kesal, Metha mulai memakan baksonya. Cira, Gita, Kiara dan Azea hanya bisa menahan tawa mereka melihat ekspresi Metha saat ini. Mereka tidak berani tertawa terlalu keras karena sejak tadi beberapa kakak kelas menatap tidak senang kepada mereka. Mungkin karena mereka yang cukup berisik.
***
"Akhirnya ada libur sekolah," ujar Azea merebahkan tubuhnya di kasur.
Ditatapnya langit-langit kamarnya. Pikirannya kembali ke pertemuannya dengan Alken tadi siang. Entah mengapa ada perasaan yang mengganjal di pikirannya.
"Katanya mau balikkan buku? Tapi, buku yang dia pegang jelas buku yang aku lihat dia coret-coret beberapa waktu kalau, deh."
"Tapi, apa mungkin itu memang buku milik sekolah? Tapi emangnya boleh di coret-coret?"
Azea sibuk dengan pikirannya sendiri. Entah bagaimanapun itu terasa sedikit mengganjal. Sampul buku itu bukan seperti buku yang disediakan oleh perpustakaan. Merasa mulai pusing dengan hal yang ia pikirkan, Azea memutuskan untuk tidur saja. Karena tidur adalah obat terbaik untuk menghilangkan rasa lelah setelah seharian sibuk berkutat dengan buku pelajaran.
Semoga hanya pikiran sesaat, bukan karena memang sebagai pertanda. Entah mengapa aku merasa hal itu benar-benar mengganjal.
Azea adalah anak yang cukup peka sedari kecil. Ia mampu memahami orang-orang disekitarnya. Itu sebabnya ia juga memiliki cukup banyak teman. Karena mereka nyaman dengan Azea. Terkadang Azea menjadi tempat mereka meminta pendapat, curhat, meminta traktir, meminjam uang, bahkan mencontek tugas yang tak mampu mereka kerjakan.
Azea gadis yang cukup populer karena ramah dan mudah bergaul dengan orang lain. Sejak kecil ia anak yang banyak bicara. Suka ingin tahu dengan banyak hal. Bahkan terkadang orang tuanya kewalahan menghadapi pertanyaan-pertanyaan yang gadis itu lontarkan secara tiba-tiba.
"Ma, kenapa semut itu ukurannya sangat kecil?"
"Itu karena yang besar Azea," ujar mamanya mulai lelah dengan pertanyaan anaknya yang baru berusia lima tahun itu.
"Kenapa Azea besar?"
"Karena Azea makannya banyak," jelas ibunya.
"Owh, jadi semut gak makan banyak? Kasian sekali. Ini semut makanlah," ujar Azea sembari melemparkan roti yang tengah ia pegang.
"Gak boleh buang makanan ya, sayang."
"Azea kasih makan semut, Ma. Biar cepat besar kayak Azea," jelas Azea dengan polosnya. Mamanya hanya bisa tertawa melihat tingkah menggemaskan putri satu-satunya ini.
"Gemesin banget sih kamu. Anak siapa ini?"
"Anak papa," ujar Azea kemudian berlari memeluk papanya yang baru pulang kerja.
"Anak papa, ya? Tapi papa capek, papa mau istirahat dulu, ya."
Azea merasa kecewa karena papanya tidak mau memeluknya. Padahal ia sudah sangat senang menyambut kepulangan beliau. Melihat itu mamanya memeluk putrinya itu.
"Jangan mudah sedih ya, sayang?" lirih mamanya di telinga Azea yang belum paham akan maksud dari kalimat itu.
..... Bersambung.
/Jangan tunggu?!
KAMU SEDANG MEMBACA
HALAMAN TERAKHIR
Teen FictionSingkat saja, setiap orang memiliki masalahnya sendiri. /Sebuah proses mengasah gabut oleh orang gabut. Selamat menikmati ceritanya 🔥