Anomaly

84 20 6
                                    

"Semuanya duduk di kursi masing-masing!!" pemandu wisata menembakan pelurunya ke langit-langit bus.

"AKH!!" jeritan kepanikan memenuhi tegangnya suasana.

"Menunduk!"
bisik Rhea pada Erika.

Erika memberitahunya ke Rachel, saling menyalurkan bisikan.

Kini hanya mereka berlima yang menunduk, napas mereka pendek dan cepat, mata yang melebar, berharap bisa keluar dari pemberontakan yang terjadi di dalam bus.

Dor!

Tembakan kembali di lontarkan,
"Jika ada yang berteriak lagi!!! akan ku bunuh kalian!!!"
ancamnya.

Seketika mereka tutup mulut, 2 orang teroris melakukan pengecekan pada siswa-siswa di bangku depan.

"Apa yang harus kita lakukan?"
cemas Kim.

"Kita tenangkan diri lebih dulu ... ketenangan adalah kunci dari masalah".
Jawab Keira.

"Rachel"
panggil Rhea.

"Ya"
sahutnya.

"Dimana para teroris itu berada?"
tanya Rhea.

"Kau mau apa?"
timpal Erika.

"Kita tidak bisa diam saja, aku yakin sesuatu yang lebih-lebih buruk akan terjadi"
jelas Rhea.

Erika diam berpusat pada pikirannya sendiri.

Rachel mengangkat sedikit kepalanya, dia memperhatikan sejenak namun teliti.

"Ada empat teroris. Satu si supir, dan 3 pemandu"
beritahu Rachel.

"Bagus. Dimana posisi mereka?"

"1 di dekat pintu keluar, 2 sedang melakukan pengecekan"
detail Rachel.

"Baiklah. Sekarang jangan panik, fokus dengan perintah mereka"
perintah Rhea.

Rachel mengerti, dia memberitahukan hal ini pada Kim dan Keira.

"Aku harap cara survive di game yang kau mainkan dapat berlaku di dunia nyata"
harap Erika.

"Tentu bisa ... jika kita melakukan nya dengan baik".
Rhea menghentikan perkataannya.

1 teroris mulai memeriksa bawaan mereka, sedangkan temannya menyita ponsel dan beberapa barang elektronik lainnya.

"Kemana kau akan membawa kami" tanya Rhea, pada teroris yang menyita ponselnya.

Ujung bibirnya terangkat,
"Untuk apa memberitahunya padamu".
Remehnya, dan berbalik pergi.

'Sialan!!'.
Umpat Rhea di dalam hati.

Pengecekan berakhir, para teroris kini berdiri di depan. Memperhatikan jalanan yang mulai ramai akan kendaraan berlalu lintas.

Perlahan mereka berlima mengangkat kepala, teroris yang melihatnya justru diam. Seolah membebaskan mereka untuk mendongakkan kepala asalkan tidak menjerit meminta pertolongan.

ANTIDOTE for CARRIERSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang