Bab 5: Love Your Self First

21 5 0
                                    

Sore itu, tatkala senja sudah menebar pesonanya, Adam duduk di sudut kecil Cafe Merah, merenungkan perjalanan hidupnya yang berliku. Setelah serangkaian peristiwa dan pertemuan dengan Asya, hatinya masih terombang-ambing antara masa lalu dengan Disa dan kehadiran Asya yang menghangatkan hatinya saat ini.

"Cafe ini selalu menjadi tempat yang nyaman untuk merenung," gumam Adam dalam hati, melihat secangkir kopi yang sudah sedikit mengering di hadapannya.

Tiba-tiba, langkah lembut Asya terdengar di seberang meja. Adam tersenyum lebar begitu melihat wajahnya yang penuh kehangatan. "Hai, Asya," sapa Adam sambil memberi salam singkat.

"Hai, Adam!" jawab Asya sembari duduk di kursi di depan Adam. "Apa kabar hari ini?"

Adam menatap wajah Asya sejenak, lalu akhirnya mulai menceritakan pikirannya yang masih terbelah antara masa lalu dan masa kini. "Asya, aku masih teringat dengan Disa, mantan pacarku. Dia menghubungiku semalam. Itu membuatku sedikit terganggu."

Asya mengangguk paham. "Memori masa lalu memang bisa mengganggu, Adam. Tapi ingat, yang terpenting adalah apa yang kamu rasakan sekarang dan ke arah mana hatimu membawa kamu."

Adam menatap ke arah jendela, mencoba merenungkan kata-kata Asya. "Aku mencoba, Asya. Tapi terkadang rasanya sulit untuk melepaskan masa lalu sepenuhnya."

Asya tersenyum lembut. "Mungkin ini waktu yang tepat untuk mencintai dirimu sendiri terlebih dahulu, Adam. Berikan ruang bagi perasaanmu untuk berkembang. Dengarkan hatimu dan biarkan waktu yang akan membawa jawaban untukmu."

Adam mengangguk, menghela napas dalam-dalam. "Aku mencoba, Asya. Tapi terkadang rasanya sulit untuk menemukan kedamaian dalam kebimbangan ini."

Asya menempatkan tangannya di atas bahu Adam, memberikan dukungan yang hangat. "Kamu tidak sendiri, Adam. Aku di sini untukmu, seperti teman sejati yang selalu ada."

Adam tersenyum menghargai. "Terima kasih, Asya. Kamu selalu bisa membuatku merasa lebih baik."

Mereka duduk bersama, berbagi cerita tentang mimpi dan impian mereka. Adam merasa lega bisa berbicara terbuka dengan Asya, merasa didengar dan dipahami.

"Tadi malam, aku mendengarkan lagu Astrid, 'It's Ok If You Forget Me'," ujar Asya tiba-tiba, mengubah arah pembicaraan mereka.

"Liriknya mengingatkanku pada fasemu sekarang, Adam. Terkadang, Mulai mencoba membahagiakan diri sendiri dan memaafkan orang lain adalah bagian dari mencintai diri sendiri."

Adam mengangguk, mencerna kata-kata Asya dengan serius. "Aku akan mencoba mendengarkannya, Asya. Terima kasih atas saranmu."

"Asya, aku punya tebakan. Aku yakin love language pertamamu adalah Words of Affirmation, kan?" Ucap Adam seraya mengalihkan topik.

"Hmm, tidak, itu bukan yang pertama, wleee tebakanmu salah, haha" Jawab Asya dengan sedikit meledek.

"Oh, maaf. Mungkin Quality Time?"

"Juga bukan yang pertama."

"Hmm, kalau begitu, Physical Touch?" Adam menebak ketiga kalinya.

"Ya, benar sekali! Pertamanya adalah Physical Touch, kedua Quality Time, dan ketiga Words of Affirmation." Jawab Asya

Adam terkejut "Wah, itu sama persis dengan urutanku!"

"Serius? Hebat! Jadi kita memang punya love language yang sama." Ekspresi Asya sama terkejutnya dengan adam

Adam: Aku tidak pernah menduga. Ternyata kita cocok dengan cara yang lebih dalam, ya?

Asya: Sepertinya begitu. Aku senang kita bisa saling memahami lebih baik sekarang.

Adam tersenyum lega, merasa lebih dekat dengan Asya daripada sebelumnya. Mereka melanjutkan ngobrol di Cafe Merah, saling bertukar cerita dan menikmati kebersamaan mereka dengan penuh kehangatan.

Saat mereka duduk di Cafe Merah, Adam merasa semakin dekat dengan Asya. Dia merasa beruntung memiliki seseorang seperti Asya di sisinya yang mengerti dan mendukungnya melalui kebingungannya.

***

Malam itu, setelah meninggalkan Cafe Merah, Adam duduk di ruang tamunya dengan cangkir teh hangat di tangan. Ponselnya bergetar dengan pesan masuk dari Disa lagi.

"Adam, aku rindu denganmu."

Adam menatap layar ponsel, hatinya tercampur aduk. Dia tahu ini bukan pertanda bahwa mereka harus bersatu kembali, tetapi kenangan itu membuatnya merasa sedikit tertekan. Dia memutuskan untuk mengabaikan pesan itu, memilih untuk fokus pada apa yang sedang ia bangun dengan Asya.

Setelah mengakhiri panggilan telepon dengan Asya, Adam menemukan dirinya terdiam di tengah ruang tamu yang tenang. "Bagaimana aku bisa merasa begini terhadap seseorang yang sudah lama berlalu?" gumam Adam dalam hati.

Dia berjalan ke lemari, mengambil selembar kertas dan pensil. Adam mulai menulis, mencoba menata pikirannya dalam kata-kata.

"Dear Disa,

Thank you for your message. I appreciate your feelings, but I have moved on. I hope you find happiness and peace.

Sincerely, Adam"

Adam menulis dengan hati-hati, mencoba menemukan kata-kata yang sesuai dengan perasaannya. Setelah selesai, dia menatap pesan sejenak, lalu menghapusnya dengan perasaan lega.

"Mungkin ini cara terbaik untuk menyelesaikan semua ini," gumam Adam, sambil melipat kertas tersebut dan meletakkan pensil di atas meja.

Malam itu, Adam tidur dengan pikirannya yang lebih tenang. Dia merasa langkahnya tepat untuk memfokuskan perhatiannya pada hubungannya dengan Asya. Meskipun bayang-bayang masa lalu masih kadang muncul, dia tahu bahwa cinta sejati adalah tentang hadir dan masa depan yang mereka bangun bersama.

***

Hari demi hari berlalu di Cafe Merah, di mana Adam dan Asya menemukan kedekatan yang semakin dalam. Mereka tertawa bersama, berbagi impian, dan mendukung satu sama lain dalam setiap langkah. Adam merasa beruntung memiliki Asya di sampingnya, seseorang yang menerima dirinya apa adanya.

Pada suatu hari, di sudut cafe yang sama, Adam menatap Asya dengan tulus. "Asya, aku senang bertemu denganmu," ucapnya dengan mantap.

Asya tersenyum, matanya bersinar penuh cinta. "Aku juga senang tiap kita bersama, Adam. Kita telah melewati banyak hal."

Di bawah cahaya hangat Cafe Merah, di antara suara gemericik air dan canda tawa pelanggan, Adam dan Asya menemukan ketenangan dan kebahagiaan yang sejati. Mereka belajar bahwa cinta tidak selalu datang dalam bentuk yang diharapkan, tetapi saat itu tiba, itu adalah sesuatu yang harus dijaga dan dihargai.

Dan setiap kali mereka kembali ke Cafe Merah, Adam selalu tersenyum dalam kepastian bahwa dia telah menemukan seseorang yang istimewa di hatinya.

***

Adam duduk di ruang tamu rumahnya, melihat-lihat layar ponselnya yang mulai redup ketika cahaya senja menyelinap masuk melalui jendela. Hari itu berlalu dengan tenang di Cafe Merah, dan pikirannya masih terbayang-bayang dengan kehangatan yang ia rasakan bersama Asya. Tiba-tiba, layar ponselnya berkedip, sebuah pesan dari Asya masuk.

"Hey Adam! Besok malam aku akan menonton film 'How to Make Millions Before Grandma Dies' di bioskop. Aku berharap kamu bisa ikut!"

I Love My Self In Another UniverseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang