Bab 10: Hubungan Masa Lalu

25 5 0
                                    

Setelah seminggu yang sibuk di Cafe Merah, Adam sangat menantikan cuti mingguannya. Hari itu tiba, dan dia mengatur untuk bertemu dengan ibunya di kafe favorit mereka untuk sarapan. Adam tiba lebih dulu, duduk di sudut yang nyaman sambil menikmati aroma kopi yang menggoda. Ibunya tiba tidak lama kemudian, dan mereka saling berpelukan dengan hangat sebelum duduk.

"Hai, Ma," sapa Adam sambil tersenyum.

"Hai, Nak. Bagaimana seminggu kerjamu di sini?" tanya Ibunya sambil tersenyum, memperhatikan putranya yang terlihat bahagia.

Adam memperbaiki posisinya. "Sibuk, tapi menyenangkan. Aku belajar banyak hal baru di dapur. Dan Ma, kamu tahu, aku mulai dekat dengan seseorang."

Ibu Adam tersenyum lembut. "Benarkah? Ceritakan padaku tentang dia."

Adam dengan antusias menceritakan tentang Asya, bagaimana mereka mulai mengenal satu sama lain, dan bagaimana Asya membuatnya merasa bahagia dan nyaman. Ibunya mendengarkan dengan penuh perhatian, tersenyum melihat kegembiraan anaknya.

"Saat ini, dia sedang berkerja di klinik kencantikan tepat di seberang cafe ini, aku berharap bisa mengajaknya berkunjung lagi suatu saat nanti," lanjut Adam.

Ibu Adam mengangguk mengerti. "Itu bagus, Nak. Memang, kadang kita menemukan seseorang yang bisa membuat kita merasa istimewa. Tapi, Adam, aku harap kamu berhati-hati. Kamu tahu, ketika hubungan melibatkan keluarga, ada hal-hal yang perlu dipertimbangkan."

Adam mengangguk, memahami maksud ibunya. "Aku juga berpikir tentang itu, Ma. Tapi aku merasa nyaman bersama Asya. Dia istimewa bagiku."

"Tentu saja, Nak. Dan bagaimana perasaanmu bekerja di sana? Apakah kamu bahagia dengan pekerjaanmu?" tanya Ibunya, mengubah topik pembicaraan.

Adam menjelaskan dengan antusias bagaimana dia menikmati pekerjaannya di Cafe Merah, bagaimana dia belajar banyak hal baru, dan bagaimana tim di sana seperti keluarga bagi mereka.

"Mereka baik-baik semua, Ma. Aku merasa dihargai di sini," tambah Adam.

Ibu Adam tersenyum. "Aku senang mendengarnya, Nak. Dan bagaimana dengan foto yang kamu jadikan wallpaper? Siapa wanita itu?"

Adam tersenyum malu. "Oh, itulah Asya. Dia adalah orang yang ku ceritakan barusan."

Ibu Adam terkejut. "Asya? Anak tunggal dari Arsyad dan Erika? Wajahnya sangat familiar dimataku. Ayahmu dan aku mengenal mereka saat kuliah dulu."

Adam terkekeh. "Ya, Ma. Ternyata kita punya hubungan masa lalu yang tersembunyi."

Ibu Adam mengingat-ingat. "Arsyad adalah pribadi yang disiplin. Dia pasti sangat protektif terhadap putrinya. Kita harus hati-hati dengan ini, Nak."

Adam mengangguk. "Aku tahu, Ma. Aku tidak ingin menyinggung perasaan mereka. Tapi aku merasa ada sesuatu yang istimewa dengan Asya. Aku bahkan mengajaknya untuk mampir ke kafe besok."

Ibu Adam memandang putranya dengan cemas. "Adam, kamu yakin ini baik-baik saja? Aku khawatir jika hal ini bisa berdampak buruk pada kamu atau pada hubungan kita dengan keluarga Arsyad."

Adam menggaruk kepalanya, merenung sejenak. "Ma, aku merasa Asya dan aku memiliki kesempatan untuk sesuatu yang spesial. Aku ingin memberitahukan Asya bahwa aku merasa serius dengan perasaanku kepadanya."

Ibu Adam menarik napas dalam-dalam. "Baiklah, Nak. Aku percaya padamu. Tapi ingat, kita harus memperlakukannya dengan hati-hati."

Adam mengangguk tegas. "Aku akan melakukannya, Ma. Aku tidak ingin menyakiti perasaan siapa pun."

Mereka melanjutkan sarapan mereka sambil memperbincangkan rencana Adam untuk bertemu dengan Asya besok. Adam menceritakan lebih banyak tentang bagaimana mereka saling tertarik satu sama lain, bagaimana Asya begitu ceria dan hangat, dan bagaimana dia tidak sabar untuk menghabiskan lebih banyak waktu bersamanya.

I Love My Self In Another UniverseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang