Bab 13: Universe yang sama?

19 4 0
                                    


Matahari mulai tenggelam di ufuk barat ketika Asya melangkah masuk ke Kafe Merah. Tempat itu selalu memberikan rasa nyaman baginya, dengan aroma kopi yang menyegarkan dan suasana hangat yang dihadirkan oleh dekorasi vintage. Hari ini, kafe itu tampak lebih tenang, hanya beberapa pelanggan yang duduk menikmati minuman mereka. Asya mencari sosok Adam, dan tidak butuh waktu lama baginya untuk menemukannya duduk di sudut favorit mereka.

Adam tersenyum tipis saat melihat Asya mendekat. Meskipun hatinya masih diliputi kekecewaan dan kegelisahan, dia berusaha untuk tetap tenang. Dia tahu bahwa percakapan hari ini sangat penting bagi hubungan mereka.

"Asya, senang kamu bisa datang," kata Adam dengan nada yang sedikit gemetar. Dia menegakkan diri di kursinya, mencoba menunjukkan sikap percaya diri.

Asya membalas senyumnya, meskipun hatinya juga penuh dengan kegelisahan. "Tentu, Adam. Aku juga ingin kita berbicara."

Mereka duduk berhadapan, dan sejenak keheningan meliputi mereka. Adam memutuskan untuk memulai percakapan. "Asya, aku ingin tahu bagaimana perasaanmu tentang hubungan kita ini. Aku merasa ada sesuatu yang berubah, dan aku ingin mendengarnya langsung darimu."

Asya menatap mata Adam, berusaha mencari kata-kata yang tepat. "Adam, mengobrol denganmu, menghabiskan waktu di sini, di Kafe Merah, memang selalu menyenangkan. Kamu membuatku merasa nyaman dan aku sangat menghargai itu. Tapi, aku merasa bahwa hubungan kita akan lebih baik jika hanya sebatas teman."

Adam terdiam, berusaha mencerna kata-kata Asya. "Kenapa kamu merasa begitu, Asya?"

Asya menghela napas, mencari cara untuk menjelaskan perasaannya yang rumit. "Aku masih belum yakin bahwa diriku bisa menjadi sosok yang terbaik bagimu. Perasaanku kadang bisa berubah secepat itu, dan aku takut bahwa kita berdua akan merasa bosan dan hilang rasa begitu cepat. Aku tidak ingin menyakiti kamu atau diriku sendiri."

Adam menunduk, merasa kecewa namun berusaha memahami sudut pandang Asya. "Aku mengerti, Asya. Aku hanya merasa bahwa kita sangat cocok satu sama lain, bahkan dalam waktu singkat ini."

Asya tersenyum lemah. "Aku juga merasa begitu, Adam. Kamu adalah teman yang luar biasa. Tapi aku belum siap untuk lebih dari itu."

Adam menarik napas dalam-dalam, mencoba menurunkan egonya serendah mungkin. "Tidak salah, kan, jika aku ingin menjadi teman yang bisa menyembuhkanmu dan meyakinkanmu? Aku juga bersyukur bahwa kamu hadir ketika aku belum bisa move on dari Disa dan berkatmu, aku berhasil mulai merawat diri dan mencinati diriku sendiri."

Asya menatap Adam dengan penuh pengertian. "Tidak salah sama sekali, Adam. Aku juga merasa senang bisa membantumu, aku juga sangat ingin mengenalmu lebih dekat lagi."

Percakapan mereka berlanjut dengan lebih santai, berusaha melupakan segala masalah yang ada. Adam memutuskan untuk mengubah topik pembicaraan. "Ngomong-ngomong, siapa superhero favoritmu, Asya?"

Asya tertawa kecil. "Spider-Man! Aku selalu suka dengan karakter dan ceritanya."

Adam terkejut dan tersenyum lebar. "Aku juga suka Spider-Man! Aku selalu merasa dia adalah superhero yang paling relatable."

Asya tersenyum lebih lebar. "Ternyata kita punya superhero favorit yang sama. Kamu tahu, aku juga sangat suka latte. Apa minuman favoritmu di sini, Adam?"

Adam tertawa. "Sama, latte juga. Sepertinya kita memiliki banyak kesamaan, ya?"

Asya mengangguk. "Ya, ternyata begitu. Pemikiran kita, masa lalu, kepribadian, bahkan hobi kita juga banyak yang sama."

Adam tersenyum, merasa lebih lega. "Apakah kita ini adalah orang yang sama yang seharusnya berada di universe yang berbeda, namun terjebak di universe yang sama?"

I Love My Self In Another UniverseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang