Epilog

20 2 0
                                    

Asya:

Hari ulang tahunku kali ini terasa istimewa. Di tanggal 19 Agustus ini, keluargaku merencanakan sebuah perayaan kecil di rumah. Ayah dan ibu sibuk menyiapkan berbagai hidangan yang kami pesan jauh-jauh hari, sementara aku sendiri merasa bersemangat, tetapi ada sesuatu yang menggantung di hatiku. Pesta ini adalah bentuk cinta keluargaku, dan beberapa teman dari klinik serta teman lama dari sekolah juga diundang untuk merayakannya.

Pesta dimulai pada sore hari. Tawa dan obrolan ringan mengisi ruang tamu, menghangatkan suasana yang sudah meriah dengan dekorasi sederhana. Aku merasa bahagia, dikelilingi orang-orang yang peduli padaku. Makanannya berlimpah, semua yang hadir tampak menikmati waktu bersama. Bahkan beberapa teman lama yang sudah lama tak berjumpa, hadir membawa cerita dan kenangan masa lalu. Di tengah semua kegembiraan itu, aku mencoba untuk melupakan kekosongan yang sesekali menyelinap di hatiku. Kekosongan itu berasal dari satu nama: Adam.

Malam mulai merangkak naik ketika pesta perlahan-lahan berakhir. Satu per satu tamu berpamitan, meninggalkan kehangatan pesta yang perlahan berubah menjadi keheningan rumah. Aku mengantar tamu-tamu terakhir ke pintu, mengucapkan terima kasih, lalu kembali ke dalam rumah dengan perasaan lega sekaligus lelah.

Ketika aku hampir selesai merapikan sisa-sisa pesta, terdengar suara ketukan pelan di pintu depan. Pukul sudah hampir sembilan malam. Siapa yang datang di jam seperti ini?

Aku membuka pintu dengan sedikit ragu. Di depan pintu berdiri seorang wanita paruh baya dengan tatapan lembut namun penuh kesedihan. Wajahnya terlihat lelah, namun ada kekuatan dalam sorot matanya.

"Maaf, apakah ini rumah Asya Aryad Agustine?" tanyanya dengan suara pelan namun jelas.

Aku mengangguk. "Ya, saya Asya. Ada yang bisa saya bantu?"

Wanita itu tersenyum tipis dan menarik napas dalam sebelum melanjutkan. "Saya Ny. Syaputra. Saya... ibu Adam."

Aku terdiam sejenak, merasakan jantungku berdegup lebih cepat. Nama itu, Adam... seketika semua kenangan mengalir dalam pikiranku. Rasanya seperti baru kemarin kami berpisah. Apa yang sedang terjadi?

Ny. Syaputra menatapku dengan penuh empati sebelum melanjutkan. "Asya, saya datang ke sini untuk memberitahu... bahwa Adam telah wafat. Dia... mengalami kecelakaan beberapa bulan yang lalu."

Dunia seolah runtuh di depanku. Suaranya terdengar jauh, nyaris tak tertangkap oleh pikiranku yang dipenuhi dengan kepingan-kepingan kenangan tentang Adam. Aku menatap kosong ke arah wanita itu, mencoba mencerna kata-katanya. Adam, orang yang pernah begitu dekat denganku, telah pergi?

Ny. Syaputra tampaknya mengerti kebingunganku. Dia mengambil sebuah kotak kecil dari tasnya dan menyerahkannya padaku. "Adam meninggalkan ini untukmu. Dia memintaku untuk memberikannya tepat di hari ulang tahunmu."

Dengan tangan gemetar, aku menerima kotak itu. Rasanya berat di tanganku, bukan hanya karena fisiknya, tetapi juga karena beban emosi yang seolah terkandung di dalamnya. Aku membuka kotak itu perlahan. Di dalamnya, terdapat sebuah kalung dengan liontin semanggi empat daun yang indah, sama persis seperti yang pernah kubicarakan pada Adam beberapa waktu lalu. Di bawah kalung itu, ada sepucuk surat dengan tulisan tangan yang sangat kukenal. Aku menahan napas, mencoba menguatkan diriku untuk membaca kata-kata terakhir Adam.

"Dear Asya,

Selamat ulang tahun. Aku tahu ini mungkin tidak akan pernah sampai padamu dengan caraku yang biasa, tapi aku harap hari ini tetap menjadi hari yang istimewa untukmu. Ulang tahunmu selalu menjadi hari yang kupikirkan, karena aku ingin memastikan bahwa kamu selalu bahagia.

Di dalam kotak ini, aku meninggalkan sesuatu yang pernah kamu inginkan—kalung dengan liontin semanggi empat daun. Kamu ingat? Kamu pernah bilang ini adalah simbol harapan, cinta, keberuntungan, dan keyakinan. Aku harap kalung ini bisa membawa semua itu ke dalam hidupmu.

I Love My Self In Another UniverseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang