Surat Madison

4 6 0
                                    

Siang menjelang sore, Everal duduk berkutat dengan buku-buku tebal militer milik Edwin, satu peta terbentang di atas meja dan pena tinta di sebelahnya. Buku yang ia baca bertuliskan strategi perang di sampul depan, isinya adalah siasat tempur yang ditulis tangan dengan tulisan agak jelek, tidak masalah dengan materi yang dibawakan, hanya saja sejak tadi dia berusaha memahami apa yang ditulis oleh penulis dengan huruf bengkok seperti itu.

Edwin datang pada saat itu dan langsung menanyainya setelah membuka pintu, "Kamu bolos lagi hari ini?"

Everal tidak mengelak, "Tidak, maksudku, mereka hanya melakukan latihan mandiri, kelas strategi dan latihan fisik hari ini, aku juga punya urusan dengan aula persediaan, jadi aku tidak datang ke pelatihan hari ini."

Edwin menarik kursi di seberangnya. "Baiklah, jika kau keberatan dengan sistem di pelatihan, kita bisa menghentikan ini, ku rasa kau juga lebih sering menghabiskan latihan secara pribadi denganku."

"Aku tahu. Tapi ku rasa aku masih bisa menikmati sisa satu tahun ini." Seperti dalam perjanjiannya dengan Edwin sebelumnya, masa pelatihan di militer adalah sebelum prajurit muda mendapat tugas resmi pos, yang artinya masih ada satu tahun lagi tersisa.

Edwin hanya mengangguk sebagai respon. Dia melepas pengikat di belakang kepalanya dan meletakkan topeng di atas meja, memperhatikan Everal yang masih berusaha mengeja tulisan tidak karuan itu.

"Cukup sulit untuk membacanya?" Edwin bertanya.

Dia mengangguk "Ya, tulisannya agak berantakan."

Edwin menunjuk pada tulisan kecil dipojok buku, Dua kata terlampir di sana masih cukup jelas untuk dimengerti, 'Brisk Catra'. "Tidak tahu apa maksudnya, apakah itu dimaksudkan sebagai nama penulis, nama siasat, jenis formasi, serangan, atau senjata?"

Edwin melanjutkan dengan membuka halaman di buku, "Itu ditulis oleh seorang perwira yang tuli. Dia tidak bisa mendengar dengan baik sejak kecil, dan itu berpengaruh pada cara bicaranya, dia juga tidak mendapatkan pendidikan yang kayak karena kekurangannya itu. Namun dibalik itu dia ternyata seorang jenius, banyak strategi perang yang diajukan olehnya dan itu berhasil membawa kemenangan, sayangnya pencapaian tertinggi untuknya hanya sebagai perwira kecil, satu-satunya yang mendapat sanjungan adalah sang jendral, dia juga tidak memiliki kemampuan untuk menangih apa yang seharusnya dia miliki. Lalu buku ini ditulis olehnya sebelum kematiannya, banyak orang yang berusaha mengulik kembali strategi jenius dengan berbagai macam formasi tidak tertebak olehnya semasa hidup. Namun seperti yang ku katakan di awal, dia tuli dan bermasalah dalam komunikasi, apa yang dia tulis sepenuhnya adalah yang dia dengar. Oleh karena itu sampai sekarang tidak ada yang memahami isi buku ini secara menyeluruh. Mereka tidak dapat bertanya lagi karena sang perwira sudah menutup usia."

Everal mengamati buku itu dengan miris, "Sungguh kesia-siaan."

"Itulah maksudku, jangan buang waktumu."

Everal menghela nafas dan menutup bukunya. Meletakkan buku itu di tumpukan buku lain. "Sulit mengerti tulisannya, apalagi maksudnya."

"Meski begitu jika kamu memahami isinya, itu akan sangat berharga."

"Kamu akan menafsirkannya, ini bukan untukku."

Edwin mengambil kembali buku itu. "Dan aku mungkin tidak akan memberitahumu. Orang-orang berdiri dengan kaki mereka masing-masing."

Dengan begitu Edwin membaca buku itu, mungkin juga menafsirkan tulisan acak yang banyak orang tidak mengerti. Suasana jadi lebih hening dan Everal tidak punya apapun untuk dilakukan. Dia bosan, menjangkau topeng Edwin yang dia lepaskan di atas meja, meraba-rama ukiran di atasnya. "Wajahmu sudah lebih baik, apa ada alasan untuk tetap memakainya?"

Sacrificial: Military ThreadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang