Satu yang Janggal

25 7 3
                                    

"Tidak! Tidak! Tidak! Kita akan tamat!" Claes menjerit ketakutan, matanya membulat penuh kepanikan saat ia menyaksikan gerombolan itu kian dekat. Dengan tangannya yang bergetar ia meraba tanah dan meraih batu-batu tajam, segera ia menghamburkannya ke arah musuh yang mulai terlihat. Ia bangkit dari tanah secepat mungkin, menggandeng lengan Everal untuk membawanya serta. "Lari!" pekiknya, suaranya bergetar.

Everal kehabisan nafas, dia telah mencapai batas meskipun dia telah diseret Claes sepanjang jalan, ia melepaskan cengkraman itu dari lengannya segera secara otomatis lututnya jatuh ke tanah. "Aku tidak bisa lari lagi."

Claes semakin gelisah, dia tidak bisa meninggalkan Everal sementara pos timur masih terlalu jauh. satu-satunya jalan keluar yang dapat ia pikirkan adalah menghindari pandangan para roh itu, sementara mereka tidak terlihat, para roh tidak akan mengejar. "Sembunyi? ke mana kita harus sembunyi?"

Everal menatap tangan kirinya lagi, ternyata masih terus mengeluarkan darah. "Tidak begitu berguna, tapi mari cari ruang tertutup untuk sementara." Everal menunjuk lurus ke satu arah, "Ada pondok kosong tidak jauh di sana."

"Ayo!"

Mereka sekali lagi bergerak dengan tergesa-gesa, menambah jarak selebar mungkin dengan para roh yang tidak menyia-nyiakan sedetikpun untuk menangkap mereka. Everal menyeret langkahnya seperti orang sekarat, ketika keduanya mencapai pondok yang rupanya sudah reot itu, mereka tidak membuang waktu lagi untuk mengeluh, segera masuk untuk berlindung di balik dinding kayu jabuk nan ringkih. Everal menutup pintu, mengganjalnya dengan tongkat kayu yang ia temukan di dalam pondok untuk mencegah yang di luar mendobrak masuk.

Pondok segera menjadi gelap gulita setelah satu-satunya akses cahaya bulan untuk masuk menerangi ruangan ditutup. Jendela telah dikunci sejak awal hingga mereka tidak dapat melihat apapun di dalam kecuali hitam pekat. Everal meraba, mencari sesuatu di antara kasur jerami yang telah lama ditinggalkan.

Mendengar suara berisik dari luar, jantung Claes kembali berdebar sangat kencang, dia baru saja merasa sedikit lega setelah mendapat tempat untuk bersembunyi, tetapi roh-roh di luar lebih tidak sabar dari biasanya bahkan mengejar mereka sampai ke sini. "Kenapa mereka masih bisa menemukan kita?!" ekspresi panik tercetak jelas di wajahnya, keringat dingin mulai kembali turun begitu saja.

"sret!"

Claes menoleh ke belakang tepat di mana Everal, matanya perlahan beradaptasi dengan kegelapan ruang, dia kini dapat sedikit melihat bayangan Everal yang merobek ujung kain pada kasur jerami. Mulanya kebingungan, tetapi kemudian ia melihat Everal mengelap luka di tangannya dengan kain itu, dia segera bertanya, "kenapa kamu masih berdarah?"

"Lukanya terbuka saat menyelamatkan diri," jawabnya, dia terus mengelap semua darah yang merembes keluar dari luka hingga luka itu kering.

Claes tidak bisa melihat keluar tetapi ia mengira apa yang terjadi melalui suara, mereka yang di luar dengan ganas mencoba masuk. Mengetuk, menggaruk, memukul dinding kayu yang ringkih untuk menggapai apa yang di dalam. Claes tidak bisa menahan rasa cemasnya, mereka tidak bisa bertahan lebih lama lagi di dalam atau bangunan ini akan segera roboh jika yang di luar terus memukul untuk berusaha membunuh mereka. Erangan dan desisan dari makhuk itu mengelilingi seluruh pondok hingga Claes merasa ia tidak dapat menahan kewarasannya terlalu lama lagi.

"Kita harus segera keluar dan lari lagi Ev! kita tidak dapat berakhir sia-sia di sini!"

"Sebentar," Everal mengambil batu dari lantai, menyelipkannya di antara kain yang dililit, kain bernoda darah yang sebelumnya ia gunakan untuk mengelap luka. Dia berdiri begitu siap. Seperti baru saja mendapatkan energinya kembali, Everal menendang jendela yang tertutup hingga engselnya lepas, begitu jendela terbuka dan memperlihatkan roh yang sejak tadi menantikan untuk makan malamnya, mereka mencoba menjangkau dari jendela. Everal dengan cepat melempar bola kain sejauh mungkin, sementara Claes membuka pintu dan memukul roh yang menghalangi di depan dengan tongkat penahan. Mereka segera lari menggunakan kesempatan itu. Di belakang mereka, tepat di arah Everal melempar bola kain, beberapa roh bodoh mengikuti arahnya dan mengerumuni bola kain itu, sementara yang lain tidak peduli dan masih mengejar meraka.

Sacrificial: Military ThreadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang