Dua pasang kaki melangkah di sudut kota. Menikmati hembusan angin malam dan wangi tanah sebekas hujan. Tangan yang saling berpegangan, membuat keadaan mereka menjadi lebih hangat. Saling merangkul sehingga tak ada jarak yang melewati mereka lagi.
Langit begitu gelap. Tak ada bintang, bahkan bulan pun sembunyi dibalik awan gelap malam ini. Penerangan hanya ada pada lampu sisi jalan yang memantul dengan aspal bekas hujan sehingga warnanya begitu nyaman untuk dilihat.
Pasangan itu terus berjalan. Menuju rumah sang gadis. Hari sudah malam, tak mungkin pria itu meninggalkan gadisnya sendirian, bahkan di malam yang gelap dan dingin seperti ini.
Memang, sebentar lagi akan memasuki musim dingin. Udara malam pun membuat mereka terus mendekap jaket masing-masing.
--
"Terimakasih telah mengantarku." ucap gadis itu senyum sambil memeluknya.
"Tak perlu berterimakasih, ini sudah tugasku untuk menjagamu." Pria itu mengecup kening gadisnya dengan sangat lembut. "Baiklah, ini sudah malam. Aku harus pulang. Besok aku akan kembali."
Gadis itu mengangguk sambil melambaikan tangan kepada pria pujaan hatinya yang semakin lama semakin menjauh. Masih dengan wajah tersenyum, gadis itu langsung memasuki rumah. Beristirahat. Seharian bermain bersamanya, membuat ia lelah.
**
GEA's
Aku hidup di salah satu kota kecil di Stratford, Canada. Hidup di keadaan yang cukup mewah, ayahku adalah seorang pengusaha, ibuku hanya ibu rumah tangga, yang selalu berada di rumah menemaniku.
Suara ketukan pintu membuatku yang sedang menonton tv beranjak. Segera membuka pintu, tersenyum, dan memeluknya.
"Justin, ayo masuk!" Aku memegang lengannya menuntun masuk ke ruangan keluarga. Justin, dua tahun sudah, aku menjalani hubungan dengannya. Hubungan yang sangat istimewa. Bahkan orang tuaku telah menganggapnya sebagai anak.
"Mana mom?" tanya justin, yang jelas menanyakan ibuku, metty.
"Mungkin dia di dapur sedang memasak makan siang." justin langsung beranjak dan menuju dapur.
--
"Bagaimana masakanku? Enak kan?" tanya mom. Aku dan justin hanya mengangguk karena mulut kami penuh dengan lasagna yang dibuat oleh mom. "Justin, jika kau mau tambah lagi, ambil saja di meja makan."
Justin mengangkat satu jempolnya. "Astaga, mom benar-benar hebat dalam hal memasak." bisik justin kepadaku. "Apa kau bisa memasak seenak ini?" tanyanya terkekeh.
Aku langsung memukul kepalanya pelan. "Jangan merendahkanku, aku juga bisa memasak. Aku kan sering memberikan masakanku untukmu."
Justin masih terkekeh. "Apakah seenak mom?" aku membulatkan kedua bola mataku.
"Kau ini. Memangnya masakanku tak enak? Baiklah, aku tak akan memasakimu lagi." Justin langsung mencubit pipiku keras. Aku meringis sedikit.
"Aku hanya bercanda. Masakanmu tak kalah enak."
--
"Aku akan ke rumah victoria, kau mau ikut?" ajak justin. Aku mengangguk dan mengganti baju menggunakan kaos polos berwarna tosca dan celana jeans panjang.
Setelah tiga jam berada dirumahku, aku dan justin memutuskan untuk mengunjungi rumah sahabat justin dari kecil, victoria.
Hanya beberapa blok dari rumahku. Aku dan justin telah sampai hanya dengan berjalan kaki. Mengetuk pintu besar yang terpampang di wajah kami. Rumahnya sangat luas. Pintu itu akhirnya terbuka dengan tegas.
"Victoria! Aku merindukanmu!" Justin langsung memeluk victoria tanpa segan. Aku yakin mereka memang jarang bertemu semenjak melaksanakan kuliah masing-masing dengan jurusan yang berbeda.
"Justin! Aku juga merindukanmu. Sangat." victoria melepas pelukannya dan menatapku tersenyum manis. Memelukku juga. "Gea! Sudah lama tak berjumpa. Kau tak di apa-apakan oleh sahabatku?" sambil menepuk kedua pipiku. Aku tertawa.
"Dia menjagaku dengan sangat baik." Aku dan justin langsung masuk ke rumah mewah ini. Menuju sofa yang tak kalah besar dan segera duduk.
Victoria adalah sahabat justin semenjak mereka kecil. Aku bertemu mereka saat sekolah. Ya, kami satu kelas. Tak disangka, aku jatuh hati dengan justin dan sebaliknya.
"Jadi, ada apa kalian kemari?" tanya victoria bersemangat.
"Kami hanya merindukanmu." balas justin tersenyum.
--
Dua jam sudah kami berada di rumah victoria. Kami segera pamit. Hari mulai sore, saat aku sampai dirumah, justin memelukku erat.
"Malam nanti kamu ke taman biasa ya. Aku akan memberikanmu sesuatu. Pukul tujuh tepat." ungkap justin. Aku mengerutkan kening dan mengangguk. Justin memelukku lagi dan mengecup bibirku lembut. "Sampai bertemu disana."
--
Malam ini, aku menunggu justin di sebuah taman yang biasa kami kunjungi, taman bermain anak-anak. Ya, kami berdua mencintai anak-anak, tak jarang kami bermain dengan mereka saat siang hari.
Udara mencapai titik delapan belas deraja celcius. Aku memakai jaket tebal yang menemaniku sambil menunggu justin. Dimana dia? Tumben lama sekali.
JUSTIN's
"Mom aku pergi dulu. Aku terlambat. Gea pasti sudah menunggu di taman. Ini sangat dingin." aku mencium kedua pipi mom-pattie. Langsung saja aku berlari menuju motor kesayanganku. Menyetir dengan kecepatan yang cukup tinggi, mengkhawatirkan keadaan gea yang pasti telah menunggunya, dengan wajah pucat karena kedinginan, dan terus mendekap ke jaketnya. Tiba-tiba,
"AAAAAAAAAAAAAAAARGH!"
AUTHOR's
Sebuah mobil mendadak mendatangi motor justin. Dan kecelakaan pun tak dapat dihindari. Justin yang memakai helm pun terpental sejauh sepuluh meter dan jatuh tepat di pinggir trotoar dengan kepala terbentur terlebih dahulu. Darah mengalir dari kepala justin, bahkan helm disaat seperti ini pun tak dapat membantunya untuk melindungi kepala.
Mobil, pengemudi mobil itu menyetir dengan satu tangan memegang botol beer yang diminumnya. Pengemudi itu hanya luka kecil dan langsung ditangkap oleh polisi. Motor kesayangan justin hancur total, tak dapat digunakan lagi. Ambulance langsung datang membawa justin ke rumah sakit terdekat.
Di sisi lain, gea tetap menunggu justin. Ingin sekali menghubungi justin, tapi gea takut justin berada di motor sehingga gea tak ingin menganggu konsentrasi justin. Terus menatap lurus dengan sabar, melamun. Tak tahu apa yang di lamunkan.
Tak lama kemudian, handphone nya berdering tanda telepon masuk. Gea langsung merogohnya di saku jaket. Menatap nama kontak itu-Mom Pattie. Perasaan tak enak gea muncul.
GEA's
"Mom?" kudengar mom pattie terisak. Ada yang tak beres, justin. "Kenapa mom? Justin?"
"Cepat ke rumah sakit St.Joseph. Ju-justin. Justin kecelakaan." Aku menutup mulutku dengan satu tangan yang tak memegang handphone. Justin kecelakaan? Bagaimana ceritanya? Aku langsung menutup telepon dan segera berlari menuju rumah sakit yang memang tak jauh dari taman sini. Berlari sambil menangis. Tak peduli banyak orang yang memandangku aneh menganggapku seperti orang gila. Aku hanya fokus kepada justin, berharap dia akan baik-baik saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Justin
FanfictionDear justin, tetaplah bersamaku. Tetaplah berada disisiku. Denganmu, aku memiliki alasan hidup, bahagia bersamamu adalah hal yang paling aku syukuri. Terima kasih telah membuat hidupku lebih berarti dari sebelumnya. Kau adalah pria favoritku, kau ta...