Dua Puluh Dua

2.3K 229 0
                                    

Justin terdiam menatapku. Dia langsung memelukku erat. Terisak di bahuku. Aku membalas pelukannya dengan bingung. Apa dia mengingatku?

Tak lama justin melepaskannya dan tangisan itu mulai reda. "Dia pergi." ucapnya dengan suara parau.

"Dia gadis cantik, baik, dan pintar. Aku juga merasa kehilangan, sangat kehilangan." aku mencoba untuk menenagkannya. Aku berhenti menangis, berhenti menangis saat berada di dekapan justin.

Aku belum berani bilang apa dia mengingatku. Suasana sedang mencekam, aku tak mungkin membuatnya semakin pusing.

--

Pemakaman sedang dimulai. Justin menangis kembali. Dia pasti merasa sangat kehilangan. Aku pun ikut menangis. Aku memegang kedua bahu justin. Semakin lama tangisannya semakin kencang dan....

BRUK!

Dia terjatuh tepat di lenganku. Aku langsung memukul-mukul pipi justin perlahan. "Justin! Justin!" semua orang langsung membantuku mengangkat justin.

Membawanya ke rumah. Aku masuk ke kamar justin. Sudah lama aku tak memasukinya. Masih dengan keadaan yang sama. Justin ditidurkan di atas kasurnya.

"Biarkan aku yang menemani." kataku kepada orang-orang yang telah membantu. "Terimakasih."

Mom pattie pun langsung menghampiri justin. Mencoba untuk membangunkannya.

"Aku yakin dia sangat terpukul." mom pattie menghampiriku dan mengecup pipiku. "Dia sangat mencintainya."

Aku tersenyum tipis. "Akupun merasa kehilangan dia." aku dan mom pattie duduk di sofa kamar justin. "Apa dia mengingatku?" tanyaku menatap mom pattie dari samping.

Mom pattie menggeleng perlahan. "Aku tak tahu. Tapi dia hampir setiap hari bertanya tentangmu. Dia tak asing dengan namamu tapi dia asing dengan wajahmu."

Tak lama, justin terbangun secara perlahan. Dengan cepat aku menghampirinya dan duduk di kasur tepat disampingnya. "Justin...." sapaku pelan.

"Victoria?" katanya masih dengan mata yang berusaha untuk terbuka.

"Aku gea." setelah matanya terbuka sempurna dia menatapku datar, sangat aneh. "Kau mengenalku?"

Justin menggeleng pelan. "Aku hanya mengetahuimu." aku menghela napas berat. Ingin sekali rasanya menangis, tapi kutahan. Aku tak boleh terlihat lemah di depannya. Aku kuat.

Aku tersenyum tipis. "Istirahatlah. Aku tahu kau lelah." aku berbalik untuk meninggalkan kamar. Mom pattie masih terduduk di sofa melihat kami. Justin langsung memegang lenganku erat.

"Kumohon temani aku disini." aku berbalik lagi ke arahnya. Berdiam sebentar dan akhirnya mengangguk.

Mom pattie keluar memberi tanda kepadaku 'jaga dia baik-baik'.

JUSTIN's

Gea datang dari Indonesia? Dia kemari? Aku bertemu dengannya secara langsung. Aku memeluknya di rumah sakit, walau sebenarnya aku tak mengenal dia. Dan sekarang aku menyuruh untuk menemaniku.

Aku tak mengenalnya, aku hanya mengetahuinya, tapi aku merasakan kenyamanan menjalar jika dekat dengannya. Sangat nyaman.

"Kumohon temani aku disini." aku memegang lengannya erat. Dia berbalik dan mengangguk. Duduk kembali di atas kasur tepat di sisiku. "Aku mencintainya." ucapku tiba-tiba.

"Kau pasti merasa sangat kehilangan. Dia sahabat kecilmu, dia pacarmu. Aku tahu bagaimana rasanya kehilangan seseorang yang dicintai." dia menatapku dan tersenyum tipis. Apa dia membicarakan aku?

"Bantu aku untuk mengenalmu kembali." kataku dengan nada yang sungguh-sungguh.

Gea mengabaikan ucapanku. "Aku akan mengambil makanan untukmu di bawah." dia berbalik dan segera keluar kamar. Aku membiarkannya. Tak lama, dia kembali dengan membawa nampan yang telah tersedia makan dan minumnya.

"Makanlah." ucapnya sambil menyimpan nampan di samping meja sebelah kasur. "Makan sendiri atau kusuapi?" tanyanya hati-hati.

"Suap." kataku cepat dengan nada yang sedikit manja. Aku seperti telah mengenalnya dari waktu yang sangat lama. Astaga, bodoh. Aku memang pernah mengenalnya, tapi aku melupakannya. Gea memutar bola matanya dan mengambil makanan lalu dimasukkan tepat ke mulutku.

Dear JustinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang