Dua Puluh Lima

2.4K 213 0
                                    

GEA's

Dua minggu sudah aku menghabiskan waktu di Canada, dengan mom, mom pattie, justin. Aku pun bertemu dengan dad dan dad jeremy, mereka hanya dua hari berada disini dan segera kembali ke New York, ke projek mereka bersama.

Aku lebih banyak menghabiskan waktu dengan justin. Tidak, kami tak berpacaran. Mungkin, kami hanya berteman. Besok, aku akan kembali ke Indonesia, tak lupa untuk memberi tahu nenek, tante, rafi, dan fanny.

Malam ini aku akan mengunjungi rumah justin. Berpamit karena akan kembali ke Indonesia. Setelah sampai, aku langsung mengetuk pintu karena terkunci. Tak lama, mom pattie membukanya. Aku segera masuk dan menuju taman belakang, duduk di kursi panjang. "Aku akan memanggil justin." aku hanya mengangguk.

Aku menghadap ke arah langit. Sangat indah. Tak lama, seseorang menyapaku.

"Gea? Ada apa kau malam-malam kemari?" aku yang sedang mendongak menatap langit langsung menoleh ke arah justin dan tersenyum. Justin menghampiri dan duduk tepat di sisiku sembari merangkulku dengan tangan kirinya.

"Besok aku akan kembali ke Indonesia." justin yang menatap lurus ke depan langsung menoleh dengan cepat.

"Jangan berbohong!"

Aku mengerutkan kening. "Berbohong untuk apa?"

"Kau tak sakit kan? Kau tak menderita kanker kan? Kau pasti berbohong. Kau tak boleh kembali ke Indonesia, kau harus tetap disini. Kau tak boleh pergi. Kumohon tetaplah disini. Kau pasti berbohong. Aku yakin kau berbohong!" dengan tempo yang begitu cepat dan nada panik. Kulihat matanya berkaca-kaca. Astaga dia ini kenapa?!

"Justin....." aku menatapnya sayu. Tiba-tiba justin memelukku dengan sangat erat. Aku membalas pelukannya walau tak tahu kenapa ini dapat terjadi. Justin menangis di bahuku. Terisak. Bahunya benar-benar terguncang. "Justin kau kenapa?"

Justin melepas pelukannya, menatapku dalam, dan memegang kedua pipiku. Wajahnya sangat merah karena menangis, air mata itu terus terjatuh dari kelopak matanya. Tak lama, justin mendekat. Wajahnya benar-benar mendekat. Aku berusaha untuk menutup mata, tak lama bibirnya menyentuh bibirku, sangat lembut. Ciuman dengannya yang tak pernah kurasakan selama beberapa tahun terakhir, ciuman yang begitu damai. Aku melepaskannya perlahan dan menatap matanya.

"Justin, kau ini kenapa?"

"Aku tak mau kehilangan orang yang kusayang untuk kedua kalinya. Kumohon jangan pergi." justin mengelus kedua pipiku.

"Kehilangan?"

Justin menghela napas berat. "Aku tak mau kehilanganmu seperti aku kehilangan victoria...." justin menceritakan semuanya, dari victoria pergi dan tiba-tiba kembali ke Canada dengan keadaan yang sekarat.

Aku memegang tangannya yang berada di pipiku. "Aku tak berbohong. Aku harus kembali ke Indonesia untuk menyelesaikan kuliahku disana. Aku tak akan pergi, setelah lulus aku akan kembali." aku tersenyum tipis. Justin tetap diam menatapku.

"Aku menyayangimu, gea." aku terdiam. Apa benar dia mulai mencintaiku lagi? Justin melepaskan tangannya dari kedua pipiku dan menatap langit, aku ikut menatapi langit. "Victoria berada disana, dia bilang dia akan menjadi bintang yang paling bersinar di malam hari. Di bintang sirius. Dan dia tak suka melihatku menangis." Justin menunjuk bintang dengan tangan kananya dan tangan kiri berusaha untuk menghapus air mata itu.

"Dia akan bahagia melihatmu bahagia." lanjutku pelan.

"Aku bahagia bersamamu, gea. Aku bahagia karenamu." Justin menoleh kearahku yang masih menatap langit.

--

Aku berpamit dengan mom pattie, berpelukan dengan sangat lama. Aku pulang diantar dengan justin, mom pattie melarangku untuk pulang dengan taksi. Justin menyetujuinya pasti.

Setelah sampai di depan rumah, aku membuka pintu mobil.

"Terimakasih." ucapku menatapnya.

"Terimakasih untuk apa?" tanyanya sambil mengerutkan kening.

"Telah mengantarku." kataku singkat.

Justin tersenyum. "Tak usah berterimakasih. Sudah seharusnya aku menjagamu. Aku tak mungkin membiarkanmu sendiri." aku hanya tersenyum. "Besok aku akan ke bandara." lanjutnya.

Dear JustinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang