Dua Puluh Delapan

2.3K 222 2
                                    

Aku melepaskan pelukan dengan cepat.

"Bagaimana kau bisa kesini?" tanyaku lagi untuk memastikan.

Justin menghela napas nya dan tersenyum menatapku. "Aku mengetahui alamat ini dari mom. Tiga bulan kita tak bertemu. Apa kau tak merindukanku?"

Aku membalas senyumnya. "Tentu saja aku merindukanmu. Kenapa kau tak memberiku terlebih dahulu?"

"Kejutan. Kau terkejut kan?" justin terkekeh. Baiklah, aku tak peduli cara dia bagaimana kemarin, yang penting dia berada disini, hanya untuk bertemu denganku, karena merindukanku. Meluangkan waktunya hanya untuk terbang jauh kesini. Benar-benar romantis. "Aku akan selalu menunggumu. Kau percaya kan?"

"Tentu saja. Kau pulang kapan?"

"Tak tahu. Suka-suka aku, mungkin tahun depan." aku memukul pahanya dan membulatkan mata lebar.

"Astaga jangan menurutiku! Jangan terlalu lama disini! Kau harus menemani mom pattie! Aku tak mau dia sendiri disana!" ucapku sedikit membentak. Justin tertawa ringan.

"Baiklah. Aku hanya bercanda. Mungkin aku akan berada disini selama satu bulan." aku hanya mengangguk-angguk. "Kau mau menemaniku disini kan?"

"Tentu saja. Tapi besok ya, aku sangat lelah." justin mengangguk pasti.

--

Justin tidur tepat di kamar sebelahku. Aku bangun pukul tujuh pagi, beranjak mandi dan segera membuat sarapan untuk nenek, tante, dan justin.

Saat aku keluar dari kamar. Justin pun ikut keluar dari kamar hanya saja dia baru bangun tidur, belum mandi. "Kau wangi sekali, mau kemana?" tanyanya bingung.

"Tak kemana-mana. Aku sudah mandi, hanya ingin membuat sarapan untuk kalian. Aku ini tak pemalas sepertimu." kataku terkekeh.

"Buatkan aku nasi goreng!"

"Hm." aku langsung menuju ke dapur di lantai bawah dan menyiapkan sarapan.

--

Pukul sebelas. Aku sedang berada di taman belakang bersama justin. Dia berenang di kolam renang rumahku, aku hanya duduk di ayunan yang menghadap ke kolam renang sehingga aku dapat melihatnya berenang. I'm on my period, jadi aku tak ingin ikut berenang dengannya.

Tiba-tiba seseorang dari dalam rumah keluar menuju taman belakang.

"Rafi!" sapaku pelan sambil melambaikan tangan ke arahnya. Rafi yang menatap justin langsung tersenyum kearahku dan menghampiriku.

Tatapannya sangat aneh. "Itu justin? Kenapa dia disini?" tanya rafi bingung.

Aku terkekeh. "Aku juga sampai sekarang bingung kenapa dia bisa kesini." rafi ikut duduk di ayunan tepat di sebrangku sehingga justin sedikit tertutup dari pandanganku.

Tak lama, justin naik dari kolam renang dan menghampiri kami yang sedang berbincang. Masih dengan badan yang basah dia ikut duduk di ayunan tepat di sebelahku.

"Kau rafi?" tanya justin yang baru saja duduk. Rafi mengangguk.

"Bagaimana kau tahu?"

"Tentu saja gea menceritakanmu kepadaku. Kau tahu aku?" tanya justin lagi.

"Tentu saja, kau justin. Gea pun menceritakannya kepadaku." aku hanya terdiam melihat mereka berdua berbincang. Aku segera beranjak.

"Kau mau kemana?" tanya justin bingung.

"Menyiapkan minum untuk kalian. Kalian berdua berbincanglah disini. Wajah kalian sedikit mirip, kalian pasti akan sangat dekat jika sudah saling mengenal." kataku terkekeh dan langsung pergi ke dalam rumah. Kulihat justin dan rafi saling menatap.

Setelah membuat tiga minum, aku membawa nampan dan memberikannya kepada mereka.

"Aku membuatkan kalian sirup." kataku sambil mengangkat nampan supaya mereka mengambilnya. Setelah mengambil, aku berbalik menuju meja yang tak jauh dari ayunan dan mengambil untukku sendiri lalu berbalik untuk duduk di ayunan bergabung dengan mereka. "Jadi, apa saja yang telah kalian bicarakan?"

"Jangan kepo, ini urusan laki-laki."

(Ohiya, ceritanya justin pake bahasa inggris, rafi juga bisa bahasa inggris. Kalau gea ya gimana suasana aja ceritanya:()

Aku memutar bola mataku dan tak menanggapi mereka.

"Rafi ngapain kau kesini? Fanny mana?"

"Memangnya aku tak boleh mengunjungi rumah sahabatku sendiri? Fanny bermain dengan teman-temannya, aku tak ingin ikut dengan mereka. Pasti mereka semua nge gosip membicarakan orang lain." ucapnya so' tahu.

"Aku ke dalam dulu ya mau mandi." kata justin sambil beranjak dari ayunan. Aku dan rafi hanya mengangguk. Setelah justin masuk ke dalam, rafi menatapku cepat.

"Kalian balikan?" aku mengerutkan kening.

"Tidak. Mungkin belum. Aku tak tahu."

"Baiklah aku tak peduli dengan hubungan kalian seperti apa. Yang jelas aku bahagia melihatmu bahagia. Semenjak dia kembali padamu, wajahmu cerah, tak ada sedih yang menghiasimu."

Aku tersenyum menatap rafi. "Doakan aku yang terbaik."

"Pasti."

Dear JustinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang