Dua Belas

2.3K 238 2
                                    

Makananku sudah habis dan gea sama sekali belum bangun. Dia sangat lelah, melakukan hal paling bodoh. Aku terlalu khawatir dengan keadaannya, padahal hanya pingsan saja.

Tak lama, tubuhnya bergerak menandakan dia sadar. Matanya perlahan membuka. Aku langsung beranjak dari sofa menuju kasur nya.

Gea menghela napas berat. "Kau ini bodoh sekali." ucapku tegas.

Gea menengok kearah perlahan. Sama sekali tak menjawab.

"Jangan bertingkah bodoh." ucapku lagi.

GEA's

Aku mengerjapkan mataku berkali-kali. Berusaha mendapatkan titik fokus yang tepat. Di rumah. Di kamar. Ya, aku pasti pingsan tadi.

Aku menghela napas berat. "Kau ini bodoh sekali." Seseorang tiba-tiba berkata tegas seperti itu. Aku langsung menengok perlahan mendapatkan rafi mendekat ke arahku. "Jangan bertingkah bodoh." katanya lagi.

"Maafkan aku." ucapku lemas.

"Aku tak akan memaafkanmu sebelum kau makan." aku mendengus kesal. Dia ini berlebihan sekali. Aku berusaha untuk duduk. Dengan cepat rafi langsung membantuku untuk duduk dengan badan masih menempel di kasur di topang dengan bantal.

Aku berusaha mengambil makanan yang ada di sisi kasur. Rafi menepis lembut.

"Jangan bodoh lagi. Kau tak mungkin bisa makan sendiri. Aku yang menyuapimu." ucapnya sambil mengambil makanan dan duduk di kasur tepatnya di sampingku.

"Kau ini berlebihan sekali."

"Tentu saja. Aku khawatir denganmu. Aku ini sahabatmu. Kau tiba-tiba pingsan memangnya aku tak khawatir? Mendapat berita kau tak sarapan, kau benar-benar gila."

"Aku hanya takut kau me-"

"Menunggu? Aku akan terus menunggumu. Jangan memikirkan orang lain sebelum kau memikirkan diri sendiri. Kau ini seperti justin saja." aku menghela napas berat. Aku tak menggubris perkataannya sama sekali. Rafi menyuapi ku makanan dengan pelan dan sabar.

"Maafkan aku merepotkanmu. Fanny bagaimana?"

"Kau merepotkan dirimu sendiri. Perut mu ini butuh gizi juga gea. Fanny sudah aku hubungi, aku memberitahu bahwa kau pingsan." aku mengangguk pelan.

Tak lama makananku habis dan rafi memberikan teh manis yang sudah tak panas karena aku pingsan terlalu lama.

"Aku tak mau melihatmu pingsan lagi karena tak makan. Aku tak mau mendengar ucapanmu menolak makan saat aku ajak. Aku tak mau melihatmu terbaring lemah lagi karena hal bodoh."

"Kau ini benar-benar cerewet. Aku tak akan seperti ini lagi."

"Itu karena aku perhatian!" bentaknya sedikit sambil menatapku. "Sebagai seorang sahabat."

--

Besoknya setelah pulang dari kampus. Aku dan rafi akan menjemput fanny karena kemarin sempat tertunda dengan kejadian yang memang bodoh.

Setelah sampai di kampus fanny dan fanny segera masuk ke mobil duduk di belakang.

"Hai!" sapanya bersemangat. "Gea?! Kau sudah sembuh? Maafkan kemarin aku tak bisa datang ke rumah."

"Aku sudah baik-baik saja. Ada yang merawatku." kataku tersenyum jail menunjuk rafi dengan bola mataku.

Rafi yang sedang menyetir langsung menatapku cepat. "Untung saja ada aku." aku memutar bola mataku dan menatap lurus ke jalan. "Kita mau makan dimana?"

"Terserah."
"Terserah." ucapku dan fanny bersama.

Rafi hanya terkekeh. Dia memutuskan untuk makan di Roemah Keboen.

--

Dua tahun. Waktu begitu cepat. Selama dua tahun ini, nenek, tante, rafi, dan fanny selalu ada di sisiku.

"Dia baik-baik saja. Sangat baik."

"Dia belum mengingatku?"

"Kurasa belum sayang."

JUSTIN's

Kulihat mom mengakhiri teleponnya. Aku menghampirinya. "Mom menelepon siapa? Kurasa setiap hari mom berkomunikasi dengan orang yang sama." tanyaku penasaran.

Mom menoleh kearahku dan tersenyum tipis. "Dia adalah wanita yang berada di foto-foto yang kau temukan satu tahun. Kau mengingatnya?"

"Aku mengingat foto-foto itu. Aku tetap menyimpan foto-foto itu di laci kamar. Tak aku pindahkan." aku menghela napas pelan. "Apa benar dia pacarku?"

"Kau mencintai victoria kan?"

"Tentu saja. Aku sangat mencintainya. Dia itu pacarku. Hampir dua tahun kami bersama."

"Dulu kau mencintai gea seperti kau mencintai victoria sekarang."

Jika dia memang pacarku? Kenapa aku benar-benar melupakannya? Sama sekali tak ada yang kuingat. Bahkan wajahnya saja begitu asing. Apa kecelakaan itu begitu parah sehingga aku benar-benar tak mengingatnya? Astaga justin.

"Mom, apa dia yang aku lihat pertama kali setelah bangun dari kecelakaan?" aku baru menyadarinya dia yang bersama victoria waktu di ruanganku.

"Dia yang menemanimu selama seminggu di rumah sakit tanpa memikirkan kondisinya." ucap mom pattie pelan mengelus lenganku lembut.

"Kenapa aku hanya mengingat victoria?" mom mengangkat kedua bahunya tanda tak tahu. Kenapa hal ini terjadi? Apa dia memikirkanku? Apa dia masih mengingatku. "Sekarang dia dimana?"

Pertama kalinya aku penasaran dengan perempuan itu. Aku sama sekali tak pernah memikirkan itu sebelumnya. "Dia pindah ke Indonesia. Tapi momnya tetap tinggal disini."

"Antar aku ke rumahnya yang disini, mom." Mom mengangguk pasti dan aku segera bersiap-siap mengganti baju untuk pergi ke rumah perempuan yang aku lupakan.

Dear JustinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang