Lima Belas

2.5K 216 6
                                    

JUSTIN's

Apa aku dapat kembali dengan gea? Mengulangnya dari awal? Tapi aku masih mencintai victoria, aku tak mungkin menyakitinya. Dia yang setiap hari merawatku setelah kecelakaan itu terjadi dan selalu menemaniku selama dua tahun ini. Jika gea memang pernah hadir dalam hidupku kenapa tak ada selintas pun yang aku ingat tentangnya?

Aku harus bertemu gea secepatnya, victoria tak boleh tahu.

RAFI's

Hari ini mungkin akan menjadi hari yang istimewa untukku. Aku habiskan waktuku bersamanya hingga malam tiba. Hanya berjalan-jalan dan berbincang sambil memakan ice cream yang lewat komplek. Waktu berlari begitu cepat. Aku segera mengantarnya pulang karena nenek dan tante nya pasti akan khawatir jika gea pulang terlalu malam.

"Rafi, ayo masuk." ucapnya sambil menarik lenganku pelan.

"Kau pasti lelah. Besok aku akan mengunjungimu. Istirahatlah." kataku tersenyum menatap mata birunya. Gea hanya mengangguk dan segera masuk rumah sambil melambaikan tangannya. Aku segera berbalik menuju rumah.

--

Satu minggu. Hubunganku dengan gea semakin baik. Aku tak tahu dia masih mengingat justin atau tidak. Aku tak ingin melihat raut wajah dia kembali bersedih ketika mendengar nama itu. Aku disini hanya bertugas untuk membahagiakannya. Kusidik-sidik gea semakin hari semakin ceria, mungkin gara-gara dia bersamaku. Baik, aku terlalu percaya diri.

Ini mungkin akan menjadi hari yang berat untuknya. Aku berharap dia tak akan terpuruk kembali karena hal ini, aku mencoba untuk membantunya. Aku tak ingin dia jatuh kembali dengan masa lalunya yang benar-benar pahit.

Malam ini, aku mengajak gea untuk jalan-jalan. Aku mengunjungi rumahnya. Membuka pintu kamarnya secara langsung.

GEA's

Malam ini, rafi mengajakku pergi, dia bilang ingin ditemani untuk membeli sesuatu. Aku sedang menyisir, tiba-tiba pintu kamarku terbuka. Aku langsung menoleh ke arah pintu dan membulatkan mata dengan sempurna.

"Kau ini jika ingin masuk ketuk dahulu! Aku tak mau kau melihatku jika aku sedang memakai baju. Sungguh tak sopan." rafi terkekeh menghanpiriku yang masih menyisir. Dia langsung memelukku dari belakang. Menatapku dari kaca.

"Memangnya jika kau sedang memakai baju kenapa? Tentu boleh bukan?" aku memukul lengannya yang melingkar di leherku.

"Aku tak suka laki-laki mesum." rafi tertawa masih menatapku dari kaca dan dengan cepat mengecup pipiku sambil melepas pelukannya dan berbalik melangkah pergi keluar dari kamarku.

"Cepatlah. Jangan terlalu lama berada di depan kaca. Kau sudah cantik. Jika kaca terus melihatmu bisa-bisa dia jatuh hati padamu. Aku kan tak mau." Astaga rafi, kau ini seperti anak kecil sekali. Tapi itu membuat senyumku sedikit mengembang. Aku langsung menaruh sisir, mengambil tas di atas kasur, dan melangkah menyusul justin yang telah berada di tangga. Menyamakan langkahku dengannya.

Aku menghampiri nenek yang sedang berada di taman belakang, menikmati teh hangat sekaligus menghirup udara sejuk di malam hari. "Nek, aku main dulu ya sama rafi."

Nenek tersenyum mengangguk dan mengecup kedua pipiku. Rafi pun ikut pamit.

"Nek, aku pinjam gea sebentar ya."

"Jaga dia baik-baik. Jangan pulang terlalu malam." Aku dan rafi mengangguk pasti. Kami segera berjalan menuju luar rumah. Aku menutup pintu dan berbalik.

"Kita jalan?" tanyaku bingung karena sama sekali tak melihat sebuah mobil di depan gerbang rumah.

"Tentu saja tidak." Rafi langsung menarikku dengan mendekapkan telapak tangan masing-masing, menuju ke arah kendaraan dia yang ternyata terhalang oleh gerbang sehingga aku tak melihatnya. Aku membulatkan mata terdiam. Rafi langsung menghadap ke arahku. "Ayo!" ucapnya bersemangat.

Aku menggeleng pelan. "Aku tak mau."

Rafi menghela napas pelan, melepas genggamannya dari telapak tanganku dan memegang kedua bahuku. "Kau masih mengingatnya?" katanya dengan tatapan yang cukup tajam.

"Melupakan itu tak semudah membalikkan telapak tangan."

"Kau yang bilang bantu aku melupakannya. Melupakannya dari otakmu. Dan aku berusaha untuk mencoba apapun agar kau mencintaiku." katanya pelan. Aku masih menatap rafi dengan wajah yang menegang.

"Aku sangat mencintaimu rafi, sangat. Aku hanya takut kehilangan orang yang aku sayang untuk kedua kalinya, aku tak mau." Rafi langsung memelukku ke dalam dekapannya.

"Jangan takut. Aku pasti akan berhati-hati. Aku tak akan ceroboh. Ayolah, naik motor bersamaku, aku akan pelan-pelan dan pasti menjagamu."

Aku melepas pelukannya dan mengangguk pelan. "Aku siap."

Dear JustinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang