Broken home, apa yang terlintas dipikiran kalian tentang anak korban broken home? Trauma, bullying, rendah diri, depresi, gangguan perilaku, rapuh, tangis, dan non prestasi. Benar bukan? Sayangnya hal itu tidak berlaku bagi Aina Ruka Kaiva Sagara.
Ruka menganggap perceraian kedua orangtuanya adalah hal paling konyol di dunia. Bahkan saat moment penuh emosi pengetukan palu persidangan, Ruka justru mengadakan party bersama teman - temannya disebuah puncak. Menurutnya perceraian orangtuanya adalah pilihan terbaik setelah drama pertengkaran yang tak kunjung membaik.
Bullying? Tentu tak jarang Ruka mendapat bully dari teman - temannya karena perceraian orangtuanya dan Ruka menanggapi dengan sangat santai. Ruka mah udah kebal.
Non prestasi? Tentu saja tidak, Ruka sangat berprestasi di sekolahnya. Ia mendapat banyak piagam dan piala penghargaan atas kemenangannya dalam lomba sains. Pikiran Ruka masih berjalan lurus dan ia tak kehilangan arah meski ia tak lagi mendapatkan peran orangtua yang sempurna.
Masalah hak asuh, hak asuh Ruka dimenangkan oleh papanya dan Ruka sedikit menyesali itu. Bahkan sejak dua tahun perceraian orangtuanya, Ruka masih sering melamun menyesali kenapa dulu dia mau - mau aja dibawa papanya yang jelas - jelas jadi pemicu utama adanya perceraian.
Seperti sekarang, Ruka duduk di bawah pohon rindang di belakang sekolah, memakan seblak yang ia makan sembari melamun masa depan.
" Oyyy ngelamun mulu, nanti seblaknya bukan masuk ke mulut malah masuk ke hidung lagi." Ucap Pharita membuyarkan lamunan Ruka.
" Yee muncul aja lu tiba - tiba kaya mbak kunti." Kesal Ruka menyuap paksa kerupuk seblak ke mulut Pharita.
Pharita merengut, " Btw lo ngapain sih ada di sini? Anak - anak pada nyariin lo tau. Pasti lo lagi menyesali kenapa lo ikut papa lo ya. Yaelah ka udahlah namanya juga udah terlanjur, udah ketok palu juga. Buat apa lo sesali." Ucap Pharita heran. Walau mental Ruka sekuat baja tapi ia masih suka kesel sama dirinya sendiri, kenapa iya - iya aja waktu jaksa memutuskan hak asuhnya jatuh ketangan papanya. Padahal kalo dia nolak, masih bisa dipertimbangkan.
" Iyasih, tapi masih suka kesel aja. Bawaanya tuh kalau pulang ke rumah pingin nabok wajah papa gue." Ucap Ruka.
" Hahah lagian lucu tau ka papa lo semenjak cerai sama bunda lo. Kaya bocah jamet banget kelakuannya. Dia yang buat masalah dia juga yang stress sendiri." Ucap Pharita tak habis pikir dengan kelakuan papa sahabatnya itu.
" Jamet - jamet gitu gue sayang banget sama dia. Kelakuan papa gue tuh udah kaya pil narkoba buat gue, candu banget. Gue berasa dapet hiburan gratis di rumah." Ucap Ruka mengingat - ngingat tingkah absurd papanya.
" Yee berarti lo ngelamun karena kangen papa lo ya?" Tanya Pharita curiga dan Ruka mengangguk sambil cengengesan.
" Bangsat!! Emang sama aja kelakuan lo sama papa lo. Sama - sama gak jelas." Ucap Pharita menjewer telinga Ruka.
" Aduhhh iya ampun...namanya juga lagi ditinggal dinas keluar kota." Ucap Ruka meringis kesakitan.
" Udah ah ayuk kita ke depan, anak - anak udah pada nungguin lo." Ucap Pharita menggandeng tangan Ruka dan pergi menghampiri teman - temannya.
" Weii Ruka lama bener, boker ya lo?" Sidak Rora si bocil kematian di geng mereka.
" Yaelah ditinggal makan bentar doang." Ucap Ruka membela diri.
" Ini btw kita mau nunggu siapa lagi?" Tanya Pharita melihat teman - temannya yang sudah berkumpul untuk rapat kegiatan ospek adek kelas.
" Nunggu ketua OSIS kita lah, dia masih jemput pacarnya di kelas." Ucap Rami membenarkan poni blondenya.