🌻 08 🌻

225 33 4
                                    

Pagi itu di rumah Junghwan, suasana yang biasanya tenang berubah menjadi cemas. Saat hendak berangkat ke sekolah, Junghwan tiba-tiba merasakan jantungnya berdebar lebih kencang dari biasanya. Keringat dingin mengalir di dahinya, dan wajahnya pucat pasi. Ia mencoba mengabaikannya, tetapi semakin ia bergerak, semakin berat rasanya.

Saat mengambil tasnya, Junghwan merasakan dunia seakan berputar. Kakinya terasa lemas, dan tiba-tiba ia terjatuh ke lantai. Ia berusaha bangkit, namun tubuhnya tidak mau bekerjasama.

"Kenapa sekarang? Kenapa harus sekarang?" gumam Junghwan dengan suara yang terputus-putus.

Rasa frustrasi dan ketakutan mulai menguasai dirinya. Ia tahu bahwa ini bukan kali pertama ia mengalami ini, tapi setiap kali rasa takut dan tidak berdaya tetap menghantuinya. Ia mengepalkan tangannya, berusaha menahan air mata yang mulai menggenang.

Junghwan mencoba menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan diri. Ia meraih meja terdekat dan mencoba berdiri lagi, tetapi lututnya terasa seperti tidak memiliki kekuatan. Ia terjatuh kembali ke lantai, menahan diri untuk tidak menangis.

"Aku tidak bisa terus seperti ini," bisiknya pada dirinya sendiri. "Aku harus ke sekolah. Aku harus bertahan."

Dengan tekad yang semakin kuat, Junghwan merangkak menuju sofa dan berhasil duduk. Ia menutup matanya, merasakan denyut jantungnya yang mulai sedikit mereda. Setelah beberapa menit, ia merasa cukup tenang untuk mencoba lagi.

Dengan perlahan, Junghwan berdiri, menggunakan seluruh kekuatannya untuk tetap tegak. Ia meraih tasnya dan dengan langkah tertatih-tatih, berjalan menuju pintu. Meski tubuhnya masih terasa lemah, tekadnya untuk tidak menyerah membuatnya terus maju.

Pikiran tentang Dohoon melintas di benaknya. Junghwan tahu bahwa Dohoon akan cemas jika melihatnya seperti ini. Ia tidak ingin membuat sahabatnya khawatir. "Aku bisa melakukannya," katanya pada dirinya sendiri, mencoba menyemangati diri.

Ketika akhirnya Junghwan berhasil keluar rumah, ia merasakan udara pagi yang segar menyentuh wajahnya. Meskipun kaki dan tubuhnya masih terasa lemah, semangatnya untuk terus maju memberikan kekuatan tambahan. Junghwan berjalan perlahan menuju halte bus, berharap bisa sampai ke sekolah tanpa insiden lebih lanjut.

Perjalanan ke sekolah terasa lebih lama dari biasanya. Setiap langkahnya penuh dengan usaha dan rasa sakit. Namun, setiap kali hampir menyerah, ia mengingatkan dirinya sendiri tentang semua latihan dan usaha yang telah ia lakukan. Ia tidak bisa membiarkan kondisi ini menghancurkan mimpinya.

Setibanya di sekolah, Junghwan berusaha terlihat normal. Ia tidak ingin menarik perhatian atau belas kasihan dari teman-temannya. Saat berjalan menuju kelas, ia merasakan pandangan teman-temannya yang penasaran, namun ia tetap mencoba tersenyum tipis dan bersikap biasa.

•••

Setelah berhasil melalui hari yang melelahkan di sekolah, Junghwan berusaha untuk tetap tenang dan menjaga jarak dari rasa sakit yang masih mengintai di tubuhnya. Saat bel pulang berbunyi, ia memutuskan untuk pergi ke ruang ganti dan mengambil barang-barangnya sebelum pulang.

Saat ia berjalan melewati lorong, ia mendengar suara-suara yang familiar dari salah satu ruang kelas yang pintunya sedikit terbuka. Junghwan berhenti sejenak dan mendengarkan lebih seksama. Suara itu adalah Dohoon dan Youngjae yang sedang berbicara.

"Aku masih tidak bisa berhenti memikirkan Shinyu setiap kali aku melihat Junghwan," kata Dohoon, suaranya terdengar sendu.

Youngjae mendesah. "Dohoon, kau harus berhenti membandingkan mereka. Junghwan bukan Shinyu, dan kau tahu itu."

[✓] BUNGA MATAHARI 🌻| DOSHIN ♡Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang