🌻 19 🌻

235 28 5
                                    

Di rumah sakit, suasana tegang dan cemas meliputi ruang tunggu. Dohoon duduk dengan gelisah, kepalanya tertunduk dalam rasa bersalah yang menghantui. Saat Tuan Shin, ayah Junghwan, muncul dengan raut wajah serius, Dohoon segera berdiri dan membungkuk dalam-dalam.

"Tuan Shin, Maafkan saya. Saya sangat menyesal," kata Dohoon dengan suara penuh penyesalan. "Ini semua salah saya."

Tuan Shin mendekati Dohoon, menepuk bahunya dengan lembut. "Ini bukan salahmu, Dohoon. Tidak apa-apa."

Dohoon mengangguk, meski rasa bersalah itu masih menghantuinya. Tuan Shin memperhatikan wajah Dohoon dengan seksama, kemudian tersenyum tipis. "Apakah kamu Dohoon, teman Junghwan di sekolah?"

Dohoon hanya bisa mengangguk pelan, merasa dadanya sesak. "Ya, saya Kim Dohoon."

Sebelum Tuan Shin sempat menjawab, seorang perawat keluar dari kamar Junghwan. "Permisi, Junghwan ingin bertemu dengan Dohoon."

Dohoon menoleh kepada Tuan Shin, mencari izin dalam tatapan matanya. Tuan Shin mengangguk, memberikan persetujuan tanpa kata. "Pergilah, Dohoon. Junghwan pasti ingin melihatmu."

Dengan langkah cepat namun hati-hati, Dohoon menuju kamar Junghwan. Ia membuka pintu dengan perlahan, seolah takut mengganggu kedamaian di dalamnya. Di atas ranjang rumah sakit, Junghwan terbaring dengan wajah yang masih pucat namun matanya terbuka dan menatapnya dengan lembut.

"Shin Junghwan," panggil Dohoon dengan suara serak, matanya penuh kekhawatiran.

Junghwan tersenyum lemah, namun tetap berusaha memberikan semangat. "Hei, Dohoon. Kamu datang."

"Apakah kemarin kamu berbohong tentang pergi keluar kota? Ternyata kamu dirawat di rumah sakit." Tanyanya langsung menuju kelas topik.

Junghwan tertawa pelan mendengar pertanyaan itu, senyumnya mengandung kepedihan yang mendalam. "Ya, aku memang berbohong. Maafkan aku, Dohoon."

Dohoon menatap Junghwan dengan tatapan datar namun penuh kekhawatiran. Hatinya terasa perih melihat sahabatnya dalam keadaan seperti ini. Junghwan kemudian mengalihkan pandangannya keluar jendela, menatap langit malam yang cerah dihiasi bintang-bintang.

"Aku menderita anemia aplastik," kata Junghwan, suaranya pelan namun jelas. "Ini penyakit yang membuat sumsum tulangku tidak bisa memproduksi sel darah yang cukup. Karena itu, aku sering pingsan dan kakinya tiba-tiba tidak bisa aku kendalikan."

Junghwan berpaling dari jendela kembali menatap Dohoon. Ia terkejut melihat air mata yang mengalir deras di wajah sahabatnya. "Dohoon, kamu menangis?" tanyanya, suaranya bergetar dengan campuran tawa kecil dan kecemasan.

Dohoon menyeka air matanya, meski aliran itu tak kunjung berhenti. "Penyakit itu... Itu penyakit yang sama yang diderita oleh Shinyu dulu."

Kata-kata Dohoon menghentak Junghwan. Ia terdiam, matanya membesar dengan keterkejutan yang sulit dijelaskan. "Apa? Kamu serius, Dohoon?"

Masih terpatung dalam keterkejutannya, Dohoon tiba-tiba memeluk Junghwan erat, tangisnya pecah seketika. "Aku benar-benar takut kehilanganmu, Junghwan," isaknya, suaranya penuh dengan rasa sakit dan ketakutan yang dalam. "Aku tidak sanggup jika harus kehilangan orang yang aku sayang lagi."

Junghwan terdiam sesaat, merasakan kehangatan pelukan Dohoon yang penuh dengan kepedihan. Perlahan, ia mulai mengusap punggung Dohoon, berusaha menenangkan sahabatnya. "Dohoon, tenanglah. Minggu depan aku akan dioperasi. Dokter bilang semuanya akan baik-baik saja. Kamu tidak akan kehilangan aku."

Dohoon terus menangis, memeluk Junghwan dengan lebih erat seakan tidak ingin melepaskannya. "Aku takut, Junghwan. Aku benar-benar takut."

Junghwan mengangguk, mencoba memberikan kekuatan melalui sentuhannya. "Aku tahu, Dohoon. Aku juga takut. Tapi kita harus percaya pada dokter dan pada kekuatan kita sendiri. Kita sudah melalui banyak hal bersama, dan kita akan melalui ini juga."

[✓] BUNGA MATAHARI 🌻| DOSHIN ♡Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang