🌻 11 🌻

249 29 14
                                    

Ibu Shinyu berdiri kaku di ambang pintu, tak bisa mempercayai pandangannya. Di depannya, berdiri seorang pemuda yang wajahnya begitu mirip dengan Shinyu, putranya yang telah tiada. Wajahnya pucat, dan air mata mulai menggenang di matanya. Tanpa ragu, ia melangkah maju dan memeluk Junghwan erat-erat, tanpa sepatah kata pun.

Junghwan terkejut, merasa tubuhnya menegang. Wanita yang tidak ia kenal ini memeluknya dengan penuh emosi, dan ia tak tahu harus bagaimana. Namun, di balik perasaan canggung itu, ada sesuatu yang hangat dan akrab dalam pelukan itu, sesuatu yang ia rindukan namun tak pernah ia alami.

"Shinyu-eomma..." Dohoon mencoba menenangkan situasi, suara lembutnya menembus keheningan. Ia mendekat, berdiri di sebelah mereka.

Ibu Shinyu akhirnya melepaskan pelukannya, air mata mengalir di pipinya. "Maafkan saya," katanya dengan suara bergetar. "Saya... saya tidak bisa menahan diri. Kamu sangat mirip dengan anak saya yang sudah meninggal."

Junghwan hanya bisa menatapnya dengan bingung. "Tidak apa-apa, Bu," katanya akhirnya, suaranya serak. "Saya... saya tidak tahu harus berkata apa."

Wanita itu tersenyum tipis, meskipun kesedihan masih terpancar dari matanya. "Terima kasih sudah mengerti." Ia menarik napas dalam, mencoba menenangkan diri. "Saya harap kita bisa lebih sering bertemu lagi di masa depan."

Junghwan merasakan hangatnya perhatian yang terpancar dari wanita ini. Meskipun pertemuan ini terasa aneh dan mendadak, ada perasaan nyaman yang mulai tumbuh. "Tentu saja, Bu," katanya pelan namun tulus. "Saya akan senang bertemu denganmu lagi."

Melihat hari yang sudah mulai gelap, "Saya harus pulang sekarang," kata Junghwan.

Ibu Shinyu mengangguk, meskipun matanya menunjukkan sedikit kekecewaan. "Tentu, nak. Hati-hati di jalan."

Junghwan tersenyum dan memberi salam perpisahan. Saat ia melangkah pergi, ibu Shinyu berdiri di pintu, memandang kepergiannya dengan tatapan yang penuh makna. Ada sesuatu yang ingin ia katakan, namun ia memilih untuk memendamnya, mengingat sebuah janji di masa lalu yang tidak boleh ia langgar. Air mata kembali menggenang di matanya, tetapi ia tetap berdiri tegak, menyimpan harapan dan perasaan yang tak terucapkan di dalam hatinya.

Dohoon dan Junghwan berjalan beriringan dalam perjalanan menuju halte bus. Senja yang mulai turun membuat suasana semakin tenang, hanya suara langkah kaki mereka yang terdengar di jalan yang sepi. Dohoon melirik Junghwan beberapa kali, mencoba memahami apa yang ada di pikiran temannya.

"Tadi itu pasti mengejutkan untuk ibu Shinyu," kata Dohoon akhirnya, mencoba memecah keheningan.

Junghwan hanya mengangguk pelan, masih merasakan campur aduk perasaan yang sulit dijelaskan. "Iya," jawabnya singkat.

Setelah beberapa langkah lagi dalam diam, Junghwan menarik napas dalam dan berkata, "Aku... selama ini hanya besar dengan Ayah. Aku tidak pernah tahu rasanya punya sosok ibu."

Dohoon menatapnya dengan penuh pengertian. "Itu kebetulan yang aneh," katanya perlahan. "Shinyu juga hanya memiliki ibu. Dan mereka sangat dekat."

Junghwan terdiam, pikirannya berputar-putar. Ada sesuatu yang menggelitik di benaknya, sesuatu yang tidak bisa ia jelaskan dengan kata-kata. Bayangan ibu Shinyu yang memeluknya tadi terus terbayang, membuat hatinya bergetar. Ia merasakan sesuatu yang hangat, meskipun aneh, dalam pelukan itu.

Melihat Junghwan yang tampak tenggelam dalam pikirannya, Dohoon menepuk bahunya dengan lembut. "Hei, jangan terlalu dipikirkan, oke? Mungkin ini semua kebetulan yang aneh, tapi itu tidak berarti kita harus terlalu memikirkannya."

Junghwan mengangguk, meskipun perasaan aneh itu masih ada. "Kamu benar," katanya akhirnya. "Aku harus fokus pada latihan. Perlombaan sudah dekat."

Dohoon tersenyum, merasa lega melihat Junghwan sedikit lebih tenang. "Itu benar! Aku yakin kamu bisa memberikan yang terbaik di perlombaan nanti."

[✓] BUNGA MATAHARI 🌻| DOSHIN ♡Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang