Sudah kesekian kalinya Abigail mengubah posisi tidurnya, tapi Abigail tidak merasa nyaman juga. Dan entah dari mana, hatinya berkata untuk menyalakan lilin yang dia miliki. Lilin yang akan mengeluarkan aroma manis dan bisa membuatnya tenang.
Akhirnya Abigail mengikuti isi hatinya, dia bangun dari tidurnya lalu mengambil lilin yang dia taruh di dalam tas bawaannya.
Saat Abigail berusaha menyalakan lilin itu, sumbu lilin tersebut tidak mau terbakar, padahal Abigail sudah membakar sumbu itu dengan api dari pelita yang ada di kamar, tapi sumbunya tetap saja tidak terbakar.
Abigail jadi geram sendiri, dia menaruh lilin itu dengan keras, lalu mulai mengomel memarahi benda mati itu, "Aku hanya ingin tidur, tapi kamu malah membuatku kesal!" Abigail menunjuk lilin tidak berjiwa itu.
"Lilin aneh!" Abigail membanting tubuhnya ke atas kasur, menyelimuti seluruh tubuhnya, berusaha untuk tidur.
Tapi sebuah cahaya kecil yang tiba-tiba muncul membuat Abigail langsung membuka selimutnya, dia tercengang dan langsung bangun dari tidurnya, memandangi lilin yang kini menyala sendiri tanpa berkedip.
"Apa aku bermimpi? Mana ada lilin menyala sendiri?"
Setelahnya api lilin itu kembali mati, membuat Abigail terkejut dan langsung mengambil lilin itu, mengamati lilin tersebut dengan seksama.
"Aku baru sadar ada ukiran di sini, 'Mimpi indah, Abigail W. Saat bangun, dunia ini akan baik denganmu.' Abigail W, itu nama asli ku." Abigail mulai menangis, dan lilin itu kembali menyala, seperti berusaha menghangatkan Abigail yang kini sedang bersedih.
Abigail menaruh lilin itu, memeluk kedua kakinya sambil menangis kencang, "Aku ingin kembali! Dunia ini bukan duniaku! Ide dari mana melemparkanku masuk ke dalam dunia novel, hah???"
Masih dalam kondisi menangis Abigail mengubah posisinya, dia tidur menghadap lilin lalu berkata, "Aku sangat berharap ini mimpi, tolong bangunkan aku di atas kasur kesayanganku, aku ingin bangun sambil memeluk Ody..." Abigail masih menangis, tapi dengan perlahan matanya menutup.
Sebuah suara keras berhasil membuat Abigail bangun karena terkejut, matanya yang masih buram berusaha melihat sekitar, perlahan demi perlahan pandangan Abigail mulai fokus, dia sadar dia masih berada di kamar penginapan dan lilinnya masih hidup.
"Hah, sia-sia saja aku menangis..." suara kencang kembali membuat Abigail terkejut, kali ini Abigail bangun dari kasur, keluar dari kamarnya berniat untuk mengecek keadaan di bawah.
Mendengar suara berisik itu dari lantai satu, Abigail bergegas turun, dan di sana dia mendapati seorang pria asing tengah mengobrak-abrik meja tamu penginapan, saat itu juga Abigail sadar kalau orang itu adalah pencuri.
Abigail lantas langsung bersembunyi, dia memutar otak agar pencuri itu bisa langsung tertangkap, diapun ingat kalau para pengawal berada di lantai dua, dengan bergegas dia naik ke lantai dua, tetapi sebuah tangan menariknya dan membuatnya terjatuh.
Dengan panik Abigail menoleh ke belakang, ternyata pria itu menyadari keberadaannya, Abigail langsung berteriak meminta tolong, dan seketika itu juga pencuri itu langsung memukul Abigail.
Karena pukulan yang kencang, Abigail langsung terjatuh di lantai, pandangannya buram, dan dengan hitungan detik semuanya mulai gelap.
Saat pria itu akan menyentuh tubuh Abigail, tiba-tiba sebuah mata pedang berhasil menghentikannya. Pria itu lantas mundur perlahan, membuat pemilik pedang itu maju dan berhasil menyudutkannya.
"Beraninya kamu memukul seorang wanita."
"Tuan, tuan –saya tidak bermaksud –biarkan saya pergi!"
"Dalam mimpimu." pedang itu berhasil melukai pundak pencuri itu, teriakan kesakitannya membuat para pengawal bangun dan mulai berdatangan. Tanpa menunggu perintah Byron mereka langsung menangkap pencuri itu, tapi Odyssey yang juga turun lebih peduli dengan adiknya.
"Abigail bangun!"
"Odyssey bantu yang lainnya, saya yang akan mengurus Nona Abigail."
"Baik, terima kasih telah menyelamatkan adik saya, Tuan Byron."
Byron mengangguk menerima ucapan terima kasih Odyssey, lalu mengangkat Abigail ke gendongannya. Sebelum naik, Byron memerintahkan Odyssey dan kawan-kawan untuk membawa pencuri itu ke kantor pasukan pengamanan setempat saja.
"Baik!"
Kini Byron telah berada di kamar Abigail, dengan perlahan dia menjatuhkan Abigail ke atas kasur. Sambil terus memanggil nama Abigail, Byron mengompres luka lebam Abigail dengan kain basah.
Untungnya tanpa menunggu waktu yang lama Byron bisa melihat mata Abigail mulai terbuka, "Akhirnya anda sadar juga, sebentar lagi matahari akan terbit, secepatnya saya akan memanggilkan tabib untuk anda."
"Sakit..."
Mendengar Abigail mengeluh kesakitan, Byron langsung bangun, masa bodo masih dini hari, Byron akan mendobrak pintu rumah tabib terdekat untuk Abigail.
🥀🥀🥀
Perlahan mata Abigail mulai terbuka, dia menatap ke arah sekitar, dan berhasil terkejut saat melihat Odette, Byron, dan juga kakaknya berada di kamarnya. Abigail menatap mereka dengan bingung karena melihat mereka bertiga terlihat lega.
"Syukurlah, akhirnya kamu bangun juga!" Odette menggengam tangan Abigail, dengan penuh perhatian dia mengelus punggung tangan Abigail.
Seketika itu juga Abigail ingat kalau dia telah di pukul seorang pencuri tadi pagi. Dengan perlahan dia mengubah posisinya duduk di atas kasur. "Saya baik-baik saja, Lady Barrington."
"Tetap saja, aku khawatir denganmu, Abigail. Untung saja Tuan Byron bisa dengan cepat menyelamatkanmu..."
Abigail menatap Byron, rasanya ingin sekali dia langsung berterima kasih, tapi Byron tanpa topeng membuatnya malah kesal mengingat wajahnya sama persis dengan bosnya.
Namun Abigail tetap berpikir jernih, dia tidak boleh kekanak-kanakan, hanya karena wajah mereka sama bukan berarti Abigail harus terus mengingat keburukan orang lain yang wajahnya sama dengan Byron.
Abigail lantas tersenyum, menunduk sambil berterima kasih pada Byron.
"Kita akan menginap satu malam lagi, Abigail harus pulih terlebih dahulu." mendengar Odette berbicara hal itu, membuat Abigail langsung menarik tangan Odette mencoba mengalihkan pandangan Odette dari Byron.
"Lady Barrington, saya sudah pulih total. Kita jangan menunda perjalanan, bukankah Lady Barrington sedang mengkhawatirkan Yang Mulia Pengeran Benedict?"
"Itu benar, tapi kamu masih butuh istirahat..."
Abigail menggeleng, "Tidak apa-apa, Lady Barrington. Percayalah bahwa saya sudah baik-baik saja..."
Odette tampak bingung, dia bahkan memandangi Byron dan Odyssey untuk meminta pendapat dari mata mereka. Tapi tidak ada satupun dari kedua pria itu yang berani menatap Odette, dengan begitu Odette akan mengikuti permintaan Abigail.
"Baiklah, kita akan berangkat sekarang..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Abigail the Maid
FantasyBelum pernah terbayangkan tiba-tiba saja bangun di dunia novel online yang aku baca. Bahkan aku terbangun sebagai tokoh sampingan. Entah bagaimana caranya aku bisa terbangun di dunia ini, aku hanya berharap semuanya hanyalah mimpi. Yang mungkin meru...