07. The Capital of Sakaris

449 45 0
                                    

Rombongan Odette kembali berangkat, dan dalam waktu lima jam perjalanan akhirnya mereka sampai di perbatasan daerah ibu kota

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rombongan Odette kembali berangkat, dan dalam waktu lima jam perjalanan akhirnya mereka sampai di perbatasan daerah ibu kota. Walaupun masih di pinggir kota, penampakan kota ini seperti kota-kota besar layaknya di masa Abigail.

Melihat gedung-gedung yang lebih mewah dan juga lingkungan yang lebih maju membuat Abigail terkesima. Dia tidak pernah membayangkan kalau ibu kota negeri ini cukup modern di bandingkan kota Abigail Roswell berasal.

Gedung-gedung di sini memiliki desain bangunan di jaman kerajaan Inggris tapi juga memiliki campuran sentuhan modern seperti kota New York di USA. Kalian bisa bayangkan seindah apa kota ini.

"Sangat indah." batin Abigail.

"Sepertinya warga kota sedang sangat sibuk ya?" Odette mengintip keluar, dia melihat tidak ada satupun warga yang menyadari kedatangan Odette, sampai-sampai tidak ada yang memberi salam walaupun hanya lambaian tangan saja.

"Mereka tidak sibuk, mereka memang tidak memperdulikan kedatangan kita, Lady Barrington."

Mendengar penjelasan dari Byron, Abigail langsung di buat bingung, bukankah Odette adalah calon ratu mereka? Kenapa mereka tidak memperdulikan hal itu?

"Pangeran Aldrich telah menguasai daerah ini, ya?" Byron mengangguk, karena memang benar Pangeran Aldrich yang menguasai daerah barat daya ibu kota.

Tapi di sisi lain, Abigail masih bingung, bertanya-tanya siapa itu Pangeran Aldrich. Karena sepengetahuan Abigail, Benedict merupakan anak tunggal dari Raja Sakaris, pria itu bahkan tidak mempunyai saudara tiri.

"Apa karena aku belum selesai membaca, jadi aku tidak tau ada tokoh bernama Aldrich?" pikir Abigail.

"Tenang saja, Lady Barrington. Pangeran Benedict merupakan pangeran yang layak menjadi Raja Sakaris, seperti yang anda tahu, beliau memiliki kelebihan dan juga memiliki banyak dukungan dari para bangsawan termasuk ayah anda,"

"Setelah hari pengangkatan tiba, warga di daerah ini akan menghormati anda, saya yakin itu." Odette tersenyum, dia mulai tenang kembali, karena sejujurnya dia sangat khawatir jika Benedict bukanlah Raja Sakaris yang selanjutnya.

Jika itu terjadi, hidupnya dan juga Benedict akan di persulit oleh Pangeran Aldrich, si anak angkat kesayangan Ratu Sakaris.

🪔🪔🪔

Setelah menempuh perjalanan selama enam jam, akhirnya mereka sampai juga di kediaman Benedict. Kediaman Benedict ini merupakan salah satu istana yang ada di ibu kota Sakaris, istana milik Benedict ini berdiri di pinggir danau yang letaknya sejauh satu kilometer dari arah timur istana utama.

Awalnya saat mereka melewati istana utama, Abigail sempat terpesona dengan keindahan bangunan istana tersebut, tapi setelah sampai di istana kediaman Pangeran Benedict, Abigail berpindah hati, istana Benedict benar-benar indah.

Istana ini memiliki pagar dengan patung-patung, di sepanjang pilar besarnya terpahat ukiran, juga banyaknya taman bunga yang di rawat dengan baik semakin membuat istana ini terlihat anggun dan juga indah. Tak lupa juga dengan adanya danau semakin membuat istana itu terlihat cantik di mata Abigail.

"Andai saja aku memiliki rumah seperti ini..." gumam Abigail sambil masih mengagumi penampakan istana.

"Anda akan tinggal di sini, anggap saja ini rumah anda, Nona Abigail." pipi Abigail langsung memerah, dirinya tidak menyangka kalau Byron akan mendengar gumaman nya, padahal dia sudah bergumam kecil tapi Byron tetap saja dengar.

"Pendengaran pria ini kenapa tajam sekali sih, buat malu saja." batin Abigail.

"Akhirnya kita sampai juga..." setelah kereta kudanya berhenti, seorang pelayan membukakan pintu untuk Odette, seluruh pengawal yang menjaga istana itu membukuk memberi hormat kepada Odette.

Saat Odette perlahan turun, pria yang dia cintai akhirnya muncul, dengan gembira Benedict menghampiri Odette, mereka saling menyapa. Saat Odette akan memberi salam, Benedict langsung menariknya ke dalam pelukannya, mereka saling melepas rindu.

"Aku sangat terkejut saat kamu akan berangkat lebih cepat, tapi aku juga senang akhirnya bisa bertemu denganmu lagi, my love." saat itu juga Benedict langsung mencium kedua pipi Odette, membuat kedua pipi Odette langsung merah karena malu.

Dengan perlahan Odette melepaskan pelukan Benedict, dia menunduk memberi salam, "Odette Elizabeth Barrington hadir menyapa Yang Mulia Benedict Espen."

"Kamu masih saja terlalu kaku denganku..." Benedict menarik tangan Odette, lalu mencium punggung tangan kekasihnya itu dengan lembut.

Di rasanya Benedict benar-benar lupa kalau ada orang lain di belakang Odette. Pria itu sepertinya hanya melihat kekasihnya yang datang, dia tidak menganggap keberadaan Byron dan juga Abigail yang sudah menunduk lama ke arahnya.

"Ayo kita masuk, my love. Aku sudah menyiapkan makan siang kesukaan mu..." setelah melihat Benedict dan Odette masuk ke dalam istana, Byron dan Abigail langsung menghela nafas, akhirnya mereka bisa menegakkan kepala mereka lagi.

"Aku tidak menyangka Benedict se-bucin itu..." batin Abigail.

"Ayo, Nona Abigail. Kita harus menyusul dua sejoli itu."

"Iya..."

Abigail the MaidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang