"Semua ceritanya benar-benar menghibur, ternyata dulu kamu tetap anak nakal pada umumnya ya?" Abigail menyeka air mata yang keluar karena terlalu lama tertawa.
"Aku hanyalah manusia, tapi sekarang aku adalah pria dengan tanggung jawab, bermain-main sudah bukan kegiatanku lagi..." Abigail mengangguk setuju, dia malah ikut bangga dengan pencapaian Byron dan juga sahabatnya itu, Benedict.
Setelah perbincangan mereka selesai, pelayan tiba dengan pesanan mereka. Keduanya tampak tidak sabar untuk mencoba.
"Luar biasa! Seperti yang aku bayangkan, makanan ini benar-benar lezat!" Abigail terus bergerak senang karena makanan enak yang sedang dia makan itu.
Byron yang melihat itu jelas tersenyum gemas, "Kamu seperti anak kecil saja..."
"Terserah kamu mau menganggap aku apa, yang jelas makanan di sini sangat enak, seharusnya kamu mengajakku ke sini kemarin! Apa kamu tidak melihat seberapa menderitanya aku memakan masakan kerajaan yang sangat sehat itu?"
Byron tersenyum, "Baiklah, kita akan sering pergi ke sini untuk makan siang, bagaimana?"
Abigail mengangguk, "Aku setuju, besok aku yang akan membayar makanan kita!"
"Buat apa? Seorang pria lah yang seharusnya membayar..." Byron menyanggah kepalanya dengan tangannya, melihat setiap mimik wajah Abigail.
"Ayolah, aku tidak enak!"
"Tidak apa-apa... Apa kamu sudah selesai? Kita sebaiknya pulang sekarang..." Abigail mengangguk, lalu mereka berdua beranjak dari tempat itu menuju kediaman Benedict.
Sesampainya mereka berdua, mereka langsung mengkoordinasikan beberapa bunga-bunga yang sudah sampai. Byron mengatur perpindahan bunga sedangkan Abigail menghitung jumlah bunga-bunga yang sampai.
Beberapa kali Abigail melirik ke arah Byron, memperhatikan pria yang sedang ikut mengangkat bucket bunga itu, namun Abigail langsung sadar dengan lamunanya, dan mulai menghitung kembali bunga-bunga yang datang.
Setelah Abigail selesai menghitung antrean bunga yang pertama, gadis itu lantas menghampiri Byron yang sedang mengobrol dengan sopir pengantar bunga. Abigail memperhatikan pembicaraan mereka tentang perkiraan sampainya bunga-bunga itu, tapi Abigail malah gagal fokus dengan keringat Byron.
Melihat itu membuat Abigail tanpa sadar membersihkan peluh keringat Byron dengan sapu tangan yang selalu dia bawa. Alhasil Byron dan juga Bapak Sopir terkejut dengan tindakan Abigail.
Karena malu dengan tindakannya sendiri, Abigail memberikan sapu tangannya pada Byron, lalu pergi meninggalkan Byron dengan Bapak Supir.
"Kekasih anda, Tuan Byron?"
Byron menatap kepergian Abigail, "Sayangnya, dia bukan kekasih saya," Byron menjeda, "Anda bisa kembali bekerja, mari..."
Di sisi lain, Abigail dengan kasar menjatuhkan dirinya ke atas kursi taman. Gadis itu mengatur nafasnya yang terengah-engah karena dia sempat berlari tidak lupa juga karena rasa malunya yang menggebu-gebu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Abigail the Maid
FantasiaBelum pernah terbayangkan tiba-tiba saja bangun di dunia novel online yang aku baca. Bahkan aku terbangun sebagai tokoh sampingan. Entah bagaimana caranya aku bisa terbangun di dunia ini, aku hanya berharap semuanya hanyalah mimpi. Yang mungkin meru...