"Saya memiliki firasat buruk, jika saya tidak segera ke sana maka akan ada kejadian buruk yang akan menimpa saya dan juga Benedict."
Abigail dan Byron saling menatap, mereka bingung dengan yang di maksud Odette, terlebih lagi Byron karena yang dia tau semuanya baik-baik saja semenjak dia meninggalkan kediaman Benedict.
"Tanpa mengurangi rasa hormat saya, Lady Barrington. Saya masih belum paham dengan yang anda maksud, setahu saya kerajaan sedang baik-baik saja, begitu juga Pangeran Benedict." menurut Byron, pemikiran Odette tidaklah mendasar, dia merasa Odette terlalu terburu-buru untuk segera pergi ke kerajaan, pernikahan Odette dan Benedict saja baru akan berlangsung tiga minggu lagi.
Tapi berbeda dengan Abigail, ingatan tentang alur cerita seketika memenuhi seisi pikirannya, firasat Odette benar adanya, karena akan ada sebuah skandal besar yang nantinya membuat pernikahan antara Benedict dan Odette diundur, dan hal itu membuat Odette akan menyandang status sebagai tunangan Pengeran Benedict selama setengah tahun lamanya, tapi kenapa secepat itu Odette bisa tau?
"Ikuti saja keinginannya..." bisikan Abigail pada Byron.
"Saya paham dengan kebingungan anda, Tuan Byron. Tapi, saya telah mengalami mimpi, di mimpi itu saya bisa melihat kekacauan yang akan terjadi di kerajaan."
"Mimpi?" Abigail tersentak, dia tidak menduga Byron akan terkejut dengan penjelasan Odette barusan.
"Kalau begitu saya akan mengikuti perintah anda, kami akan bersiap-siap. Saya juga akan memberitahukan hal ini kepada pelayan-pelayan anda."
Abigail menatap bingung ke arah Byron, bertanya-tanya bagaimana bisa dia berubah pikiran secepat itu setelah mendengar alasan Odette dan mimpinya tadi, apa yang sebenernya sedang terjadi?
"Dia langsung setuju begitu saja?" pikir Abigail.
"Kalau begitu kami pamit, Lady Barrington." melihat Byron menundukkan kepalanya, Abigail juga langsung menunduk lalu undur diri mengikuti Byron.
Setelah keluar dari kamar Odette, Abigail lantas bertanya, "Sebenernya apa yang sedang terjadi?"
"Apa anda tidak dengar penjelasan Lady Barrington barusan? Dia bermimpi buruk, Nona Abigail. Kita harus mencegahnya secepat mungkin."
Abigail tertawa singkat, "Itu hanya mimpi buruk."
Mendengar itu Byron langsung menghentikan langkahnya, membuat Abigail yang berada di belakangnya juga langsung berhenti. "Nona Abigail? Apa anda sedang bercanda? Justru karena mimpi itulah yang paling penting sekarang."
Abigail semakin bingung, apa di negeri ini menganggap mimpi adalah sebuah penglihatan untuk masa depan? Sebuah mimpi? Akan menjadi nyata? Abigail tidak percaya hal itu benar adanya. Dan Abigail ingat sekali tidak ada pembahasan tentang mimpi di novelnya.
"Kenapa diam? Anda masih belum paham juga? Bukankah anda adalah warga Sakaris, seharusnya anda tahu kalau mimpi sudah kita anggap sebagai penglihatan langsung dari dewa, bukan?"
Bingo, ternyata benar dugaan Abigail, warga Sakaris menganggap mimpi adalah sebuah penglihatan untuk masa depan mereka. Kalau begitu mimpi semalam adalah penglihatan untuk masa depannya bukan? Kenapa dia akan menangis?
"Nona Abigail, kita harus bersiap-siap." Byron menepuk pundak Abigail, meninggalkan gadis itu menuju gedung para pelayan berada.
🥀🥀🥀
Terdengar suara kesibukan, para pelayan sibuk mengemas barang-barang mereka, mereka menyiapkan pakaian mereka, menyiapkan makanan untuk di perjalanan dan lainnya.
Tapi Abigail malah merenung di atas kasurnya, menatap lilin yang ada di tangannya, bertanya-tanya apakah benar mimpinya semalam adalah masa depannya?
Abigail tersenyum getir, kesedihan yang terlihat di dalam mimpi itu sangat terasa, kesedihan yang belum pernah dia rasakan akan dia rasakan di masa depan, entah apa yang membuatnya bersedih, tapi yang jelas Abigail berharap dia tidak menangis karena tidak bisa kembali.
"Aku rindu Ody..." Abigail menghela nafasnya, mengambil tas miliknya lalu memasukkan lilin itu, setelahnya bergegas merapikan bawaannya, karena besok pagi dia akan pergi jauh menuju ibu kota.
Belum lama setelah dia merapikan barang-barangnya, kakaknya tiba-tiba saja masuk ke dalam kamarnya, dia tersenyum menyapa sang adik, lalu menyondorkan kertas kosong kepada Abigail.
"Ada apa?"
"Buat surat kepada Ibu dan Ayah, mereka harus tahu kalau besok kita sudah akan pergi ke kerajaan."
Abigail mengangguk, dia ambil kertas yang di pegang Odyssey lalu mulai menulis di sana. Dia berpamitan, meminta kedua orang tuanya untuk tetap mengabarinya dan juga sang kakak, dia menulis juga untuk tetap menjaga kesehatan.
Semua yang belum pernah dia curahkan dulu dia curahkan sekarang, dia bahkan meminta maaf jika Abigail dan Odyssey pernah berbuat salah, di sana di juga menulis berjanji akan sering mengunjungi kedua orang tuanya itu di masa depan.
"Kamu memang selalu emosional ya..." Odyssey mengelus kepala adiknya, menenangkan sang adik agar tidak menangis.
"Ini merupakan perasaan adikmu, Odyssey..." Abigail menyerahkan surat itu kembali ke Odyssey, lalu menyuruh pria itu keluar dari kamarnya.
Setelah menutup pintu, Abigail langsung duduk lemas, nafasnya terpacu dengan cepat, perasaan asing sedang menguasai hatinya sekarang, "Apa itu kamu Abigail? Itu artinya kamu masih berada di tubuh ini bukan? Aku bisa merasakan perasaan mu, kamu tidak mau meninggalkan ibumu ya?"
"Aku pernah merasakannya, harus meninggalkan keluargaku demi menyusun kehidupanku sendiri, tapi aku percaya aku bisa melakukannya, dan aku yakin kamu juga bisa melakukannya. Kelak pekerjaan ini akan menjadi pekerjaan yang paling kamu sayangi..." Abigail mengelus lembut dadanya, menenangkan Abigail Roswell dan juga dirinya sendiri.
"Aku akan membantumu, tapi kamu juga harus membantuku agar bisa kembali ke duniaku ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Abigail the Maid
FantasíaBelum pernah terbayangkan tiba-tiba saja bangun di dunia novel online yang aku baca. Bahkan aku terbangun sebagai tokoh sampingan. Entah bagaimana caranya aku bisa terbangun di dunia ini, aku hanya berharap semuanya hanyalah mimpi. Yang mungkin meru...