Bab 8 : Sebuah Hubungan

189 20 5
                                    

Sasuke menggunakan punggung tangan kirinya untuk menghalau gerimis yang turun. Setelah mematung beberapa detik, ia tak ragu untuk langsung mengejar gadis itu. Gadis yang berani mengambil ciuman pertamanya. Ia ingin tahu apa motifnya. "Mengapa ia menciumku?"

Ia menghentikan langkahnya saat gadis itu berhenti. Matanya menyipit melihatnya. Di bawah lampu jalan, seorang laki-laki memeluknya dari belakang punggungnya.

"Apa itu kekasihnya?" Saat menyadari tak ada penolakan yang berarti dari gadis itu, Sasuke refleks mengepalkan tangannya. Ia berbalik. Berlari menuju mobilnya dengan sedikit kecewa.

***

Sakura menahan napasnya. Ia ketakutan. Tak ada orang di sekelilingnya yang bisa dimintai bantuan. Jalanan ini sepi. Hanya diterangi oleh lampu jalan yang remang. "Akhirnya aku menangkapmu," bisik laki-laki yang tengah memeluknya.

"Suara ini?" Sakura tak asing dengan suaranya. Ia menunduk, atensinya terpaku pada gelang kepang merah yang berada di perutnya. "Tak salah lagi," pasalnya, ia juga mempunyai gelang yang sama. Sakura menggeram. "Sasori!" teriaknya saat ia berbalik. Memukul kepala pria yang lebih tinggi darinya itu.

"Aduh!" Sasori meringis. Melepaskan pelukannya guna mengelus kepalanya.

"Kau membuatku takut, Bodoh!" Sakura mengumpat.

Haruno Sasori, yang tertua di lingkaran persepupuan Haruno, mengeluarkan borgolnya dari saku belakang celananya. Ia menggoyangkannya di depan wajah Sakura. "Kau ditangkap, Nona."

"Apakah ini wilayah hukummu?" Sakura menatapnya skeptis.

"Ya. Hukum adat Keluarga Haruno," Sasori menjawabnya enteng.

Sakura mendengus. "Bagaimana kau tahu aku ada di sini?" ia menatapnya penuh selidik.

Sasori menyentil dahi Sakura. "Apa kau tak ingat kalau aku seorang polisi, hah?"

Sakura mengusap dahinya. "Kau menyalahgunakan wewenang!" Ia mengerucutkan bibirnya.

"Bisakah kita ke tempat yang nyaman? Aku tak ingin berbicara serius dengan tubuhku yang menggigil di bawah hujan," pinta Sasori.

"Tentu saja," Sakura mengajaknya ke motel. Ia tahu, Sasori adalah pembawa pesan dari orang tuanya.

***

Karin membuang kunci mobilnya ke lantai. Ia menatap tajam ke arah cermin riasnya. Wajah kesalnya terpantul.

"Beraninya dia berkata begitu padaku! Beraninya dia menawarkan barang bekasnya!" Karin berteriak marah. "Bukankah selama ini hanya benda langit bercahaya itu yang kau pedulikan?"

Tiba-tiba ia tersenyum, "Akan kutunjukkan dimana posisimu sebenarnya, Sepupu kecil."

***

Sasuke berdiri di depan jendela kamar hotelnya yang menghadap Rumah Sakit Ame. Air hujan mengalir melewati jendela. Menyebabkan pemandangan buram pada jalanan yang lumayan ramai. Lampu merah kelap-kelip keluar masuk halaman rumah sakit. Sasuke telah menghitung, itu adalah ambulans ke-10 yang telah masuk.

Laki-laki itu menyentuh bibirnya dengan ibu jari. Lalu menggelengkan kepalanya pelan.

"Mengapa aku hanya diam saja seperti orang bodoh? Ia sudah punya pacar!" Sasuke menyisir kasar surainya dengan tangan.

Namun jujur saja, jantungnya berdebar. Saat itu, waktu seakan berhenti. Hanya ia dan napas hangatnya yang menerpa.

Naruto mengetuk pintu dan masuk dengan membawa sekotak pizza. "Sasuke," panggilnya.

Sasuke tak menanggapi panggilannya. Laki-laki itu terlalu sibuk bergulat dengan pikirannya.

"Aku sudah membeli tiket. Penerbangannya jam 7 pagi."

AmegakureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang