Bab 2 : Malaikat tak bersayap

170 25 3
                                    

Sakura menarik lengan laki-laki itu guna mendekatkan dia ke tubuhnya. Gadis itu merangkulnya kuat. Membawanya ke atas permukaan air. Tangannya mengayun. Tendangan kakinya semakin cepat.

Sakura menghembuskan napas lega ketika sampai di tepian. Pasir putih dengan tekstur kasar menyambut kulitnya.

Sakura membaringkan tubuh laki-laki itu lalu menggoyang-goyangkan bahunya sembari sesekali menepuk pipinya, "Hei, bangunlah!" Namun seberapa keras ia berteriak, tanggapan yang ia harapkan tak kunjung muncul.

Sakura memposisikan jarinya di bawah lubang hidung si laki-laki. Ia menahan napas kala tak merasakan hembusan pada jarinya. Kepanikan melandanya saat nadi di lehernya juga tak berdenyut.

"Astaga!" serunya. Tangannya bergetar ketakutan. Hanya CPR yang terlintas di benaknya kini. Memang ia tak pernah melakukannya sebelumnya. Namun, lebih baik mencoba dari pada tidak. Sakura meletakkan salah satu telapak tangan pada bagian tengah dada laki-laki itu dan telapak tangan lainnya diletakkan di atas tangannya. Ia menekan dadanya sekuat tenaga. Di tekanan yang ke-30, laki-laki itu akhirnya memuntahkan air yang ia telan.

'Hoek'

Ia membantu si laki-laki menegakkan punggungnya untuk duduk. "Kau tak apa?" tanyanya khawatir.

Yahiko menatap lemah pada gadis di depannya. Wajah cantiknya pucat pasi. Iris emeraldnya terlihat berkaca-kaca. Titik air mengalir dari surai merah mudanya yang basah.

Sakura memperhatikan pakaian yang dikenakan laki-laki yang ia selamatkan, putih. Mengingatkannya dengan perkataan sopir taksinya tadi malam.

"Apa kau berniat untuk bunuh diri?" suaranya tercekat di tenggorokannya. Mendadak Sakura merasa kepalanya berputar. Tangan dan kakinya gemetar. Kelopak matanya mulai berat. Sakura meringis dan menjambak rambutnya. Tubuhnya ambruk ke pasir.

Yahiko memegangi kepalanya yang masih pening. Ia terbatuk beberapa kali. Menatap sekeliling pada tempat yang sangat ia kenal. "Apa aku belum mati?" gumamnya bingung.

Ia menatap gadis yang tak sadarkan diri di sampingnya. Yahiko mendesah, "Bukankah aku yang seharusnya pingsan?" tanyanya pada dirinya sendiri.

Saat gerimis semakin deras, Yahiko bangkit dari duduknya. Ia memegangi pergelangan kaki kanannya yang sakit ketika ia berdiri. Yahiko menyeka wajahnya yang dipenuhi air hujan. Ia mengulurkan tangannya untuk menggendong gadis itu di depan dada.

"Mengapa kau menyelamatkanku?" Ia menatap gadis itu lekat. Lantas berjalan dengan terseok-seok menuju jalan utama.

***

Uchiha Sasuke menatap datar pada air hujan yang menetes di kaca jendela. Taksi yang ia tumpangi melaju di jalanan yang sepi.

"Kemana kita akan mencarinya?" Uzumaki Naruto, sang asisten yang duduk di kursi depan menoleh menatapnya.

"Motel Teratai," ujar Sasuke tak bersemangat. Penampilan sang pewaris Uchiha Corp itu terlihat sangat berantakan. Kantong matanya terlihat jelas. Rambutnya tak tersisir rapi. Sasuke bahkan belum mengganti jas pengantin yang ia kenakan. Laki-laki itu memijit pelipisnya lelah. Ia hanya ingin tidur.

Sepanjang malam, kakeknya terus menerus menerornya lewat telepon. Sasuke muak. Amarahnya memuncak kala mengingat ancaman sang kakek tentang pemecatan dirinya sebagai CEO. Madara ialah pemegang saham terbesar saat ini.

"Sial!" umpatnya tanpa sadar. Sasuke mengambil penerbangan pertama hari ini, pukul dua pagi. Perjalanan pesawat tiga jam dari Konoha ke Ame tak bisa membuatnya terlelap. Ia tak habis pikir, bagaimana keluarga gadis itu tak tahu kalau putrinya melarikan diri. Rasa malu kembali menyeruak saat tatapan kasihan para tamu undangan ditujukan ke arahnya yang terdiam kaku di altar seorang diri. Sasuke mengepalkan tangannya.

AmegakureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang