11 | Berhenti Jadi Playboy

14 4 64
                                    

Sepertinya Vikram benar-benar kesal kepada Advait. Perihal Ayana memintanya datang ke-rumah gadis itu. Advait sendiri juga tak tahu mengapa Ayana memintanya datang, tetapi Vikram sudah curiga yang tidak-tidak.

"Kau memiliki hubungan khusus dengan Ayana?" tanya Vikram dengan tatapan curiganya.

"Tidak," balas Advait yang sedang menyetir--untuk sampai ke tempat tujuan; yaitu rumahnya Ayana.

"Lalu mengapa Ayana meminta mu untuk datang ke-rumahnya?" Vikram lagi-lagi membuat Advait jengkel dengan pertanyaannya. Mengapa pria itu jadi banyak bicara seperti ini?

"Itu hal wajar lah. Aku dan Ayana saling mengenal!" balas Advait jengkel.

Dengan sewot Vikram menjawab, "Jelas itu tak wajar. Kalian hanya saling mengenal saja. Kalian bukan teman, saudara ataupun kekasih."

Advait memegang pelipisnya jengkel, sambil sesekali membuang nafas berat. "Kau suka pada Ayana?"

"Tentu saja tidak," balas Vikram.

"Halah!" Advait tampak tak percaya. "Tenang saja, aku tak menyukai Ayana. Dia ku anggap seperti adik sendiri. Lagipula aku sudah malas dengan dunia percintaan."

Vikram seperti merasa lega sekarang, pria itu juga tertawa kecil. "Malas dengan dunia percintaan? Hello! Kau ini seorang playboy terkenal. Masa malas dengan percintaan? Ini bukan Advait."

Advait tersenyum kecil. "Sepertinya aku sudah masuk ke dalam mode serius; aku ingin jatuh cinta pada satu gadis dan hanya setia pada satu orang itu."

Vikram bertepuk tangan riang. "Wow? Ini Advait? Sungguh? Baguslah yaar!"

"Tapi aku tidak akan segila Arthur yang hanya mencintai Ibu Peri itu tanpa kepastian," jelas Advait yang ngeri jika membayangkan jadi Arthur. Bertahun-tahun menyukai Akira, tanpa mengungkapkan perasaannya.

Vikram bersandar pada kepala kursi sembari menghela nafas. "Jika sudah jatuh kesana, kita bisa apa? Bangun pun akan terus teringat akan jatuhnya," lirihnya.

Advait menahan senyumnya. "Jadi kau sungguh suka pada Ayana?" tanya Advait yang ingin kejujurannya.

"Tidak." Vikram lagi-lagi mengelak.

Advait hanya menanggapi-nya dengan tersenyum meledek. Ia tahu itu dan peka. Advait sudah bertahun-tahun mengenal Vikram--pria itu tipikal yang cuek kepada perempuan. Dan cemburunya bisa terlihat jelas.

Mereka pun sampai di depan kediaman Anthony. Vikram keluar lebih dulu dengan terburu-buru agar tidak didahului Advait. Pria itu hanya menggeleng-gelengkan kepalanya heran.

Tok
Tok
Tok

Ceklek

Yang membuka pintunya adalah Ayana. Gadis itu langsung memberikan senyuman cerianya kepada Advait. "Akhirnya kakak datang."

Pandangan Ayana pun beralih pada Vikram dan terkejut. "Eh, kak Vikram? Kakak disini juga?"

"Tidak, tapi disana," balas Vikram cengengesan.

"Siapa yang mengundang?" ujar Ayana dengan polosnya.

Vikram segera berekspresi datar. "Ya sudah aku pul--"

"Aku yang mengajaknya kesini," sela Advait sembari menahan tawanya. Padahal saat keluar mobil, wajah Vikram sudah sumringah.

"Ayo masuk..." ajak Ayana.

"Di dalam ada siapa saja?" tanya Vikram lebih dulu.

"Hanya ada aku dan kak Sona. Kak Akira sedang berbelanja dengan papa," balas Ayana.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 20 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My Sweet Brother Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang