Lembar 19: Mungkin Sekarang Bukan Ceritaku

30 7 0
                                    

Keyna menarik napasnya dalam. Setelah berbicara dengan Yaksa semuanya menjadi sedikit lebih ringan. Seperti kata Yaksa, dirinya hanya bisa berusaha menerima kenyataan untuk selanjutnya melihat apa dirinya sendiri masih sanggup.

Akan selalu ada pilihan untuk melarikan diri.

Meskipun terdengar seperti pengecut tetapi melindungi diri sendiri adalah pilihan paling benar untuk dilakukan. Dia tidak ingin kembali terus-terusan terluka karena sesuatu yang disebut keluarga. Jika dirinya tidak lagi memiliki rumah untuk kembali, dirinya hanya perlu menjadikan dirinya sebagai rumah.

Yang paling mengerti dirinya adalah dirinya sendiri.

Keyna membuka pintu dan melihat papanya masih terduduk di ruang makan. Keyna bisa melihat bahwa papanya saat ini sedang frustrasi. Bagaimanapun juga pria itu ingin bahagia tanpa merasa gagal sebagai seorang papa bagi Keyna.

Sebuah pembenaran bagi dirinya sendiri. Dia ingin menjaga Keyna sampai anak perempuannya itu memutuskan untuk mandiri untuk mengurangi rasa bersalah. Bahkan bagi Bima yang selama ini tidak menganggap Keyna dan Melissa melihat bahwa Keyna menjadi sendirian tetap mengusik hati nuraninya.

Dia masih seorang manusia.

"Pa..."

Keyna memanggil dengan suara lirih kepada Bima. Lebih tepatnya hanya energi sebesar itu yang bisa Keyna keluarkan untuk sang papa.

"Kau kembali?"

Bima menghampiri Keyna dengan cepat. Bagaimanapun juga Bima tetap mengkhawatirkan Keyna yang pergi dari rumah. Dia tidak ingin Keyna membuat pilihan ekstrem seperti kabur dari rumah atau bahkan yang lebih ekstrem.

Meskipun jantung Bima tetap berdetak kencang karena rasa khawatirnya tetapi dia tidak bisa mengatakan sesuatu yang harus dia katakana. Bima tidak bisa bertanya atas keputusan Keyna. Apapun keputusan Keyna itu akan tetap menyakiti perempuan itu, Bima tahu tetapi Bima memilih mengabaikannya.

Dia ingin bahagia.

Keyna bisa melihat keraguan di mata Bima tetapi Keyna tidak bisa tetap diam. Semakin lama dirinya diam semakin ragu Keyna atas keputusannya.

"Apa papa tidak bertanya tentang keputusanku?"

Bima melepaskan tangannya yang memegang lengan Keyna. Pria itu berusaha mengumpulkan akal sehat dan keberaniannya untuk mendengar jawaban Keyna.

"Maafkan papa yang sempat ragu... Jadi apa keputusanmu Key?—"

Bima memutus kalimatnya sejenak untuk melihat reaksi Keyna. Dia tidak ingin memaksa masuk pada perasaan Keyna dan berujung menghancurkan perasaan Keyna, lagi dan lagi.

"Kau akan ikut papa atau— memilih mandiri?"

Keyna menatap netra sang papa. Keyna bisa melihat mata yang sama dengan miliknya, bukan secara visual tetapi reaksi yang timbul. Papanya saat ini sama takutnya seperti Keyna yang menetap dirinya sendiri di cermin ketika ditinggal sendirian.

Ah, ternyata papanya juga merasa takut.

Keyna cukup yakin bahwa dirinya tidak penting bagi papanya, tetapi sekarang dia ragu. Apapun itu itu sudah tidak penting sekarang. Seperti kata Yaksa, tujuan Keyna adalah menjadi bahagia.

Jika Keyna bisa bahagia dengan melepaskan keluarganya, Keyna akan melakukan itu.

"Keyna akan melihat situasi. Keyna akan bertemu dengan mantan istri papa dulu sebelum memutuskan."

Bima mengangguk mendengarnya, dengan ini pertemuan mereka dapat segera ditentukan.

Bagi Keyna saat ini sudah cukup mustahil memperbaiki hubungannya dengan papanya. Satu-satunya kunci dalam hubungan Keyna dan sang papa adalah mantan istri sang papa. Jika perempuan itu bisa menerima Keyna dengan baik dan tidak memberikan luka, Keyna rassa dia bisa bertahan.

Place For MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang