Prologue

147 44 13
                                    

Sama seperti orang lain berkenalan. Aku akan memperkenalkan namaku terlebih dahulu. Katanya biar sayang, tapi apakah benar dengan kenal bisa langsung sayang? Sementara namaku adalah mahal bagiku. Jadi, ya sudah aku akan perkenalkan siapa aku, semanis mungkin, biar kamu sayang.

Namaku Saga, seorang perempuan yang saat ini sedang makan Indomie goreng buatan ibu, tanpa saos. Kata Ibu, namaku artinya kisah. Entah kisah apa, kisah horor mungkin. Karena jika ada waktu luang, selain suka menyanyi, menggambar, dan melukis, aku senang mendengarkan cerita horor. Entah dari youtube atau kisah fiksi karya ayahku -yang kadang, atau tepatnya seringkali mengada-ada. Namun herannya, aku tetap percaya.

Kalau menyanyi, memang sudah menjadi hobiku. Dulu waktu aku masih kecil, ibu selalu bernyanyi dan membaca puisi di hadapanku. Sekarang tanpa sadar aku seperti copypaste-nya ibu. Iya copy paste. Sukanya ibu sama dengan sukanya aku. Suka ice cream, mie ayam, bakso, seblak, nasi goreng, steak, basreng, puding, cokelat, sempol ayam, sushi, ramen, odeng, mochi, dango, gyoza, mie goreng yang harus Indomie, ayam goreng, singkong goreng, pokoknya makan, makan, dan makan. Sama seperti ibu. Sedih? Makan. Galau? Makan. Bahagia? Makan. Aku dan ibu juga sama-sama suka senja, suka keliling kota dengan motor sambil nyanyi-nyanyi ditemani nada merdu debu dan musik angin, kemudian lanjut jajan di pinggiran jalan. Bedanya, ibu sangat tidak suka anime dan ibu bukan fans Boboiboy seperti aku.

Sekarang, karena sedang bahagia, akan aku perkenalkan seorang Sabba. Kalian tidak perlu bertanya ya, Sabba itu siapanya aku? Karena aku juga tidak tahu. Dia teman? Tapi lebih dekat. Dia kakak? Tapi seperti masih ada jarak. Dia pacar? Oh tentu bukan, karena ia sudah milik orang. Sudah kubilang jangan bertanya, pahami saja dari alur yang nanti aku ceritakan.

Sabba adalah seorang kaki-laki yang baik, senang bercanda, murah maaf, dan memiliki satu kesenangan yang sama denganku: musik. Karena kesenangan yang sama itu pun, akhirnya kami bertemu dan saling mengenal. Hampir setiap malam, kami berbincang di whatsapp. Bisa saking serunya membicarakan banyak hal random, kami bisa selesai chat hingga jam dua belas malam, bahkan lebih.

Sabba itu bawel. Obrolannya sulit sekali berhenti. Kalau laki-laki lain sedang tren dengan dry text, Sabba sebaliknya. Wet text bahkan becek text tepatnya. Saking wet-nya. Mungkin karena dia tinggal di kota yang selalu basah diguyur hujan? Atau mungkin karena rumahnya dekat dengan sungai? Atau mungkin dia senang mandi? Tapi sepertinya, kedekatannya dengan bundanya, yang membuat Sabba seseru dan sereceh itu. Yang pasti, setiap akan mengakhiri chat karena telah beranjak pagi, aku bilang "ngantuuukkk". Dia akan jawab, "tidur atuh". Akan tetapi setelahnya dia kembali chat dengan kata "btw". Seperti tak pernah habis cerita dari kepalanya.

Sabba juga pernah cerita, kalau ayahnya senang sekali musik dangdut. Kesenangan yang aneh menurutnya, padahal selera ya beda-beda. Hanya sudut pandang yang sama untuk bisa memahaminya. Sabba pernah cerita, kata ayahnya yang suka dangdut itu, nama Sabba diambil dari sebuah bahasa dari sebuah negara di Asia Barat, entah negara apa. Katanya artinya penuh. Iya, penuh. Sabba memang penuh, penuh misteri. Bayangkan saja, sedekat apapun kami, aku tidak pernah tahu dia suka makan apa, dia anak siapa, pacarnya siapa. Pernah aku tanya, jawabannya tetap sama, "kepo". Dan aku memilih untuk tidak kepo. Biar suatu saat nanti aku tahu jawabannya dengan caraku sendiri.

Yang paling khas dari Sabba adalah kedongoan-nya. Dia mengaku sebagai seseorang yang dongo. Tapi aku selalu suka dia yang dongo daripada dia yang tidak dongo. Dia yang dongo adalah dia yang random, menyenangkan, lucu, gila, seru, asik, tapi ya tetap saja dia pacar orang. Maka, atas kedongoan-nya yang maksimal itu aku selalu sebut bahwa nama Sabba itu artinya "SAngat dongo BBAnget". Tidak mau kalah, dia juga sering menimpali bahwa namaku, Saga artinya "SAngat dongo juGA".

Baiklah, tidak apa. Jika dongo itu membawa berkah. Semoga dengan dongo pada akhirnya bisa masuk surga. Dan inilah kisah aku, bersama Sabba. Kisah klasik untuk sebuah hal yang rumit. Nanti kamu bisa baca, dimana letak rumitnya. Apapun tentang hati, memang selalu rumit bukan?

Selamat membaca ya!

Sabba dan SagaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang