Matching The Heart

49 16 19
                                    


Sesuai janjiku kepada Sabba di hari kamis lalu. Hari ini Sabtu. Sudah kusiapkan baju putih sesuai yang Sabba minta. Kamu pikir harusnya aku bahagia kan? Karena hari ini Sabba mengajakku kencan? Mari kita lihat ya.

Sudah dua jam berlalu. Aku masih di depan cermin. Memulas warna di wajahku. Sudah kubilang kan, wajahku mirip wajah ibu. Mata, hidung, pipi, alis, semua punya ibu. Tidak ada satu persen pun ayah di wajahku.

Aku pilih tone korean look untuk make up. Meronakan pipi dengan blush on warna jingga. Kupilih eye liner tipis di ujung. Sedikit juga kuberikan warna jingga pada kelopak mata. Mascara untuk bulu mata dan terakhir memulas bibir dengan tone yang sama. Rambut kusisir, kemudian sedikit kublow dengan catokan spiral. Kubiarkan rambut panjangku terurai.

Dress yang tadi pagi sudah ibu pilihkan, kugantung di pintu kamar. Dress itu adalah dress lama. Dulu ibu pakai juga untuk acara. Katanya itu adalah kado ulang tahun ibu saat mereka masih pacaran di bangku kuliah. Maka, hari ini sebagai dress istimewa di rumah ini, dress itu akan bertugas sesuai dengan kewajibannya.

Kukenakan dress itu. Sentuhan klasik dengan gaya casual. Sehingga aman saja aku gunakan dengan sepatu kets putih. Aman juga jika dipakai motoran.

Aku tidak pernah tahu kenapa Sabba bisa mengajakku motoran, keliling kota, dan makan di taman. Masalahnya, ini adalah kesukaanku. Aku senang berteman hujan atau bersahabat dengan hangatnya matahari sambil diselimuti angin di atas motor. Menurutku di atas motor, aku bisa meluaskan pandangan melihat dunia. Melihat senja, melihat matahari, melihat ⁴manusia dengan segala perjuangannya, melihat langit, melihat senyum orang-orang, melihat siapapun yang memboncengku saat itu. Sangat dekat, tanpa jarak.

"Kak, Sabba udah datang tuh!" Ibu mendatangi kamarku dan membangunkanku dari lamunan di depan cermin.
"Iya, Bu."

Kuambil tas, kemudian melangkah turun dan pamit pada ibu. Hari ini Sabtu, tapi ayah lembur tak bisa libur.
"Bu, Saga pamit ya."
"Iya, hati-hati ya. Ssstt.. yang kamu ceritakan kemarin itu Sabba bukan?"
"Ih ibu kepo!"
Ibu tersenyum, mencium pipiku, dahiku, dan memelukku erat. Seperti inilah ibu setiap hari jika aku akan berangkat, meskipun hanya ke sekolah yang hanya 15 menit ditempuh. Sabba juga pamit pada ibu.
__
Truk-truk pembawa bahan bangunan lalu-lalang di sepanjang jalan. Sesekali kendaraan pribadi menyalipnya karena begitu lama sekali.

Aku bersama Sabba di atas motor vespa warna sage. Diam tanpa kata. Sesekali terpaksa aku erat pinggangnya saat akan menyalip kendaraan di depan atau saat kami menemui jalan berlubang yang tidak bisa kami hindari kedalamannya. Masih diam seribu kata.

Di tengah perjalanan, Sabba bicara.
"gua isi bensin dulu yah, sekalian mau ke toilet."
"Iya, oke " jawabku singkat.

Kami berhenti di sebuah SPBU berwarna kuning putih. Sabba mengisi bensin, lalu ke toilet. Sambil menunggu Sabba kukeluarkan earphone yang kubawa. Saat akan memasangnya, Sabba tiba.
"Eh, bluetooth kan? Mau dong satu." Pintanya.
"Boleh."

Kuberikan satu earphone kanan untuk Sabba, dan kupasang earphone kiri untukku. Earphone kanan kupasangkan pada telinga Sabba, dan ia memasangkan earphone kiri ke telingaku.
"Mau lagu apa?" Tanyaku.
"Hindia." Jawab Sabba.
"Kita ke sana?"
Sabba tersenyum mengiyakan.

Aku play, dan musik mengiringi perjalanan kami.
___
Rayakan hari ini
Besok sisa sengsara
Belum pulang kau pun di sini
Temani diriku

Kita bersandiwara
Bicara tak semestinya
Walau kita tahu nyatanya
Semua tak baik saja

Ada masanya kita
Mencuri ruang dan waktu
Walau pasti berlalu
Biarkan saja kita ke sana
Selagi masih bisa bersama
Bersama

Semuanya sementara
Kita di ujung cerita
Untuk lima menit coba kau
Mengambil alih dunia

Sabba dan SagaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang