mencintaimu dengan sederhana 1

74 30 4
                                    

Bagian pertama
(maaf salah urutan post, boleh baca dulu chapter "ANOMALI" ya. Setelah anomali, baru ke sini hehe, maafkan)
_______
Sejak sampai rumah, aku belum berbenah. Tas, sepatu, masih tergeletak begitu saja di atas meja. Kaos kaki masih terpasang dan aku masih belum ganti baju. Seragam putih hijau masih kukenakan, padahal ini adalah sesuatu yang haram kalau dilihat ibu. Takut masuk neraka karenanya. Tapi, aku sedang tidak bersemangat. Setelah banyak menit berlalu dengan menatap handphone, berharap ada kabar dari Sabba. Terlalu lama menunggu dan akhirnya aku menyerah. Benar-benar menyerah. Tanganku memijat keyboard, layar menyala, dan sebelum mengetik aku terbatuk-batuk. Biar apa batuk? Biar dramatis.

Tak kunjung dibaca

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tak kunjung dibaca. Apalagi ada balasan. Aku berjalan ke arah jendela kamar yang terbuka. Hujan turun lagi. Dari sana, aku bisa melihat anak-anak yang sedang berenang di kolam renang cluster lari dan melompat naik karena hujan turun. Daun-daun basah. Jalanan menjadi legam karena hujan.
"Kak. Ayo makan. Sudah mandi belum?"
Aku terkaget-kaget mendengar suara Ibu dari bawah sambil teriak.
"Iyaa, Bu. Mau mandi ini."
Aku tutup jendela, dan berjalan menuju toilet. Mampir ke sudut tangga untuk mengambil handuk. Setelah kaki melangkah, tiba-tiba aku ingin mundur lagi. Berbalik badan dan berjalan menuju kamar lagi. Untuk apa? Ya cek whatsapp! Lagi-lagi, tidak ada apapun. Aku mulai geram, mata melotot dan melemparkan handphone ke arah tempat tidur. Bergegas pergi ke toilet, sambil memakan waktu menanti balasan Sabba.

Sudah mandi, sudah makan, sudah beres-beres kamar, sudah melamun, sudah malam, sudah ngantuk, sudah hampir gila, tapi Sabba belum kunjung membaca pesanku. Sudah melamun, sudah cemas sampai bentol-bentol. Kulit ruam, dan akhirnya aku coba chat lagi.

Dan masih belum dibaca padahal hujan yang tadi turun sudah reda

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Dan masih belum dibaca padahal hujan yang tadi turun sudah reda. Anginnya saja yang tersisa. Selain mata panda, aku juga punya alergi tidak biasa lainnya. Kalau cemas, aku bisa merasakan sakit perut, gatal-gatal, dan kali ini lebih parah: bentol-bentol. Awalnya kukira karena sprei yang kugunakan sudah terlalu lama kupasang. Mungkin kotor. Sehingga aku berinisiatif untuk ganti sprei dan mencucinya tadi. Tapi setelah menggantinya, gatal-gatal ini tak kunjung mereda. Baik, dnikmati saja gatalnya sampai kabar itu ada.

Dan, lima belas menit berlalu. Aku tergolek lemas dengan badan di atas kasur dan kepala di lantai. Hampir mau kayang tapi sudah tak ada tenaga. Aku balikkan badan. Kali ini bentol-bentol ditambah sakit perut. Mules luar biasa. Bukan mau ke toilet, tapi ini mules yang tiba-tiba turun dari mata ke hati ke mules. Tolong!
Aku baringkan kepala dengan bokong tinggi. Iya, nungging. Mulesnya pake banget. Sudah mulai ngantuk. Nampaknya malam ini aku akan ikhlas tidur tanpa chat dari Sabba.

Sabba dan SagaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang