12 | Luna

638 197 149
                                    

Setelah turun dari ojek online dan membayar ongkos perjalanan, aku melangkah menuju kafe tempat pertemuanku dengan Kak Elio

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah turun dari ojek online dan membayar ongkos perjalanan, aku melangkah menuju kafe tempat pertemuanku dengan Kak Elio. Untung saja kafe ini letaknya tidak terlalu jauh dari rumahku, sehingga ongkos yang kukeluarkan pun tidak banyak. Meskipun metode pembayaran cash on delivery cukup merepotkan, pastry dan sus yang dipesan Kak Elio cukup banyak. Tentu saja aku tidak boleh menolak rezeki.

Di depan kafe, tepatnya depan pintu kaca yang lebar dan tinggi, aku melihat Kak Elio sedang berdiri sambil memainkan ponsel. Hari ini ia mengenakan kemeja bahan berwarna soft blue yang dibiarkan tidak terkancing, dilengkapi dengan kaus putih dan celana beige. Pilihan bagus. Warna pastel terlihat cocok dengan tone kulitnya. Tidak lupa sneakers putihnya yang tampak bersih.

Ketika aku mendekat, cowok itu menyadari presensiku. Ia menyimpan ponselnya di dalam saku celana, kemudian tersenyum dan melambaikan tangan. Aku menyerahkan boks berisi croissant dan setengah lusin sus padanya, dan ia pun menukarnya dengan selembar uang seratus ribu.

"Enggak ada kembalian, Kak," ujarku.

"Buat kamu aja kembaliannya."

Aku berkedip sekali. "Eh?"

"Anggap aja buat ngegantiin ongkosmu ke sini," kata cowok berkacamata itu.

"Enggak bisa gitu dong, Kak. Saya yang enggak enak nantinya." Aku menyerahkan kembali uang itu. "Transfer aja deh."

"Males buka m-banking, Lun," Kak Elio mendorong tanganku yang sedang memegang uang. "Ya udah, supaya enak, kamu temenin aku ngafe aja."

Aku mengernyit saking bingungnya. "Maksudnya?"

"Temenin aku beli kopi yuk? Pulangnya nanti aku anterin ke rumah," balasnya sambil nyengir.

Mulutku menganga. Apaan sih? Kak Elio sengaja ngajakin COD buat ngejailin aku ya?

Tentu aku menolak. Buat apa aku menemaninya segala? Namun, ia berjanji tidak akan lama-lama. Akhirnya, aku pasrah dan mengikutinya masuk ke kafe. Di dalam, antrean kasir rupanya lumayan panjang. Kami pun berdiri di urutan paling akhir.

Kak Elio masih asyik melihat-lihat papan menu yang tergantung di atas kasir, sedangkan aku mengedarkan pandangan ke sekeliling karena bosan. Setelah diamati, interior kafe ini lumayan cantik. Dindingnya yang berwarna putih bersih terdiri dari banyak jendela kaca tinggi, sehingga kami yang berada di dalam bisa melihat taman di area outdoor yang ditanami banyak tumbuhan hias. Walaupun tengah hari, cahaya matahari yang masuk lewat jendela tidak terlalu menyilaukan. Meja dan kursi berbahan kayu dibiarkan dengan warna alaminya, hanya diberi lapisan pernis agar sedikit mengilap.

Sekarang Senin jam makan siang dan kafe tidak terlalu ramai. Mungkin karena hari kerja. Pengunjung yang datang mayoritas terlihat seperti mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi—terlihat dari tumpukan buku tebal dan laptop di atas meja mereka. Ada juga pekerja kantoran yang sedang duduk di ... tunggu! Itu 'kan ....

Serene Night [ONGOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang