26 | Luna

421 99 112
                                    

Hai, aku balik lagi!

Oh iya mau spoiler dikit, chapter depan kita bakal ketemu Elio lagi dan bakalan FLUFFY BANGET😭 aku yang baru ngetik mentahannya aja udah gemes sendiri😭

Oh iya mau spoiler dikit, chapter depan kita bakal ketemu Elio lagi dan bakalan FLUFFY BANGET😭 aku yang baru ngetik mentahannya aja udah gemes sendiri😭

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ramein part ini ya guysss biar aku semangat ngeditnya, oke oke?

*****

Tiap kali melihat WhatsApp dari Ayah, memori kelam kala itu kembali berputar di kepalaku layaknya film dokumenter

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tiap kali melihat WhatsApp dari Ayah, memori kelam kala itu kembali berputar di kepalaku layaknya film dokumenter. Membayangkan bahwa ia telah menikah lagi dan hidup bahagia bersama wanita murahan itu sedangkan Bunda pernah terpuruk amat dalam selalu membuat emosiku tersulut.

"Jadi ... maukah kamu maafin ayahmu? Mungkin dia enggak pantas mendapat maaf dari kamu, tapi maukah kamu maafin dia demi kedamaian hatimu?"

Namun, kata-kata Dokter Martha juga terus terngiang di telingaku. Memori indah bersama Ayah saat kanak-kanak pun terlintas di benakku, menutupi eksistensi memori kelam kala itu.

Apa aku benar-benar harus memberinya kesempatan kedua? Apakah dengan memaafkannya hatiku bisa lebih tenang? Perselingkuhan itu sudah lama berlalu dan sekarang Bunda sudah baik-baik saja. Tuhan saja mau memberikan kesempatan kedua untuk hamba-Nya yang bertaubat, masa hanya aku saja di sini yang masih menyimpan dendam pada pria itu?

Jadi, aku memutuskan untuk membuka blokiran WhatsApp ayahku dan membalas pesannya.

Luna Swastamita
Oke
Aku enggak bisa lama
Dan ini bukan berarti aku udah maafin Ayah

Ayah pun membalas dan mengajakku bertemu di salah satu restoran keluarga saat akhir pekan. Aku menyetujuinya.

Hari H pun tiba. Ayah sampai terlebih dulu di lokasi. Ketika aku memasuki restoran, ia tersenyum dan melambai-lambai agar aku bisa melihatnya. Aku memasang ekspresi dingin agar pria itu tahu bahwa tidak mudah untuk mendapat maaf dariku. Kedua tungkaiku berjalan menuju meja makan dan duduk di seberangnya.

"Tadi ke sini naik apa?" tanya pria itu ramah.

"Go-Jek," jawabku singkat.

"Macet enggak?"

Serene Night [ONGOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang