16 | Elio

573 137 123
                                    

"Bapak udah capek belum?" tanyaku setengah berteriak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bapak udah capek belum?" tanyaku setengah berteriak.

"Capek sih enggak terlalu, tapi laper!" balas Bapak yang sedang mengayuh pedal sepeda di sampingku.

Aku ngecek smartwatch di tangan kiriku. Hampir empat puluh lima menit kami sepedaan keliling komplek. Badan kami udah ngebakar lebih dari tiga ratus kalori, pantesan rasanya capek banget.

Lalu aku menoleh pada Bapak. "Kita sarapan dulu, yuk! Bapak mau apa?"

"Bubur ayam Mang Ujang yang di depan komplek aja," balasnya.

Kami bersepeda menuju depan komplek. Di depan jajaran ruko-ruko, banyak pedagang kaki lima yang membuka lapak, salah satunya Mang Ujang, tukang bubur langganan keluargaku. Kalau Ibu atau Bapak sakit, pasti langganan beli bubur di sini. Kami pun berhenti dan memarkirkan sepeda lipat di sebelah gerobak Mang Ujang. Matahari mulai merangkak naik. Sekarang masih jam sembilan pagi tetapi panasnya udah mulai menusuk kulit.

Bapak mengelap keringat di dahinya dengan handuk kecil, lalu masuk ke dalam tenda. Aku mengikutinya.

"Mang," sapa Bapak sambil menepuk pundak lawan bicaranya.

Pria paruh baya berusia sekitar lima puluh tahunan itu menoleh. Wajahnya mendadak cerah. "Eh, Pak Haji! Mangga calik (silakan duduk)!" balas Mang Ujang.

"Meser bubur ayam komplit weh dua. Hiji entong make ati ampela (beli bubur ayam komplit dua. Satu jangan pakai ati ampela)," kata Bapak.

Setelah Mang Ujang mengangguk, kami duduk di bangku kayu panjang yang kosong. Di samping kami, ada sepasang suami istri dan anak balitanya yang sedang asyik makan bubur, sedangkan meja satunya lagi masih kosong.

"Tumben sepi," ujar Bapak sambil celingak-celinguk.

"Sekarang 'kan hari Selasa, orang-orang pada kerja," balasku.

Bapak menegakkan tubuh dan mengatur napas. Salah satu tangannya ditopangkan ke kursi kayu panjang, satunya lagi diletakkan di perutnya yang naik turun. Mukanya berkerut kayak jeruk nipis yang habis diperas. "Capek juga ternyata. Lain kali sepedaannya setengah jam aja!" katanya sambil terengah-engah.

"Padahal kita enggak ngebut, loh. Ya udah, minggu depan setengah jam aja dulu, tapi harus rutin! Biar jantung Bapak terbiasa," balasku.

"Kamu sih enak masih muda, staminanya masih bagus. Lah, Bapak udah bau tanah," sinis pria itu.

"Tom Cruise yang sedikit lebih muda dari Bapak aja masih bisa syuting adegan ekstrim. Kuat-kuat aja, tuh. Makanya berhenti ngerokok!" sindirku.

Bapak membuka mulut, tapi enggak jadi membalas ucapanku gara-gara Mang Ujang datang bawa dua mangkuk bubur ayam. Satu yang komplit diletakkan di depanku dan satu yang enggak ada ati ampelanya diletakkan di hadapan Bapak.

Serene Night [ONGOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang