13 | Luna

570 171 129
                                    

| Play and listen to the multimedia for a better experience |

And every time that you're lonely

And every time that you're feeling low

You should know

I'll be there for you, you know

*****

Kak Elio mengajakku ke mal yang letaknya hanya sekitar satu kilometer dari kafe

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kak Elio mengajakku ke mal yang letaknya hanya sekitar satu kilometer dari kafe. Mal ini memiliki bangku komunal yang tersebar di area luar gedung. Aku duduk di sana hingga amarahku mereda, sementara cowok itu pergi ke supermarket yang letaknya ada di dalam gedung untuk membeli minuman.

Sekembalinya dari sana, Kak Elio memberikan sebotol air mineral padaku.

"Makasih, Kak," ucapku sambil membuka segel botol plastik di tanganku, lalu meneguk isinya. Tenggorokanku yang kering dan gatal kini terasa lebih segar. Aku harus menahan diri untuk tidak lagi meneriaki orang lain di depan umum. Itu tidak baik untuk tenggorokanku.

Cowok itu duduk di sampingku. Ia membuka boks berisi setengah lusin kue sus dan memakannya satu. Kemudian, ia menyodorkan boks itu padaku.

"Saya 'kan yang jual kue susnya. Masa saya ikut makan juga?" kataku.

"Kue susnya sudah jadi milik aku, jadi terserah aku mau kasih ke siapa." Kak Elio menggoyang-goyangkan boks di tangannya, mengisyaratkanku untuk ikut menikmati kue asal Prancis itu. Aku menurut saja dan akhirnya mengambil satu dari dalam boks. Isian vla rasa matcha meleleh di lidahku ketika aku menggigitnya.

"Jadi ... kamu anaknya bapak-bapak yang tadi?" tanya Kak Elio tiba-tiba.

Aku mendesah pelan, tidak langsung menjawab. Kalau sudah begini, aku terpaksa harus bercerita. Padahal, aku tidak ingin siapa pun tahu soal ini, termasuk orang yang baru kukenal. Clarissa yang dekat denganku saja tidak tahu banyak tentang masalah keluargaku.

Namun, kurasa tidak ada salahnya menceritakannya pada Kak Elio. Mungkin sedikit saja. Lagi pula, ia juga sudah terbuka padaku soal keluarganya. Seharusnya, Kak Elio bisa dipercaya.

"Itu tadi mantan suaminya Bunda." Akhirnya aku memecah keheningan.

Kak Elio menggigit kue sus di tangannya. "Iya, ayah kandung kamu, 'kan?" tanyanya sambil mengunyah.

"Iya, tapi males ngakuin dia sebagai ayah," balasku cuek.

"Kenapa?"

"Karena dia yang jadi penyebab penderitaan saya dan Bunda sekarang," geramku. "Waktu baru masuk SMA, saya mergokin dia selingkuh. Bunda langsung minta cerai. Waktu itu Bunda sering kecapekan gara-gara bolak-balik Pengadilan Agama buat ngurusin berkas lah, sidang lah, ini itu lah. Uang yang keluar juga enggak sedikit. Bunda terpuruk, sampai sakit-sakitan dan susah makan selama beberapa minggu."

Serene Night [ONGOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang