Bab 3. Rencana Tak Diduga

851 157 6
                                    

Kalau ada yang baik-baikin kitty, itu tandanya mereka ada maunya.

- Anggelina Christy Putri Natio -

>>>•••

Waktu telah menunjukkan pukul 08.00 WIB dan aku masih tidur dengan nyenyak. Christy mah bebas, dong! Anak sultan, kata mama begitu.

Masih dengan pangeran di dalam
mimpi, hingga sebuah pukulan guling
membuatku tergagap dan duduk dengan cepat. Mata melotot karena kaget dan kau tau siapa yang memukul? Mama. Jahat sekali ia, sangat tidak manusiawi. Rasanya
ingin menangis, bukan karena apa, tapi kaget, jujur sangat kaget, bahkan jantung ini serasa ingin melompat dari dalam sana.

"Mama apaan, sih? Kaget tau. Ini kan Hari Minggu," gerutuku seraya mengucek mata yang masih terasa berat.

"Abisnya kamu dibangunin gak bangun juga. Ini udah jam 8 tahu gak? Anak perawan kok kebo. Frustasi mama tu punya anak kayak kamu."

"Yaudah kenapa dulu gak dibuang ke rawa aja," jawabku lagi sambil berjalan menuju ruang makan.

"Ohh gitu, yaudah nanti abis makan, kamu mama buang." Mama duduk di samping papa.

"Oke, Mah, oke, Hayati lelah dengan semua ini. Hayati lelah, lemparkan Hayati ke rawa, biar dimakan hiu."

"Udah, deh! Kalian itu debat terus. Kamu juga Ma, sama anak sendiri kok jahat," sahut papa yang tengah mengunyah roti gandumnya.

Sedangkan mama yang ditegur
hanya nyengir tak bersalah. Aku heran, mengapa punya keluarga macam ini. Aku duduk di samping Bang Chiko yang sedari tadi fokus dengan laptopnya. Bahkan ia tak menoleh ketika kami berdebat. Atau
bahkan ia tak menyadari keberadaanku di sampingnya? Sedang apa dia? Ide jahil muncul di kepala. Dengan hati-hati aku berdiri. Dan ,..

"BAAAA...!"

"KAMPRET!"

Dengan seringai jahat aku memukul kedua pundak Bang Chiko seraya berteriak. Ternyata yang kaget bukan hanya Bang Chiko, namun juga mama dan papa. Mereka menatap dengan tatapan jengkel. Sedangkan aku yang di tatap hanya menyengir tak bersalah. Aku pun duduk, seraya menundukkan pandangan.

"Ampun Ma, Pa, Bang" lirihku.

"Jangan buang Kitty ya, ampun. Kitty janji gak nakal lagi."

Kudengar mereka tertawa terbahak-bahak. Entah mengapa, memangnya ada yang lucu? Entahlah. Aku tetap menunduk seraya diam.
Tak ingin membuat mereka tertawa semakin keras, merasa jengkel. Menyebalkan.

Beberapa detik kemudian, tawa itu reda. Aku mengambil sepotong roti gandum yang tersaji di atas piring lalu menggigit dan mengunyah perlahan. Sambil sesekali meneguk susu hangat yang telah berubah menjadi dingin. Tak ada suara lagi, hanya ada suara angin yang berhembus menerpa wajah kami. Hingga suara deheman bariton
milik papa menginterupsi keheningan kami.

"Kitty," panggil papa, aku menoleh sambil mengernyitkan dahi.

"Iya Papa ganteng?" tanyaku, dengan roti yang memenuhi mulut.

"Nanti kamu temenin Mama ke butik, ya?" Aku menoleh ke mama, karena itu tadi suaranya. Lalu aku menatap papa lagi, seperti ada pandangan tak terima yang terlihat di matanya.

"Biar ada baju baru gitu, Pa, kan udah lama dia gak beli baju," jelas mama. Tentu saja aku senang sekali. Setelah sekian lama tak pernah pergi ke butik lagi, akhirnya sekarang aku akan diajak ke sana lagi.

"Boleh, ya, Papa ganteng?" tanyaku pada papa dengan tatapan memohon.

"Yaudah terserah, nanti Papa mau pergi sama Chiko."

NIKAH SMA (FreChris) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang