Bab 14. Sudah Siap? (18+)

1.2K 156 13
                                    

Aku menatap kegiatan Freyan yang sejak pulang sekolah sibuk dengan banyak barang-barang miliknya. Apalagi kalau bukan miniatur anime yang ia koleksi.

Bahkan baru kali ini aku tahu bahwa
suamiku itu menyuka anime. la terlalu asik dengan miniatur gadis-gadis seksi itu. Padahal bisa dilihat jika aku lebih seksi dan imut, menurutku. Apalagi ia belum mengganti baju, masih lengkap dengan seragam OSIS, minus kemeja
karena aku pakai. Sama sepertiku yang mengenakan seragam. Padahal ini sudah dua jam semenjak kita menginjakkan kaki di rumah megah ini.

Rasanya menyebalkan ketika melihat Freyan lebih mementingkan miniatur itu daripada aku. Tak ambil pusing aku segera menanggalkan seragamku hingga menyisakan bra dan hotpants. Aku berjalan menuju lemari dan
mengambil sebuah tanktop dengan warna putih.

Setelah itu aku mendekati Freyan yang duduk di lantai. Dengan lancangnya aku duduk di atas pangkuannya. Awalnya kukira dia akan marah karena aku mengganggu
kegiatannya. Namun, ternyata dia malah memelukku dengan erat.

"Ngapain?"

"Duduk." la mengangguk seraya tersenyum.

"Kak, Kitty mau nanya ke Kakak."

"Apa?"

"Kakak cinta sama Kitty?"

"Gue nggak cinta sama lo."

Aku mendengar penjelasannya. Seperti ada ribuan pedang yang secara serentak ditusukkan ke
jantungku. Seharusnya aku tak boleh
meyimpulkan bahwa dia mencintaiku. Karena kenyataannya aku hanya bermimpi saja.

"Tapi gue sayang sama lo."  Aku mendongak, menatap wajah tampannya.

"Awalnya gue benci, tapi gue belajar buat menyayangi dan menerima lo. Ya, gue sih gak percaya kalau sayang bisa tumbuh secepat ini, tapi bener
apa yang disebut sama Dilan."

"Apa tu?"

"Christy, hari Sabtu aku belum mencintaimu. Tapi, entahlah jika hari Senin."

"Ihh, gak begitu," protesku sedangkan ia tertawa renyah.

"Yaudah, itu versi gue buat istri tersayang."

"Apaan, sih!"

Bahagiaku sederhana Tuhan, dengan
melihatnya tersenyum karena aku, itu saja membuat hatiku seolah terbang. Aku tak ingin senyumnya luntur. Aku juga tak ingin momen ini berakhir dengan cepat. Jika di ijinkan, saya meminta agar setiap hariku seperti ini.

la menyembunyikan wajahnya di ceruk leherku. Mungkinkah itu hobi barunya? Mungkin saja, tapi aku menyukainya. Sangat Suka.

"Tadi katanya Kakak mau ajarin Kitty buat cupang," kataku spontan. Kulihat dia sedikit berpikir, entah ragu atau apa aku tak tahu pasti.

"Yaudah, lo ke kasur dulu," jawabnya.
Dengan patuh aku menaikinya ke atas
kasur. Sedangkan ia mengunci pintu dan menutup semua tirai jendela.

"Kok di tutup?" Dia diam-diam tidak berniat menjawab.

Aku mencebikkan bibir merasa
sebal dengan Freyan yang seolah
mengabaikanku. Aku melihat gerak gerik Freyan, mulai dari melepas kaos dalaman padahal cuaca sedang dingin, dan melepas celana abu-abu
hingga menyisakan celana boxer. Setelah itu ia mendekatiku dan merebahkan tubuhnya di sisiku.

"Kok lepas bajunya?"

"Gerah, sekalian nanti mau mandi."

la memelukku erat seperti biasa sambil menciumi leher jenjangku. Tunggu dulu, aku yang meminta diajari. Namun, kenapa malah dia yang membuat tanda itu Menyebalkan.

Tapi tak apa, aku suka. Setelah adegan itu terjadi, belum ada sesuatu yang indah, tapi aku begitu menikmatinya.

"Jangan, Kak" kataku lemah.

"Gak apa-apa, lo istri gue."

"Tapi Kitty malu."

Tak ada jawaban, ia melumat bibirku dengan lembut. Kulit tangan bersentuhan langsung dengan permukaan kulit dadaku. Sejujurnya rasanya lebih nikmat dari yang
tadi. Tapi, aku malu. Biarpun ia suamiku, karena ini kali pertama.
Aku menyilangkan kedua tangan di depan d**a, berusaha menutupi bagian sensitifku ini. Namun, Freyan mencegah.

Kedua  tanganku dikunci di atas kepala. Meski hanya menggunakan sebelah tangan, namun tenaganya begitu besar untuk kulawan.

Ia memandangi buah dadaku. Semakin lama permainannya membuatku terdiam dan tak
memberontak lagi.

****

Gadis ini benar-benar membuatku gila. Suara indah yang keluar darinya
membuatku semakin bersemangat. Awalnya aku tak ingin melakukan ini. Namun, perilakunya sebagai seorang pria tak bisa dipendam lagi. Apalagi ketika Christy yang hanya menggunakan hotpants dan tanktop
mendekat dan duduk di pangkuanku.

Aku langsung menyuruhnya untuk
merebahkan diri di kasur. Sementara aku mengunci pintu dan menutup semua tirai jendela. Serta melepas kaos dan celana abu-abu yang aku pakai.

Aku mendekatinya yang mencebikkan bibir, mungkin merasa kesal karena aku tak menjawab pertanyaannya. Aku tidak peduli. Tanpa basa-basi aku langsung merebahkan tubuhku di dekatnya, memeluknya serta menghisap kuat leher putihnya hingga meninggalkan bekas merah.

Tanganku tak tinggal diam, aku mencoba mencari akses masuk ke dalam tanktopnya. Dan ya, berhasil. Aku meremas pelan buah yang
tergantung. Ia melenguh sambil
memejamkan mata. Aku tak ingin
membuatnya tetap malu meskipun sudah menjadi istriku.

Tega tak tega aku mengunci kedua tangan di atas kepalanya sendiri dengan sebelah senang.

Aku pemain lidah yang handal, menari-nari dan berputar dengan lahap. Christy tampak memejamkan mata, mulut terbuka dan samar-samar suara desahan terdengar di telingaku. Aku tersenyum. Setelah puas di atas sini, merambat ke bagian bawah. Tanpa pikir panjang aku langsung memasukkan ke dalam pembungkusnya. Entah setan apa yang sudah menguasaiku hingga nafsuku tak lagi terbendung.
Christy yang merasakan sesuatu di bawah sana langsung membuka matanya dan menutup kedua pahanya seolah tak memberikan akses padaku.

"Jangan, Kak," katanya, matanya terlihat berkaca-kaca.

"Enak kok, nikmatin aja."

"Tap-"

"Lo sayang gue kan? Gak mau gue pergi kan?" Ia mengangguk lemah.

"Nolak permintaan suami itu dosa."

Ia meregangkan kedua pahanya. Merasa diberi akses aku langsung memasukkan satu jariku Dengan perlahan aku mencoba menerobos gawang yang masih tertutup rapat.

Christy meringis menahan rasa sakit, tangannya menggenggam erat sprei berwarna biru muda ini. Buliran kristal jatuh dari ujung matanya.

"Sakit, Kak." Aku diamkan jariku di sana, membiarkan Christy beradaptasi dengannya.

Tak lama setelah ia tak merasakan sakit lagi, aku langsung menggerakkan jariku secara perlahan.

Suara itu terdengar tak karuan. Badannya bergerak tak nyaman. Tangannya menjambak rambutku yang menjuntai di dahi. Tak lama setelah ia mendapatkan pelepaskan, aku mengakhiri permainan itu.

"Mau pake punya gue?"

"Pake apa kak?"

"Ini." Aku menunjuk juniorku yang sudah menegang.

"Nanti sakit?"

"Hmm, iya. Sedikit."

"Gak mau. Kitty belum siap."

"Yaudah gak apa-apa."

Aku memeluknya dan mencium bibirnya singkat.

Seharusnya aku mengajarkan istriku
membuat cupang. Tapi, ah, sudahlah.
Biarkan saja.

Segini dulu ya guys, author mau fokusin ke cerita ini dulu biar cepet tamat dan meringankan beban author juga hehe

NIKAH SMA (FreChris) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang