[07] Separated

314 46 9
                                    

Dahulu Minji adalah seseorang yang apatis.

Ibunya sempat mengira bahwa gadis itu mengalami kondisi psikopatik yang membuatnya jarang ditemani oleh banyak anak sebayanya. Banyak laporan-laporan tak mengenakan yang silih datang dari sekolah, entah mengenai anak-anak yang mungkin memfitnah atas dasar yang kurang masuk akal atau aksi dirinya yang kadang meresahkan.

Boro-boro berempati senang menjalin pertemanan, sewaktu-waktu saat Minji masih SMP, ia pernah ditemukan membiarkan begitu saja teman sebangkunya yang asmanya sedang kambuh. Wajahnya datar tanpa rasa iba, mungkin satu-satunya upaya hanya mengusap-usap pelan punggung kawannya tanpa ada niatan untuk meminta pertolongan. Untungnya Tuhan masih baik menolong anak malang tersebut sebelum seorang guru menemukan keduanya berada di gudang peralatan olahraga.

Berkali-kali Minji bolak-balik psikolog, mempertanyakan dirinya sendiri serta mau mulai menjelajahi semua hal menarik dalam dunia perhobian. Oleh karena ini pula, Minji mulai terjun dalam dunia seni, tempat di mana ia bisa menyurahkan segalanya tanpa ada penghakiman oramg-orang atas dirinya.

Seiring dirinya dewasa, kondisi Minji mulai membaik, puncaknya saat ia sudah berstatus sebagai seorang mahasiswi. Terlepas dari hobinya untuk bercengkrama dengan alat seni, gadis itu senang memperhatikan kondisi sosial di negaranya tempat ia tinggal.

Ibunya memang seorang imigran berasal dari Korea, dan ia jarang sekali mau pulang ke rumah. Pertanyaan ini mungkin akan terus berhingga di kepala Minji, akan tetapi sudahlah wanita setengah baya itu tak pernah sudi meluangkan waktunya untuk putrinya bertukar pikiran satu sama lain.

Hal yang kini tengah ia perhatikan adalah fenomenan dunia literasi, yang mulai menyebarkan salah satu budaya laknat orang barat, LGBT. Entah penyimpangan seksual, gender atau pola pikir yang silih tersebar hasil dari cuci otak pemerintahan pada rakyatnya yang juga berpikiran pendek.

Negaranya yang tercinta ini tentu tidak boleh terkena racun paling mematikan ini. Bagaimana caranya Indonesia bisa maju lebih baik jika pikiran anak-anaknya malah dibusukkan oleh karya-karya kurang pantas ini? Mirisnya, banyak remaja juga malah membanggakan diri atau bahkan menyebarkannya lebih luas makin-makin merajarela fenomena menjijikan di Indonesia.

Pria gemulai, atau berpakaian seperti perempuan.

Berhubungan badan sesama jenis.

Atau perubahan operasi seksual.

Bagi orang-orang barat, mungkin negara ini disebut sebagai rakyat-rakyat yang berpikiran tertutup. Namun, maaf saja, negara ini mayoritas beragama, lebih paham akan moralitas dan tentu akan mengancam kelancaran kemajuan negara.

Jika hubungan sesama jenis semakin menyebar, penyakit tanpa obat macam AIDS akan makin menggerayangi anak-anak muda, yang harusnya pada pewaris negara di masa depan. Atau perubahan seksual laki-laki atau perempuan akan menurunkan martabat dari masing-masing jenis kelamin sehingga moralitas akan semakin menurun.

Jika para bibit unggul terjangkit penyakit, siapa yang akan mewariskan negara ini?

Hal-hal ini mungkin tidak akan mudah tersebar, akan tetapi akam jauh lebih cepat jika anak muda tetap melakukan hal ini:

NOWHERE TO GOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang